Chapter 22

1096 Kata
Sore ini Grace dapat bernapas lega. Akhirnya ia bisa segera menuju rumah Devani untuk menjenguk adiknya. Setelah menghabiskan pagi hari dengan berbincang bersama Ludwig. Grace hanya menghabiskan waktu diruangannya dengan mengecek dan menandatangani laporan, sendirian. Ia kesepian tanpa Devani. Biasanya Devani akan mengajaknya mengobrol untuk mengusir rasa jenuh. Tapi tadi, ia benar-benar seperti patung. Ia juga tidak beranjak atau pergi kemanapun. Saat makan siang, Grace meminta OB untuk membawakan makanan ke ruangannya.  Benar-benar hari yang membosankan untuk Grace. Aku akan kerumahmu sekarang Grace mengetik pesan singkat pada Devani. Lalu melangkah menuju mobilnya. Tak lama, muncul balasan dari Devani. Kau sudah pulang? Baiklah, aku tunggu Grace kemudian mengemudikan mobilnya. ---- Diperjalanan, Grace memutuskan untuk mampir ketoko kue dan toko mainan. Sudah lama ia tidak bertemu dengan Fero, adik Devani. Seingat Grace, Fero sangat menyukai kue dan mainan. Biasanya jika Grace datang untuk menemui Fero. Ia akan memberikan kue dan mainan. Dan Fero akan merasa sangat bahagia karena hal itu.  Dan sekarang , Grace berharap dengan pemberianya. Fero dapat lekas sembuh. ---- Grace memarkirkan mobilnya didepan sebuah toko mainan. Toko mainan yang tidak terlalu besar. Grace malas jika harus memasuki mall dan mencari toko mainan yang besar dan lengkap. Jadi ia memutuskan singgah di toko mainan kecil dipinggir jalan. "Selamat datang di Toy Shop kami" sapa seorang penjaga toko. Grace tersenyum dan segera menuju stand berisi banyak robot dan mobil-mobilan. Jika melihat banyak mainan tersusun seperti ini. Grace jadi rindu masa kecilnya. Masa kecil yang menyenangkan. Tak ingin berlama-lama. Grace pun asal memilih robot besar. Ia tidak tahu itu robot apa. Yang jelas itu baginya menarik. Setelah membayar barang yang dibeli. Grace kembali kemobil dan melanjutkan perjalanannya. Untuk urusan kue. Grace akan membeli kue ditoko langganan Devani. Karena kata Devani. Fero sangat menyukai kue apapun yang dibeli disana. Dan Grace memutuskan singgah ditoko itu. ----- Mobil Grace berhenti didepan toko yang bertuliskan 'Blueberry Bakery' . Benar, ini toko kue langganan Devani. Grace segera memasuki toko.  "Selamat datang di Blueberry Bakery" sapa wanita cantik setelah Grace membuka pintu.  Grace tersenyum dan segera menuju rak rak kaca yang menampilkan berbagai macam kue lezat.  Kue-kue yang indah dan sangat cantik. Grace sampai bingung harus memilih yang mana. Akhirnya Grace membeli dua kue. Satu Rainbow Cake dan yang satunya kue coklat yang Grace tidak ketahui namanya. Setelah membayar, Grace keluar dari toko tersebut. Tatapannya menuju pada jalanan. Rumah Devani sudah dekat. Dan keadaan jalanan disini selalu sama setiap Grace kemari, ramai lancar. Grace tersenyum sambil melangkah menuju mobil. Hingga senyumannya memudar ketika melihat sosok pria tegap yang melangkah di trotoar seberang. Pria itu.  Grace melihatnya.  Grace mengenalinya meskipun hanya dari samping.  Deg.. Detak jantung Grace nyaris berhenti. Tubuhnya terasa lemah, bahkan ia menjatuhkan kantong plastik berisi dua buah kue yang baru saja ia beli. Sekejap ia hanya mematung memperhatikan pria itu melangkah.  Ya, pria itu. Pria yang sudah hampi sepuluh tahun lamanya tak ia temui. "Dia." ucap Grace lirih. Namun detik kemudian, ia tersadar. Grace ingin mengejar pria itu. Grace ingin menyebrang, namun kendaraan terlalu ramai dan berlalu dengan cepat. Sangat tidak mungkin menyebrang dijalan dengan keadaan seperti ini. Mata Grace menjelajah. Ia melihat jembatan penyebrangan tak jauh dari tempatnya berpijak. Dengan sigap, Grace berusaha berlari sekencang mungkin. Sambil menaiki tangga jembatan. Mata Grace tidak terlepas dari pria itu yang semakin melangkah menjauh. Tidak, Grace tidak ingin kehilangannya lagi.  Sudah cukup waktu sepuluh tahun.  Sudah cukup penantiannya. Sudah cukup kerinduanya yang menyeruak setiap malam. Grace berlari sekuat tenaga. Hingga ia menuruni tangga jembatan penyebrangan. Dan kini ia sudah menyebrang dengan selamat. Matanya kembali menjelajah. Mencari pria yang baru saja tadi melangkah disekitar sini.  Dengan frustasi , Grace terus berlari mengikuti arah langkah pria yang tadi dilihatnya. Namun nihil. Ia sudah tidak melihat siapapun disana. Tidak ada pria itu. Tapi ia yakin. Penglihatannya tak salah.  Wajah pria itu sangat mirip dengan foto yang Grace punya. Grace mengusap keningnya gusar. "Kemana kau pergi? Aku melihatmu disini tadi. Kumohon munculah." Grace menoleh kekanan, kekiri, kedepan, dan kebelakang. Ia bingung harus mencari dimana. Akhirnya Grace memutuskan mengelilingi tempat sekitar ia melihat pria itu melangkah. Hari semakin gelap. Namun usaha Grace sia-sia.  Grace bersimpuh dipinggir jalan. Diabaikannya tatapan beberapa pejalan kaki yang menatapnya aneh.  "Dimana kau? Aku sangat merindukanmu" hampir saja Grace menangis. Ia menyesal tadi harus melewati jembatan penyebrangan. Harusnya tadi ia langsung menyebrang. Otaknya tadi mendadak tidak berfungsi.  Kemana semua pikiran cerdas nya hingga ia bisa kehilangan jejak. "Aku yakin itu kau." ucap Grace lirih.  Grace menghela napas kasar. Ia masih berusaha menahan air matanya agar tidak menetes. Bunyi ponsel dari dalam tasnya, membuatnya menoleh. Diambilnya ponsel dari dalam tas. Rupanya pesan dari Devani.  Grace, kau jadi datang tidak?  Ah, Grace bahkan sampai lupa tujuan awalnya dia bisa ada disini.  Mendadak semangat awalnya menjadi hilang. Ia menjadi tidak bersemangat untuk menuju rumah Devani.  Ingin sekali Grace, mengubrak-abrik tempat ini agar ia bisa menemukan pria itu.  Pria yang dicintainya.. ---- Grace menghempaskan dirinya diatas ranjang. Kunjungan kerumah Devani kali ini lebih singkat dari biasanya. Kelelahan, hanya itu kata yang mampu Grace ucapkan ketika Devani menyadari perubahan sikap Grace yang tidak biasa.  Grace biasanya akan langsung semangat dan betah berlama-lama dirumah Devani. Dan perihal kue yang terjatuh, untungnya kue masih utuh dan tidak terjadi kecacatan krim karena terbentur. Sebenarnya Grace ingin membatalkan niat kerumah Devani. Tapi karena pesan Devani, Grace jadi tak tega membatalkannya. Fero menunggumu. Ia sudah agak baikan. Bagaimana mungkin Grace tega membiarkan bocah itu menunggunya dengan tidak sabar, apalagi dalam keadaan sakit. Grace membuka laci nakasnya. Diambilnya foto itu.  Foto yang selalu dilihatnya setiap malam sebelum tidur.  Diusapnya foto tersebut dengan perlahan. "Aku yakin tadi itu kau. Kenapa kau tidak berhenti sebentar agar bisa mengejarmu? Mengapa kau terlalu sulit ku dekati saat jarak kita tidak terlalu jauh?" ujar Grace . Perlahan . Bulir air mata menetes satu persatu dari kedua mata indahnya. "Sampai kapan kau menyiksaku seperti ini? Ternyata selama ini kau berada tidak jauh dariku. Tetapi mengapa aku tidak pernah bisa menemukanmu." Grace tidak tahu harus pada siapa ia mencurahkan isi hatinya. Devani?  Perempuan itu tidak tahu apapun mengenai masa lalu Grace. Meskipun mereka bersahabat sejak kuliah. Tapi tetap saja Devani belum tahu seluk beluk kehidupan Grace sebelum kuliah. Dan wajah yang tadi sore dilihatnya, sama percis dengan foto yang diusapnya saat ini. Yang membedakan hanya kewibawaan dan kedewasaan serta ketampanan yang terpancar lebih nyata.  Grace hanya menghela napas kasar. Perlahan bulir air mata jatuh membasahi pipinya. Ia ingin memiliki sahabat yang bisa mengertinya.  Hidup dalam kemewahan dan sosialita membuat Grace merasa kesepian. Meskipun segala sesuatu yang Grace inginkan bisa ia dapatkan dengan mudah. Tetap saja ia merasa kurang. Merasa hampa tanpa sahabat.                                                    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN