1. Pertemuan Pertama

1110 Kata
Sudah satu minggu lamanya Ziya masuk ke dalam keluarga Reinan Zacharias. Beruntung dia tidak berada dalam masalah yang merepotkan sejak kembali. Meski tak jarang perubahan yang dia bawa, membuat beberapa orang merasa heran. Dia sama sekali belum bisa menemukan petunjuk mengenai sebab kecelakaan saudara kembarnya. Malam ini, dia mendengar kalau sosok Reinan akan kembali. Dia merasa ini adalah kesempatan bagus. Dia mungkin bisa memulai penyelidikannya dari pria itu untuk bisa menemukan petunjuk. Melihat jamuan makan malam yang dengan susah payah dia siapkan, senyum tipis muncul di bibir Ziya. Rencananya, dia harus berhasil menaklukkan pria itu. Karena dengan mendapatkan akses penuh atas keluarga Zacharias, dia akan bisa lebih mudah menemukan pelakunya. Melihat tampilan dirinya di depan cermin rias, Ziya melihat penampilannya tanpa celah. Ia tidak paham bagaimana saudara kembarnya selama ini menjalani kehidupannya di keluarga ini. Apa lagi sosok Reinan tidak pernah menganggapnya. Mereka hanya menikah di atas kertas dan selebihnya keduanya tidak jauh berbeda layaknya orang asing. Suara deru mobil menyadarkan Ziya bahwa targetnya telah sampai. Dia dengan elegan membuka pintu kamar, berjalan perlahan menuruni anak tangga melingkar. Rumah ini bisa dibilang terlalu besar untuk ditinggali oleh dua orang dan beberapa pelayan. Apa lagi Reinan jarang pulang. Ini adalah pertemuan pertama mereka. Lekuk tubuh Ziya yang proposional tercetak jelas di balik dress merah yang dikenakannya. Cukup mencolok, karena tujuannya adalah untuk menarik perhatian Reinan. Bentuk bibirnya kecil dan agak padat di bagian bawah, tampak sangat sehat layaknya buah plum yang matang sempurna. Dipadukan dengan kulitnya yang kenyal dan putih lembut. Rambut setengah keritingnya tampak semakin memberikan kesan cantik dan segar. Tepat ketika pintu terbuka, Ziya baru saja menginjak anak tangga terakhir. Tatapan mata keduanya seketika bertemu. Senyum manis segera muncul di bibir Ziya, dia berjalan mendekat ke arah Reinan. Sosok pria ini setidaknya tidak seburuk bayangannya, malah jauh lebih tampan dari pada yang terlihat di foto. "Makan malam sudah siap." Senyum sejak awal tidak pernah luntur dari bibir Ziya, namun jelas ada keterasingan dari sikapnya, dan Reinan menyadari hal itu. Pria itu tanpa banyak berkata langsung menuju ke meja makan. Sebelumnya, Reinan sendiri hanya pernah bertemu dua kali dengan istrinya. Terhitung tiga kali sekarang, meski usia pernikahan mereka sudah berjalan hampir satu tahun lamanya. Tapi entah mengapa, pria itu merasakan perasaan berbeda kali ini. Jauh berbeda dengan pertemuan pertama dan kedua mereka. Karena setahu dia, sosok Zea adalah wanita pengecut yang tidak berani menatap matanya secara langsung. Tapi sekarang, dia bahkan tanpa segan bertatapan dengannya. Melihat gelas whisky di depannya, sebelah alis Reinan sedikit terangkat. Sedangkan Ziya dengan tenang duduk di samping Reinan, menyesap gelas whisky miliknya secara perlahan setelah memberi isyarat untuk menikmati hidangan mereka. "Apa yang sedang kau rencanakan?" Reinan langsung bertanya tanpa repot-repot menerka keanehan ini. "Apa yang kamu maksud dengan rencanaku? Tentu saja rencanaku adalah menjadi istri yang sempurna untukmu. Apa kamu tidak menyukai hidangan yang disiapkan dengan susah payah untukmu?" Ziya menatap Reinan dengan senyum manis, tatapan matanya tampak cerah dan lebih bersinar. "Tidak," Reinan dengan mudah menyesap gelas whisky di tangannya hingga tersisa setengah. Membuat senyum di wajah Ziya semakin tercetak manis. "Tolong ambilkan segelas air hangat." Ziya tanpa banyak bertanya segera berjalan ke dapur dan mengambilkan air panas dari dispenser. Setiap gerak-geriknya tidak lepas dari tatapan mata Reinan sejak awal. Pria itu menatap segelas whisky di tangannya, memutar gelasnya secara perlahan sebelum kembali menyesapnya