Chapter 45

1018 Kata
Grace mengerjapkan matanya. Ia membuka mata dan menemukan d**a bidang di hadapannya. Grace menutup matanya kembali. Namun ia membuka mata ketika sadar posisinya saat ini. Ia tengah berpelukan dengan Edward. Tidak, lebih tepatnya ia yang memeluk Edward. Grace tidak tahu kemana perginya bantal pembatas yang ia tata semalam. Grace melepas pelukannya dari Edward dan ingin menjauhkan dirinya dari Edward. Namun tangan kekar Edward kini justru memeluk dirinya sehingga Grace tidak bisa melakukan apapun. "Good morning, baby." sapa Edward dengan suara serak khas bangun tidur ketika ia membuka mata. "Lepaskan aku." ucap Grace memberontak. "Melepaskanmu? Untuk apa. Kau justru yang lebih dulu memelukku semalam." "Kau bohong. Tidak mungkin aku memelukmu sedangkan ada tumpukan bantal kemarin." Edward menutup kembali matanya namun ia tetap berbicara. "Semalam kau membuat bantal itu terpental dan terjatuh ke lantai. Kau yang menghancurkan pembatas yang kau buat. Dan kau memelukku." "Ish. Aku tidak percaya. Pasti kau yang membuang tumpukan bantalnya. Lepaskan aku." ujar Grace. Ia meronta-meronta dalam pelukan Edward. Namun tak membuahkan hasil. "Edward, lepaskan!" "Diamlah, Grace. Kau membangunkan juniorku." ujar Edward.  "Apa yang kau katakan? Sekarang lepaskan aku, Ed. Lepas." "Tidak sebelum kau memberiku ciuman." ujar Edward, ia membuka matanya. "Kau m***m!" "Itu bukan m***m. Aku menagih hakku sebagai suami. Dan kau harus menjalankan kewajibanmu sebagai istri."  "Tidak! Lepaskan aku." Grace tetap memberontak. Dengan gemas, Edward segera mencium bibir Grace. Melumatnya dengan kasar. Grace membangunkan gairahnya dipagi hari. Dengan sulit Edward mengendalikan nafsunya sejak kemarin, namun Grace tetap memancing. Edward tidak peduli setelah ini apakah Grace akan menamparnya ataupun menghujaninya dengan cacian. Yang Edward inginkan adalah mencium Grace, dan Edward harus melakukannya. Edward berpindah posisi. Kini ia berada diatas Grace dan menindihnya. Grace hanya diam tidak berdaya dibawah Edward. Ia tidak bisa memberontak karena kedua tangannya ditahan oleh Edward. Dan kedua kakinya dikunci oleh Edward. Padahal Grace ingin sekali menendang pusaka Edward dengan lututnya. Grace mulai kehabisan napas. Karena Edward tidak memberinya kesempatan bernapas. Sedangkan Edward memejamkan matanya. Napas Edward memburu. Ia melepaskan pagutan bibirnya. Ditatapnya Grace. Gairahnya sangat memuncak pagi ini. Dan harus di tuntaskan. Dari sorot mata Edward, sangat menggambarkan betapa Edward menginginkan Grace saat ini. "Aku menginginkanmu" bisik Edward dengan sensual. Membuat bulu kuduk Grace merinding, ia menggelengkan kepalanya. Grace berusaha memberontak. Akan tetapi sepertinya hanya sia-sia saja. Detak jantung Grace bertambah kecepatannya. Edward menatap Grace dengan sorot mata yang berbeda. Penuh gairah. "Tidak!" pekik Grace.  Namun Edward tidak berhenti. Ia mulai mencium lekukan leher Grace. Membuat Grace merasa bagai tersengat listrik. "Kumohon jangan, Ed. Aku tidak siap." pinta Grace dengan lembut. Ia benar-benar tidak berdaya untuk melawan Edward. Tenaga Edward begitu kuat. Menjadi lembut adalah jalan satu-satunya untuk meluluhkan Edward.  "Kumohon." Grace mengeluarkan wajah memelas andalannya. Meskipun wajah memelas itu tidak mampu mengubah keputusan Federico menjodohkan Grace dengan Edward. Edward terdiam menatap Grace. Edward segera bangun. Ia mengacak rambutnya frustasi dan berdecak kesal. "Ck. Baiklah" ujarnya. Dan Edward segera memasuki kamar mandi. Grace bernapas lega. Entah sampai kapan ia bisa bertahan dari playboy seperti Edward. Playboy yang kini telah menjadi suaminya.  ----- Grace menghela napas ketika ia telah tiba di salah satu apartment milik Edward. 'Akhirnya sampai.'   Setelah melakukan negosiasi dan perdebatan panjang dengan keluarga dan juga dengan Edward. Akhirnya permintaan Grace untuk tinggal di apartment dikabulkan. Grace lebih memilih tinggal di apartment dibanding di mansion milik Jacob yang terlalu luas. Lebih baik di apartment. Grace lebih mudah untuk berberes-beres. Lagipula untuk apa tinggal di mansion yang besar dan luas jika ia hanya tinggal berdua saja bersama Edward. Grace membulatkan matanya. Ia baru menyadari bahwa ia hanya tinggal berdua bersama Edward. Grace menghentikan langkah juga berhenti menarik kopernya. Grace membalikkan tubuh dan menatap Edward yang baru tiba dan tengah menutup pintu. "Ada apa?" tanya Edward ketika Grace menatapnya dengan tatapan terkejut. Sebenarnya Grace merasa masih sangat canggung karena kejadian tadi pagi. Belum lagi bibirnya yang terlihat membengkak karena ulah Edward membuat keluarga Jacob dan keluarga Dominic cukup heboh tadi pagi. Para Ibu yang meributkan perihal cucu, dan Para Ayah yang langsung membahas mengenai warisan untuk cucunya nanti. Membuat Grace hanya mampu mengerucutkan bibirnya. "Apa disini ada asisten rumah tangga?" tanya Grace. Biar bagaimanapun ia harus menanyakan ini. Demi keamanannya. "Ada. Tapi dia hanya akan datang saat pagi hari dan pulang saat pekerjaannya selesai. Dia tidak menginap. Dan khusus hari ini dia tidak datang."  Grace menggerutu dalam hati. Itu sama saja ia akan menghabiskan malamnya yang penuh bahaya bersama Edward. "Ada berapa kamar di sini?" tanya Grace.  "Satu." jawab Edward enteng.  Grace terlihat membulatkan matanya. "Apa?"  "Iya. Memangnya kenapa? Kau tidak berencana pisah kamar denganku kan?" tanya Edward.  "Aku memang berencana begitu. Satu kamar bersama playboy sepertimu hanya akan membuatku dalam bahaya." ujar Grace. "Bahaya? Bahaya seperti apa maksudmu?" tanya Edward. Ia meninggalkan kopernya di dekat pintu dan kini Edward melangkah mendekati Grace.  "Ya bahaya. Seperti pelecahan seksual, pemanfaatan kesempatan dalam kesempitan-" Grace menghentikan ucapannya saat sadar Edward melangkah mendekatinya. "Pelecehan seksual ya?" tanya Edward dengan satu alisnya yang terangkat. Ia semakin dekat dengan Grace. Reflek Grace segera memundurkan dirinya.  "Aku ini suamimu. Jadi mana mungkin aku melakukan pelecehan seksual pada istriku sendiri." Grace merasakan punggungnya membentur tembok. Sakit, namun sakitnya terasa hilang saat ia dapat merasakan tubuh Edward. Grace menelan ludahnya dengan sulit. Wajah Edward sangat dekat dengannya. Dan Grace hanya menatap lurus leher Edward yang berada tepat di hadapannya. Grace takut kejadian tadi pagi terulang. Dan Grace takut jika ia diperkosa disini. Edward menyentuh dagu Grace dan mengangkat wajah Grace agar Grace menatapnya. "Dengar, mrs.Jacob. Kau sekarang adalah istriku. Jadi berhentilah bersikap seolah aku adalah seorang penjahat kelamin." ucap Edward. Datar namun tetap membuat Grace merasa cemas. Kini Edward mendekatkan bibirnya ke telinga Grace, membisikkan kata-kata yang membuat Grace merinding. "Dan berhentilah menolakku terus-terusan. Semakin kau menolakku. Aku akan semakin berusaha keras agar kau mencintaiku." ujar Grace. Sedangkan Grace hanya terdiam sambil menutup matanya. Ia bergidik ngeri. Edward menjauhkan bibirnya dari telinga Grace. Kini ia menatap mata Grace yang tengah terpejam dan mengelus pipi istrinya itu.  "Lebih baik kau masuk kamar sekarang. Dan bereskan barang-barangmu." ujar Edward. Ia lantas menjauhkan tubuhnya dari Grace. Mengambil kopernya yang tertinggal di dekat pintu. Grace masih mematung ditempat.  'Welcome to the hell, Grace.' batinnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN