Chapter 48

1165 Kata
"Dia sudah menikah dengan CEO dari perusahaan Dominic, Grace Dominica. Hal ini menyebabkan kedua perusahaan tersebut bergabung. Kini keduanya menjadi perusahaan terbesar seantero dunia. Nilai saham mereka naik. Belum lagi kerjasama mereka diberbagai bidang, seperti hotel, bandara, rumah sakit, perumahan, bahan baku produksi. Banyak perusahaan yang sedang gencar menawarkan kerja sama." "Ah sial!!" Marko menggebrak meja kerjanya saat mendengar penuturan anak buahnya. "Setelah bertahun-tahun. Bahkan dia semakin jaya saja dengan perusahaannya itu. Jika begini sama saja rencanaku gagal total! Percuma usahaku selama ini! Bahkan saat aku merebut Viona darinya. Tidak berpengaruh apa-apa untuknya!" pekik Marko dengan emosi. "Mereka sebelumnya tidak pernah di kabarkan menjalin hubungan. Hanya saja beberapa bulan yang lalu mereka dikabarkan makan siang berdua dan dicurigai menjalin kasih. Ludwig mengumumkan pernikahan Edward dengan Grace, tiga hari sebelum resepsi. Grace yang saat itu hadir disana tiba-tiba pingsan. Terkesan dadakan memang. Namun keluarga Jacob dan Dominic mengkonfirmasi bahwa hubungan keduanya telah terjalin sejak lama." "Tiga hari? Kenapa sangat mendadak. Dan mereka sudah berhubungan sejak lama. Bukankah selama ini Edward selalu bergonta-ganti pasangan one night stand. Bagaimana mungkin dia sibuk bersama jalang setiap malam, jika dia sudah menyukai kekasih?" ujar Marko. "Menurut kabar yang saya dengar. Edward beberapa bulan terakhir mengurangi aktivitasnya di klub. Bahkan pria itu tidak pernah terlihat pergi bersama wanita ke dalam sebuah kamar." "Grace Dominica." Marko mengelus dagunya dengan perlahan. "Bukankah dia wanita yang terkenal sering menolak pria? Kenapa dia bisa menerima pria b******k seperti Edward. Aku bahkan pernah mendekatinya dulu. Tapi dia justru menolakku mentah-mentah" "Saya juga tidak tahu Sir. Tidak ada informasi yang saya dapatkan mengenai itu." Marko menatap tajam kearah pigura kecil diatas meja kerjanya. "Sepertinya dia sudah sangat bahagia saat ini." Marko tersenyum sinis. "Memiliki istri yang cantik dan seksi. Perusahaannya menjadi yang terbesar di dunia. Tapi..." "Ayo kita lihat, apakah hidupnya akan tetap tenang jika aku hadir lagi dalam hidupnya." "Apa rencana anda berikutnya, Sir?" tanya anak buahnya.                      ---- "Selamat pagi, mrs.Grace. Bagaimana liburan anda? Apakah menyenangkan?" sapa Devani ketika Grace memasuki ruangannya. Grace hanya mendelik ke arah Devani, sedangkan Devani berusaha menahan tawanya. "Ku harap kau bekerja dengan baik setelah ku tinggalkan selama seminggu." ujar Grace. "Aku tidak pernah mengecewakanmu, Grace. Tapi harus ku akui. Aku sangat kewalahan tanpamu. Mr.Federico yang menanganinya selagi kau pergi. Ya kau tahu kan, Ayahmu jika sudah menyangkut pekerjaan akan seperti apa." "Benar. Ayahku itu memang... Ah sudahlah. Aku merindukanmu." Devani memutar bola matanya. "Oh ayolah, Grace. Aku juga merindukanmu. Tapi kita harus segera bekerja sekarang. Berkas yang harus kau cek dan tandatangani sudah menumpuk." Grace duduk di kursi kebesaran CEOnya. Ia segera mengecek beberapa berkas yang sudah menumpuk di atas mejanya. "Grace?" tanya Devani. "Bagaimana Edward selama seminggu ini?" tanya Devani. "Dia baik." sahut Grace.  Devani menyipitkan matanya. "Tumben kau memujinya."  Grace menandatangani berkasnya. Kemudian membalas ucapan Devani. "Dia baik, karena dia mau menuruti ucapanku. Dia tidak menyentuhku sama sekali." Grace mengecek berkas selanjutnya. Mendengar tidak ada balasan apapun dari Devani, ia segera menoleh. "Kenapa raut wajahmu seperti itu? Seperti orang bodoh." ujar Grace. Devani beranjak dari kursinya. Ia melangkah mendekati Grace kemudian duduk di kursi klien.  "Grace. Apa kau sehat?" tanya Devani dengan raut wajah khawatir. "Tentu. Aku selalu sehat seperti yang kau lihat."  "Apa kau normal?"  Grace mengangguk mantap.  "Kau pikir aku gila?" tanya Grace. Devani berdecak kesal. "Kau yakin tidak melakukan apapun dengan Edward?"  "Melakukan apa?" "Hubungan suami istri."  Grace menutup berkasnya dengan keras.  "Sudah ku katakan dia tidak menyentuhku sama sekali. Aku melarangnya."  "Kenapa kau melarangnya? Aku yakin dia memiliki badan yang... Ughhh.." ujar Devani dengan gemas. Seketika semburat merah muncul di pipi Grace. Waktu itu Grace memang pernah Edward bertelanjang d**a. Dan itu membuat Grace kesulitan menahan ludahnya.                       ---- Grace dan Edward makan malam bersama seperti biasa. Tidak ada perbincangan ataupun interaksi diantara keduanya. Mereka sibuk mengunyah makanan. Grace lebih memilih fokus menatap makanannya. Sedangkan Edward, terus Menatap Grace.  Tiba-tiba Edward teringat akan undangan mr.Antonio. "Mr.Antonio mengundangku dalam acara ulang tahun perusahaannya. Acara dilaksanakan di Washington. Kita akan berangkat besok pagi." "Kita?" tanya Grace. Ia menoleh kepada Edward yang kini tengah santai mengunyah makanannya. "Ya, aku dan kau."  "Tunggu. Mr.Antonio hanya mengundangmu, kan. Jadi mengapa aku mesti ikut?" "Kau istriku. Jadi kau akan menemaniku besok." "Kapan acaranya?" tanya Grace. "Besok malam."  "Kenapa berangkat pagi?" "Aku ada urusan pekerjaan." ujar Edward.  "Baiklah." Grace berdiri. Ia telah menghabiskan makan malamnya.  "Aku sudah selesai. Aku duluan." Grace hendak membawa piringnya untuk dicuci. "Aku belum. Temani aku sebentar saja." ujar Edward. Grace menghela napas. "Cepatlah. Dasar lambat." keluh Grace. Ia kembali duduk. "Aku mendengarnya, Baby." ucap Edward. Dan Grace hanya berdecak. ----- "Kenapa kau tidak memesan dua kamar? Bukankah kau punya banyak uang. Atau kau bisa memakai uangku" tanya Grace dengan tatapan sinisnya.  "Semua orang tahu jika kita sudah menikah. Lalu apa kata mereka nanti jika kita memesan dua kamar." ucap Edward. Edward memasuki kamar hotel nomor 1121 . Grace pun hanya mengikuti. Edward merebahkan dirinya di atas kasur. Sejujurnya Edward sangat lelah. Semalam ia begadang menyelesaikan pekerjaannya tanpa sepengetahuan Grace. Dan bahkan sebelum tidur, Edward juga sempat memagut bibir Grace saat wanita itu tertidur pulas. Edward memejamkan matanya. Ia hanya butuh istirahat sekarang. "Kau bilang kau ada urusan pekerjaan. Kenapa kau justru tiduran di atas kasur?" tanya Grace. Edward membuka matanya. "Aku ingin tidur. Aku lelah, Grace." ucap Edward.  "Tidurlah, aku tidak akan melarangmu." ujar Grace.  "Aku akan tidur, bersamamu. Ke marilah. Kita tidur bersama." Grace menggelengkan kepalanya dengan cepat. Ia tidak ingin Edward mengambil kesempatan. "Tidak, aku harus menyelesaikan perkerjaanku. Kau saja yang tidur." Grace mengeluarkan beberapa berkas yang ia bawa dari New York. "Baiklah. Aku tidur, Grace. Aku kelelahan. Dan ingat, jangan pergi kemanapun." ujar Edward. "Kau tenang saja." ujar Grace. Edward menutup matanya. Ia akan tidur hingga sore. Mengenai masalah pekerjaan, Edward hanya berbohong. Ia hanya ingin menghabiskan waktu berdua bersama Grace. Namun apa daya, kantuk melandanya saat ini. Sehingga Edward tidak bisa melakukan apapun kecuali tertidur. ---- Edward memandang Grace dengan lekat. Wanita itu sedang sibuk memperhatikan penampilannya di pantulan cermin. Dan Edward mulai menatap dari ujung rambut hingga ujung kaki. 's**t! Dia begitu seksi.' batin Edward. Edward menaik turunkan jakunnya saat menatap lekukan tubuh Grace yang bagaikan biola spanyol. Kaki jenjang putih milik Grace membuat Edward menahan napasnya. Grace memakai pakaian cukup tertutup hingga selutut. Namun tetap tidak mampu menutupi kesan seksinya di mata Edward. "Cepatlah" ujar Edward. "Iya, sabar." Grace segera berbalik dan melangkah. Langkah Grace terhenti ketika Edward mendekatinya dan menatapnya dengan tatapan lapar.  "Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Grace dengan tatapan tajam. "Kau terlalu seksi." ujar Edward dengan suara seraknya. Edward terus melangkah dan Grace hanya bisa memundurkan dirinya. Grace menatapi gaun yang ia kenakan. Bahkan jauh dari kesan seksi.  "Aku tidak memakai gaun yang terbuka." Punggung Grace membentur tembok. Dan Edward memojokkan Grace dengan kedua tangannya. "Apa yang kau lakukan? Pestanya sebentar lagi." ujar Grace. Edward mengabaikannya. Ia terus mendekat. Ia tidak bisa menahannya lagi. "s**t!" pekik Edward saat merasakan lutut Grace menghantam pusakanya. "Cepatlah! Aku tidak ingin terlambat." ujar Grace berlalu. "Wanita arogan" desis Edward dengan kesal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN