Hari guru, hari di mana murid memberikan hadiah untuk guru favoritnya. Ada yang memberikan hadiah bunga, makanan, dan lain-lain. Kali ini, seluruh siswa Harapan Jaya tentunya kelas X Pariwisata 1 sudah mempersiapkan hadiah yang menarik untuk guru yang akan mereka berikan.
Sarah sudah membeli bunga mawar merah, di tengah tangkainya dihiasi boneka teddy yang lucu. Bunga tersebut akan diberikan buat Fathan. Walaupun Pak Fathan agak kejam, sinis, dan menyebalkan, tetapi hati Sarah tidak akan pernah tertutup oleh cintanya Fathan.
"Cantik, Sar, bunganya, beli di mana?" Celutuk Ucha sambil memegang mawar merah milik Sarah.
"Beli di toko bunga, lah."
Ucha menjitak kepala Sarah dengan gemas, sedangkan Sarah langsung mengaduh kesakitan karena kepalanya dijitak dengan sadis oleh Sarah.
"Argh, sakit tahu!"
Ucha hanya tersenyum tanpa dosa melihat Sarah kesakitan.
"Oh, iya, Sar, banyak loh yang ngasih Pak Fathan bunga."
"Serius? Banyak banget ya, Cha?"
Ucha hanya mengangguk, bagi Ucha, melihat Sarah patah hati karena Pak Fathan-nya adalah hiburan tersendiri baginya.
"Iya, Sar. Mau aku temani lihat gak?"
Sarah mengangguk, lantas keduanya pun keluar dari kelas menuju ruang guru yang ramai di kelilingi oleh murid-murid.
Di depan ruang guru itu, banyak sekali murid yang mengelilingi Pak Fathan dengan modus memberikan hadiah karena hari guru. Ada yang minta groovie bareng Fathan, bahkan ada yang terang-terangan minta nomor handphone Fathan!
Suasana tiba-tiba menjadi panas. Melihat hal itu, Sarah langsung dilanda rasa cemburu yang kentara. Tapi, buat apa dia cemburu? Toh, dia sama nasibnya dengan gadis-gadis yang mengelilingi Pak Fathan, Sarah dan mereka hanya sebatas murid dan penggemarnya Fathan.
"Jadi gimana?"
Ucha mengernyit bingung, "gimana apanya?"
"Nasib bunga ini. Bunganya lebih baik dibuang atau di...."
"Dikasih sama Pak Fathan dong, ngapain dibuang. Rugi banget." Ucha menimpali.
Sarah mengangguk setuju, lagipula kalau bunganya dibuang, kan sayang sekali.
Sarah melangkah lebar ke arah Fathan. Murid di sana juga tidak lagi mengelilingi Fathan karena Fathan mengusir muridnya dengan cara halus. Karena, beliau sangat risih bila dikelilingi para muridnya yang mencari perhatian padanya.
"Hallo, Pak." Sapa Sarah saat dia sudah tepat berada dihadapan Fathan. Sedangkan Ucha menatap keduanya di samping pohon yang letaknya tak jauh dari Fathan dan Sarah.
Fathan mengerutkan dahinya, "ya, kenapa?"
Sarah tersenyum manis, lalu ia menyodorkan bunga mawar merah itu pada Fathan. Fathan menatap bunga itu dengan raut tanya. Seakan tahu arti tatapan Fathan, Sarah membuka suaranya.
"Ini buat Bapak, selamat hari guru, Pak Fathan."
Fathan mengangguk sembari tersenyum, lalu ia mengambil bunga tersebut.
"Terima kasih."
Sarah menahan nafas saat Fathan tersenyum padanya. Sarah tersenyum kikuk, lalu ia pamit pergi pada Fathan.
"Akhirnya! Bungaku diterima!"
***
"Perbanyaklah ilmu, karena dari ilmu membuat kita sukses. Terima kasih." Ucapan bijak dari Ibu Marlia sekaligus menutup pelajaran Kewirausahaan.
Setelah Bu Marlia pergi dari kelas, Sarah langsung berdiri dihadapan kelas.
"Semuanya dengarin aku mau memberikan kata motivasi buat kalian, seperti Bu Marlia yang sering memberikan motivasi kepada kita sebelum keluar dari kelas."
"Kata motivasi apaan, Sar?" Tanya salah satu teman Sarah yang bernama Rasyid.
"Janganlah memperbanyak ilmu, karena dari ilmu tersebut membuat kita menjadi pelupa. Kenapa? Karena jika ilmu terus tersimpan di dalam otak kita, maka kita jadi cepat pelupa karena ilmu yang banyak itu."
"Tahu dari mana, Sar?"
"Aku sendiri yang merangkai kalimat itu? Kenapa? Bagus, kan kata motivasinya?"
"Bagus, Sar! Aku setuju banget." Celutuk Fauzan sambil memberikan Sarah acungan jempol.
Lalu suasana kelas menjadi hening kembali. Tapi tidak membuat Sarah berhenti memberikan kata motivasi kepada teman kelasnya.
"Sekolah, apa gunanya sekolah? Sebenarnya sekolah itu gunanya mengejar ijazah. Bahkan, di antara kalian pasti sudah lupa materi pelajaran dari SD, ya, kan?"
Seluruh murid di kelas itu hanya terdiam, membuat Sarah bingung.
"Ehem." Sebuah suara menginstrupsi seluruh murid di kelas X Pariwisata 1. Sarah langsung mematung tatkala Pak Fathan berdiri menjulang di pintu.
Sarah menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal, "eh, ada Bapak."
Fathan mendecak, "Sarah, kelakuanmu di sekolah tidak bisa ditolerir lagi. Kamu memberikan motivasi yang tidak benar kepada temanmu!" Suara Fathan dingin dan tegas. Kepala Sarah langsung tertunduk.
"Saya minta maaf, Pak."
Fathan menghela nafas, "jadi menurutmu ilmu itu membuat kita menjadi pelupa?"
"Ng-nggak, Pak."
Lalu mata Fathan menatap salah satu murid yang bernama Fauzan. Yang ditatapin hanya membuang muka. Fauzan adalah anak pembangkang, maka dia tidak takut sama tatapan tajam milik Fathan.
"Kamu! Berdiri di depan, tepat di samping Sarah."
Fauzan menuruti perintah Fathan sambil mendengus, lalu sesuai permintaan Fathan, Fauzan pun berdiri di depan kelas dan berdiri di samping Sarah.
"Kamu tahu kenapa saya menyuruh kamu berdiri di sini?"
Fauzan menggeleng, "nggak tahu." Jawabnya santai.
"Karena kamu menyetujui kata motivasi Sarah. Kamu sama Sarah itu cocok sekali. Cocok dalam hal kebodohan."
Semua murid tertawa karena Fathan berkata bahwa Fauzan dan Sarah cocok. Tanpa rasa bersalah, ternyata Sarah pun ikutan tertawa mendengar celutukan dari Fathan.
"Kenapa kamu tertawa? Ada yang lucu?" Tanya Fathan pada Sarah, membuat tawa Sarah terhenti.
"Dengar ya semuanya, kata motivasi yang diberikan Sarah pada kalian itu hanya tipuan. Karena, ilmu yang kita dapatkan bisa diperoleh sampai kita tua nanti. Tanpa ilmu, kalian tidak bisa menjadi orang yang sukses. Tanpa ilmu juga, kalian tidak akan bisa memiliki apa-apa. Karena dari ilmulah kita bisa sukses. Dan ilmu, tidak akan membuat kita menjadi pelupa."
Tepuk tangan menggema di dalam kelas itu, Siska sang penggemar Fathan hanya terpesona dengan perkataan Fathan. Tiba-tiba, seseorang mengangkat tangan. Yaitu, Pangestu.
"Ya, ada yang ingin kamu tanyakan?"
Pangestu mengangguk, "lalu, gunanya sekolah apa, Pak? Kata Sarah, sekolah itu hanya mengejar ijazah."
Kena lagi, deh. Ucap Sarah di dalam hatinya.
Fathan menatap Sarah dengan tajam, "tidak, sekolah itu bukan hanya mengejar ijazah. Tetapi, dari sekolah itulah kita mendapatkan ilmu, ilmu yang kita dapatkan bisa dari buku, ataupun dari guru mata pelajaran itu sendiri. Lalu, ilmu yang kita pelajari itu akan diuji lewat ujian. Jika kalian bisa mengerjakan soal ujian tersebut, maka keluarlah nilai murni yang telah kalian isi dari soal ujian itu. Ah, kenapa kalian mesti harus dikasih tahu tentang hal ini, sih? Kalian sudah besar, seharusnya kalian bisa berpikir apa itu ilmu dan gunanya sekolah."
Fathan benar-benar pusing dengan pola pikir anak jaman sekarang. Sudah di sekolahin sama orang tuanya malah mereka tidak memanfaatkan waktu belajarnya, malah mereka tidak tahu apa tujuannya sekolah. Ck.
"Baiklah, buka buku sejarah kalian halaman 55 tentang manusia purba. Catat poin pentingnya dan jangan bising. Eki, kamu sebagai ketua kelas harus menertibkan teman-temanmu. Saya harus membawa Fauzan dan Sarah ke ruangan saya."
"Baik, Pak." Ucap Eki.
"Kalian berdua, ikut saya."
Fauzan dan Sarah pun mengikuti langkah Fathan sampai ke ruangan guru. Fauzan dan Sarah masuk ke dalam ruangan Fathan. Lalu, keduanya duduk di bangku tepat berada di hadapan Fathan.
"Pak, saya, kan cuma bilang setuju, kenapa saya juga di interogasi?"
Fathan menimbang kembali, lagian Fauzan setuju dengan kata tipuan Sarah, karena ia yakin, bukan Fauzan saja yang setuju dengan kata itu, pasti murid yang lain juga pada setuju. Namun, mereka belum bilang setuju seperti Fauzan yang harus berkoar bilang setuju itu. Lagian, Fauzan tak pantas disalahkan. Yang harus di salahkan adalah Sarah. Karena Sarah-lah yang membuat kata motivasi tidak bermutu itu pada teman-temannya.
"Baiklah, kamu boleh keluar dari ruangan saya."
Sarah hanya melongo karena Fauzan dibolehkan untuk keluar dari ruangan Fathan.
"Yess..., makasih, Pak."
Fauzan pun pergi dari ruangan Fathan. Dan kini, suasana ruangan Fathan menjadi awkward. Mata Fathan terus menatap Sarah dengan intens. Gadis yang ada dihadapannya sangat manis bila sedang diam, beda dengan sikapnya barusan, gadis itu terlihat seperti preman pasar.
"Jadi Sarah, saya mau kamu membawa orang tuamu besok. Karena tingkah lakumu bukan seperti murid lainnya."
Sarah mengangkat kepalanya, "panggil orang tua, Pak?"
Fathan mengangguk, "ya, apa perlu saya ulangi perkataan saya barusan?"
"Ah, tidak perlu, Pak. Tapi, ada hukuman lain selain membawa orang tua?"
Fathan menggeleng tegas. "Tidak,"
"Saya mohon, Pak. Bunda sama ayah sangat sibuk, mereka pasti tidak bisa datang ke sekolah. Apalagi, kemarin Ayah saya datang ke sekolah karena di panggil sama guru BK." Alibinya tapi di akhir kata bukan ayahnya yang datang, tetapi Bang Satria-lah yang datang ke sekolah.
Fathan berpikir sejenak, matanya meneliti ruangannya. Dan, ide briliannya muncul.
"Baiklah, selama sebulan saya ingin kamu membersihkan ruangan saya sehabis pulang sekolah."
"Hah? Membersihkan ruangan bapak?!"
"Oke, ditambah ruangan guru yang lain." Jawab Fathan dengan santainya, seraya menyilangkan kedua tangannya.
Sarah menggeleng. "Jangan! Cukup ruangan bapak aja. Plis, Pak."
"Ya sudah, di mulai dari sekarang kamu membersihkan ruangan saya. Jika kamu kabur, hukumanmu akan ditambah menjadi dua bulan." Ujar Fathan seraya tersenyum iblis.