dengan senyum samar di sudut bibirnya. Ziya kembali dan meletakkan segelas air hangat di depan Reinan dengan gerakan anggun dan elegan. Lalu dia duduk di samping Reinan dan mulai mengambil makanan untuk diletakkan di piring Reinan dan piringnya sendiri. “Sudah lama kita tidak bertemu, tidak kusangka ada begitu banyak perubahan.” Suara Reinan yang lamat-lamat terdengar oleh Ziya, membuatnya menghentikan makannya. Dia mengambil minuman dan menyesapnya secara perlahan. Senyum terukir di bibirnya, tatapannya tampak tenang dan tidak menunjukkan rasa panik atau khawatir sama sekali. Lagi pula apa yang harus dia takuti dari pernikahan hitam di atas putih ini? Mereka juga jarang bertemu, ada beberapa perbedaan juga bukan sebuah masalah besar seharusnya. “Itu karena kamu sejak awal, tidak mengenalku dengan baik. Lagi pula, apa pun yang berubah dariku, bukankah itu sama sekali tidak berarti bagimu?” “Benar, tapi itu dulu. Karena perubahanmu sekarang justru, malah membuatku merasa tertarik.” Reinan secara tiba-tiba mencondongkan kepalanya ke arah Ziya, membuat wajah mereka hanya berjarak beberapa inchi saja. Jika Ziya menolehkan kepalanya, mungkin hidung keduanya akan bersentuhan satu sama lain. “Apa yang membuatmu merasa tertarik?” Ziya sedikit memundurkan kepalanya sebelum menatap kedua mata Reinan yang sehitam obsidian. “Semuanya. Ayo kita bicarakan mengenai pernikahan kita ke depannya di dalam kamar.” Dengan gerakan perlahan Reinan meletakkan garpu dan pisau di atas piringnya dan mengambil tisu untuk mengelap bibirnya setelah makan. Berjalan dengan ekspresi dingin seperti biasanya ke dalam kamarnya. Ziya melihat ke arah punggung Reinan yang tampak tegap dan semakin menjauh. Ekspresi rumit terlihat di wajahnya, namun jelas dia dapat merasakan bahwa pria ini berbahaya. Ke depannya dia sebisa mungkin harus mengurangi kontak fisik dengan pria ini jika bukan untuk masalah penting yang mengharuskan mereka bersama. Begitu Ziya membuka pintu kamar milik Reinan, tangannya secara tiba-tiba ditarik ke dalam. Suara pintu yang tertutup dengan kuat memenuhi telinganya, hingga membuat Ziya tersentak kaget selama beberapa saat. Ketika membuka mata, sepasang mata obsidian milik Reinan langsung menyapanya. Ziya seketika merasa tercekik ketika tangan ramping dan kuat milik Reinan terulur mencekik lehernya secara tiba-tiba. Ziya mencoba melepaskan tangan pria itu dari lehernya, namun sia-sia karena tatapan mata Reinan malah semakin dingin dan dalam seolah mengintimidasinya. “Siapa kamu sebenarnya? Zea yang sebelumnya terlalu pengecut, sangat jauh berbeda denganmu saat ini!” Ziya yang mengantikan posisi Zea tampak terkejut, sama sekali tidak menyangka kalau penyamarannya akan terbongkar secepat ini. Tidak, ini adalah kali pertama mereka bertemu, mustahil Reinan langsung bisa mengetahui identitasnya yang sebenarnya. Ziya mencoba tenang, berusaha melepaskan Reinan yang saat ini tengah menekannya di atas kasur. Membuatnya sama sekali tidak bisa bergerak bebas di bawah kekangan kuat pria ini. “Apa yang kamu katakan? Tidakkah kamu ingat kalau aku adalah istrimu?” Ziya berusaha tersenyum manis, sayangnya dia tiba-tiba merasakan panas dan tidak nyaman di sekujur tubuhnya. “Sial, minuman apa yang baru saja kamu berikan padaku?” “Bagaimana menurutmu?” bisik Reinan tepat di telinga Ziya sebelah kiri. Ziya semakin bergerak-gerak dengan gelisah, rasa tidak nyaman dan panas yang semakin menyebar ke dalam tubuhnya membuat akal sehatnya secara perlahan semakin kabur. Beberapa kali dia menggelengkan kepalanya untuk memastikan kesadarannya tidak hilang, namun embusan napas hangat milik Reinan di leher dan telinganya malah semakin membuat Ziya hampir melupakan akal sehatnya. “Kamu, pria b******n!” "Kalau begitu, dengan senang hati akan kuberitahu bagaimana sosok pria b******n yang sesungguhnya padamu,"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN