Chapter 46

1193 Kata
Grace memasukkan pakaiannya ke lemari. Sebenarnya tadi ia ingin bekerja. Tapi ternyata ayahnya sudah memberikan waktu cuti selama seminggu. Ayahnya mengatakan cuti seminggu adalah waktu untuk berbulan madu. Grace bisa mati bosan jika tidak bekerja dan melakukan apapun. Dan Grace juga tidak ingin berbulan madu, apalagi bersama Edward. Mengingat kejadian tadi saja membuat Grace merinding. Apalagi jika melakukan bulan madu dan  Edward kebablasan. Setelah acara memasukkan pakaian ke dalam lemari selesai. Grace melangkah menuju dapur. Meskipun tadi ia sudah sarapan bersama keluarganya dan keluarga Edward, Grace kembali merasa lapar. Grace membuka kulkas dan terkejut ketika tidak melihat bahan makanan apapun. Grace membuka rak yang tersedia namun semuanya kosong. "Apa Edward tidak membeli apapun untuk persediaan makanan." ucap Grace pada dirinya sendiri. Dengan kesal Grace menghampiri Edward yang tengah berada di ruang kerjanya. Grace memasuki ruang kerja Edward. Tampak pria itu sedang duduk di sofa dan dengan serius memperhatikan laptopnya. "Ada apa sayang?" tanya Edward. Perhatiannya dari laptop teralihkan saat melihat Grace masuk. Grace memutar bola matanya. Ia memang terlihat acuh, namun yang sebenarnya adalah. Grace masih merasa canggung dan takut. "Apa kau tidak memiliki apapun untuk dimasak? Aku lapar." tanya Grace. "Alex sedang dalam perjalanan kesini. Ia sudah membeli persediaan bahan makanan untuk satu bulan." jawab Edward. Ia kembali fokus pada laptopnya. "Kapan dia tiba?"  "Aku tidak tahu. Mungkin sepuluh menit lagi." Grace berdecak kesal. "Kenapa?" tanya Edward.  "Tidak." sahut Grace cepat.             "Grace?" panggil Edward. "Iya." merasa terpanggil, Grace membalikkan badannya. "Duduklah. Ada yang ingin aku bicarakan." ucap Edward terlihat serius. Grace menelan salivanya. Ia takut Edward akan melakukan hal aneh-aneh mengingat mereka hanya berdua. "Kemarilah." Edward menepuk bagian sofa di sebelahnya. Grace melangkah dengan ragu. Ia duduk di ujung sofa. Tentu saja untuk menjaga jarak dengan Edward. "Mendekatlah, Grace. Aku tidak akan menggigitmu." ujar Edward.  Grace terpaksa mendekat. Kini ia telah duduk di sebelah Edward, namun tetap ada jarak. "Kecuali, menggigit bibirmu dan ...." Edward tersenyum menyeringai dan tidak melanjutkan ucapannya.  Grace membulatkan matanya. Ia ingin bergeser menjauh, namun segera ditahan oleh Edward. "Tidak, tidak. Aku hanya bercanda." "Apa yang mau kau bicarakan?" tanya Grace.  "Ini terkait bulan madu. Bisa kau katakan destinasi mana yang akan kau datangi?" tanya Edward. Grace mengerutkan keningnya. "Aku tidak mau bulan madu."  "Kenapa?" "Buang-buang uang." Edward mengangkat satu alisnya.  "Uang? Ayolah, Baby. Aku tidak akan jatuh miskin hanya karena berbulan madu bersamamu." "Aku ti-" "Baiklah. Silahkan pilih negara tujuan."  "Edward.." keluh Grace. "Iya, baby. Apa?"  "Ish, dengar, Ed. Kita tidak perlu berbulan madu. Bagiku ini hanya pernikahan pura-pura. Aku tidak mencintaimu. Jadi berhentilah memaksaku melakukan hal yang kau inginkan." "Jadi maksudmu, kau ingin kita melakukannya disini saja. Tidak ingin pergi ke tempat romantis?" tanya Edward dengan menyipitkan matanya. "Aku tidak akan melakukan apapun denganmu." ujar Grace. Ia segera berlalu. Melangkah meninggalkan Grace. "Kau boleh menolakku saat ini, Grace. Tapi kujamin kau akan menjadi sangat agresif saat diatas ranjang." ujar Edward pada dirinya sendiri. ----- "Terimakasih, Alex. Bagaimana jika kau menunggu sebentar di sini. Aku akan memasak, dan kita akan makan bersama." ucap Grace ia menyodorkan secangkir kopi untuk Alex. Sebagai ungkapan terimakasih karena telah mengisi kulkasnya dengan banyak makanan. Dan kini mereka tengah berbincang di meja makan. Grace memang tidak pernah meminum kopi. Tapi ia masih tahu cara membuatnya. Setidaknya itu berguna pada saat menyambut tamu, juga pada saat seperti ini. "Terima kasih Aku sebenarnya sangat ingin, Grace. Tetapi aku masih banyak pekerjaan." ucap Alex. "Sayang sekali."  "Dimana Edward? Aku tidak melihatnya dari tadi. Apa dia kelelahan karena bermain banyak ronde bersamamu?" tanya Alex.  Grace merasakan pipinya merona. Ia merasa malu. Namun ia juga kesal terhadap ucapan Alex yang terlalu blak-blakan. Melihat reaksi Grace yang hanya terdiam,membuat Alex merasa bersalah. "Owh maaf, mrs.Grace. Ehm. Aku tidak bermaksud menyinggungmu. Aku hanya bercanda tadi." ucap Alex. "Tidak apa, Alex. Bercandamu sangat lucu." Grace terkekeh, meskipun ia hanya pura-pura. Sedangkan Alex tersenyum canggung.  "Dia ada di rua-" "Sepertinya kau terlalu akrab dengan istriku, dude." Edward tiba-tiba datang dan membuat Grace menghentikan ucapannya. "Kami hanya sekedar mengobrol, Ed." ujar Alex. Edward menarik salah satu kursi. Dan mendekatkan kursi tersebut ke sebelah Grace. Ia kemudian duduk di sebelah Grace. Edward menaikkan satu alisnya saat melihat secangkir kopi di hadapan Alex.  "Kau membuatkannya kopi? Kau bahkan belum membuatkan kopi untukku." ujar Edward. "Apa? Aku hanya berterimakasih karena Alex sudah bekerja keras memindahkan bahan makanan ke dalam kulkas dan lemari." "Tidak perlu cemburu seperti itu, Ed. Kau bisa memintanya membuatkanmu kopi nanti. Bahkan bukan hanya kopi, tetapi kopi susu." ucap Alex menyeringai. Entah mengapa melihat seringaian Alex yang terbiasa bersikap sopan membuat Grace merinding. "Benar. Kopi ditambah susu." ujar Edward dengan penekanan. "s**u yang sangat memabukkan." tambahnya. "Kalian membicarakan apa sebenarnya?" tanya Grace. Ia merasa seolah berada di antara dua pria m***m sekarang. Meskipun Alex bukanlah pria m***m, setahunya. "Tidak ada. Baiklah, Ed. Aku harus kembali. Daddy membutuhkan aku." ujar Alex sembari berdiri. "Dan terimakasih Grace atas kopinya. Sangat nikmat." ujar Alex. "Sama-sama. Terimakasih juga sudah banyak membantu."  "Aku permisi." Alex melangkah. Dan Grace juga turut berdiri , namun Edward menahan lengannya sehingga Grace terduduk kembali.  "Kau mau kemana?" tanya Edward. "Aku akan mengantar Alex sampai pintu depan."  "Tidak usah. Dia hanya Alex."  "Tapi dia tamu, Ed."  "Sudah tidak usah. Dia pasti sudah keluar sekarang." Grace menghela napas. "Itu karena kau yang mencegahku." "Bukannya tadi kau bilang kau lapar. Kenapa tidak memasak?" tanya Edward. "Bagaimana aku bisa memasak jika kau menahan lenganku seperti ini." Edward melirik tangannya yang memegang lengan Grace.  "Baiklah. Akan ku lepaskan." Edward melepas tangannya dari lengan Grace. Edward hendak melangkah menuju kamar. "Ah ya. Jangan lupa buatkan aku kopi, Baby. Kopi ditambah susu." ujar Edward dengan mengedipkan sebelah matanya.  Grace hanya mengangguk malas.                        ---- Grace menatap layar televisi dengan bosan. Ia merasa jenuh seharian hanya duduk sambil menonton tayangan yang membosankan. Ia menatap jam dinding berwarna merah. Menunjukkan pukul lima sore. "Devani sudah pulang bekerja belum ya." gumam Grace.  Ah mengingat sahabatnya yang satu itu membuat Grace merasa gatal ingin bekerja. Grace melangkah mengambil ponselnya di atas nakas. Ia berniat menghubungi Devani. Mengajaknya berbelanja sembari mengobrol adalah ide yang tepat. Setidaknya Grace bisa pulang malam. Agar ia bisa menghindari Edward. "Halo, Dev. Apa kau sudah pulang dari bekerja?" Terdengar kekehan di seberang sana. "Wah.. Pengantin baru menelponku. Ada apa, Grace? Apa kau ingin menceritakan padaku, betapa hebatnya Edward di atas ranjang?" Grace membulatkan matanya. "Dev? Apa yang kau bicarakan! Kenapa menjadi sama seperti Alex. m***m!" "Hehe. Maafkan aku Grace. Tapi ku kira begitu." "Apa kau sudah selesai bekerja?" "Sudah. Ini aku sedang berberes. Ada apa?" "Aku ingin bertemu denganmu. Berbelanja dan makan malam bersama?" ajak Grace. "Ah benar. Ide yang bagus. Bagaimana jika kita mengajak Alex dan Edward. Pasti akan sangat seru." Grace menggelengkan kepala tidak setuju. "Tidak. Kita berdua saja yang pergi."  "Tapi Alex kebetulan menjemputku." ucap Devani. "Suruh dia pulang saja. Biar aku yang menjemputmu di kantor. Lalu setelah itu kita pergi berdua." Devani tidak membalas. "Dev?" "Kau ingin menceritakan sesuatu, ya? Ah baiklah. Aku akan menyuruh Alex pulang. Tapi agak cepat ya, Grace." "Yah. Padahal aku ingin mandi dulu." "Ya sudah. Aku juga mandi dulu. Kau jemput aku ke rumah saja ya." "Baiklah." Sambungan telepon diakhiri. Grace segera bergegas untuk mandi dan bersiap-siap menjemput Devani.                   ----
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN