Tidur pulas Reno terusik ketika ia mendengar suara ketukan di pintu kamarnya.
Pria tersebut terbangun dan kini sudah duduk di pinggir tempat tidur sambil mengucek kedua matanya. Reno melirik jam di dinding kamarnya, dan ia melihat jarum jam pendek menunjuk angka 1, sedangkan jarum jam yang panjang menunjuk angka 12. Itu artinya baru saja terjadi pergantian hari.
"Siapa?" Teriak Reno menggelegar begitu ia merasa kalau kesadarannya sudah mulai kembali. Reno membutuhkan waktu beberapa detik untuk sadar sepenuhnya dan tidak berpikir kalau ini adalah mimpi.
Reno sempat berpikir ia sedang bermimpi, ternyata sama sekali tidak, karena memang ada yang mengetuk pintu kamarnya. "Kira-kira siapa ya yang mengetuk pintu kamarnya di tengah malam seperti ini?" tanyanya dalam hati.
"Ini Nesya, bukain pintunya dong!" Yang sejak tadi mengetuk pintu kamar Renopun akhirnya memberi jawaban.
"Nesya," gumam Reno terkejut. Begitu tahu kalau yang mengetuk pintu kamarnya adalah Nesya karena itulah ia segera membuka pintu kamarnya. Nesya tentu saja tidak bisa masuk karena pintu kamarnya ia kunci. Jika saja pintu kamarnya tidak terkunci, pasti Nesya sudah memasuki kamar Reno.
Begitu pintu kamar Reno terbuka lebar, Nesya segera memasuki kamar tersebut, sesaat setelah menyapa Reno.
Reno kembali menutup pintu kamarnya, tak lupa untuk kembali menguncinya, lalu menghampiri Nesya yang kini sudah duduk di pinggir tempat tidurnya. Meskipun keadaan kamar tampak begitu temaran, tapi Reno bisa melihat dengan jelas kalau kedua mata Nesya memerah.
Jika tidur, Reno memang akan memilih untuk mematikan lampu kamar yang di gantung di atas, lalu menyalakan satu atau dua lampu yang berada masing-masing di samping tempat tidurnya.
Reno duduk di samping Nesya yang seluruh tubuhnya berbalut dengan selimut, selimut yang tentu saja Nesya bawa dari kamarnya sendiri. "Kenapa bangun? Ini masih malam loh? Lapar ya?" tanyanya beruntun.
"Hujan dan banyak petir, Nesya takut," lirih Nesya dengan raut wajah masam, dan bibir yang mengerucut.
Reno mengerjap, dan sontak melirik keluar jendela kamarnya yang memang ia biarkan terbuka. Maksudnya, gorden kamarnya yang ia biarkan terbuka, jadi ia bisa melihat dengan jelas pemandangan di luar kamar. Reno baru sadar kalau ternyata hujan sedang turun dengan sangat derasnya, di tambah dengan suara petir yang terus menggelar.
Nesya jelas takut, karena petir yang begitu terus berbunyi, seolah tak ada niat untuk berhenti.
Kini atensi Reno sudah kembali tertuju pada Nesya. "Jadi ... mau tidur di kamar Abang atau mau balik ke kamar kamu?"
Sudah bukan rahasia lagi kalau Nesya itu takut dengan petir. Sejak kecil, Nesya memang takut dengan petir, apalagi dengan suaranya yang begitu menggelegar. Suara yang mampu membuat banyak orang ketakutan sekaligus terkejut.
"Terserah Abang, toh sama aja." Menurut Nesya, tak akan ada bedanya. Mau itu tidur di kamarnya ataupun di kamar milik Reno.
"Ya sudah kalau begitu, kita tidur di kamar Abang aja ya." Reno malas pindah kamar, toh Nesya sama sekali tidak masalah kalau harus tidur di kamarnya. Sebenarnya, kamarnya dan kamar Nesya itu sama saja. Hal yang membedakan hanya warna cat dan interior, selebihnya sama.
Nesya mengangguk, lalu membaringkan tubuhnya tepat di samping Reno yang sudah terlebih dahulu menaiki tempat tidur. Kini posisi mereka saling berhadapan-hadapan dengan bantal guling yang menjadi pembatas. Yang memasang pembatas itu adalah Reno, bukan Nesya, dan Nesya sama sekali tidak merasa keberatan.
Untungnya, tempat tidur tersebut sangat luas, jadi mereka tidak akan merasakan kesempitan karena memang sangat lebar dan masih banyak space yang tersisa.
"Mau Abang peluk?" Reno tidak sungguh-sungguh, hanya bercanda. Memeluk Nesya saat perempuan itu dalam keadaan sadar tentu saja adalah keinginannya, tapi ia tentu saja tidak akan melakukan hal itu saat ini.
Jika memeluk Nesya tentu saja ia sudah sering, tapi jika memeluk Nesya ketika berada di tempat tidur, tidak pernah lagi ia lakukan. Rena tentu saja pernah melakukannya, tapi itu dulu, ketika mereka masih kecil. Saat mereka beranjak dewasa, maka hal itupun tidak lagi mereka lalukan.
Dulu saat Nesya masih kecil, Nesya sering kali menginap di rumahnya, lebih tepat di kamarnya atau bahkan akan tidur bersama dengan orang tuanya.
Nesya menggeleng, dan memilih untuk memejamkan matanya. Reno mengusap lembut puncak kepala Nesya, lalu ikut memejamkan matanya.
Tak butuh waktu lama bagi Nesya untuk kembali tertidur, dan entah Nesya sadar atau tidak, tapi semakin lama ia semakin maju, mendekati Reno. Sepertinya Nesya kedinginan, karena Nesya semakin erat memeluk selimutnya.
Reno lantas meraih remot AC yang berada tepat di atas kepalanya, lalu mematikan AC kamarnya yang sejak tadi menyala.
Reno kembali meletakan remot tersebut di atss kepalanya dan ia sangat terkejut begitu Nesya kembali maju. Bahkan kini jarak antara keduanya sudah sangat menipis, membuat Reno bisa merasakan deru nafas hangat Nesya yang kini menerpa wajahnya.
Reno menatap lamat-lamat wajah Nesya, lalu pandangannya turun menuju bibir ranum Nesya. Reno menggeleng saat bayangan dirinya yang mengecup bibir Nesya tiba-tiba melintasi benaknya.
"Bodoh, bodoh," rutuk Reno sambil terus memukul sendiri keningnya. "Jangan sampai berbuat sejauh itu Reno," lanjutnya, memperingatkan diri sendiri agar tidak melakukan hal yang memang seharusnya tidak ia lakukan.
Reno lantas memejamkan matanya, mencoba untuk kembali tertidur.
20 menit sudah berlalu dan jikaNesya sudah tertidur, maka lain halnya dengan Reno yang sejak tadi sama sekali belum tertidur.
Reno tidak bisa tidur dan itu karena perempuan yang saat ini berada satu kamar dengannya.
Mata Reno yang sebelumnya terpejam kembali terbuka dan hal pertama kali yang ia lihat adalah wajah Nesya yang berada tepat di hadapan wajahnya. Jaraknya sangat dekat, membuatnya bisa menghirup aroma tubuh Nesya yang tentu saja sangat wangi. Aroma Nesya sangat harum dan itu adalah aroma vanila. Aroma yang Reno sukai karena Nesyalah yang memakainya.
Sedikit saja Reno bergerak maju, maka hidungnya dan hidung mancung Nesya akan beradu.
Reno tak kuasa untuk menahan senyum di wajahnya begitu melihat perempuan yang ia cintai kini sedang terlelap dengan begitu pulasnya.
Entah kenapa, Reno tiba-tiba ingin sekali menjahili Nesya. Apa Nesya akan terbangun jika ia jahili? Reno akan menemukan jawabannya jika Reno sudah menjahili Nesya. Apa Nesya akan terbangun? Atau tetap tertidur?
Setelah berpikir cukup lama, Reno akhirnya memilih untuk tetap menjahili Nesya dengan cara Reno meniup wajah Nesya.
Seperti yang sudah Reno duga, perempuan itu pun terusik dengan apa yang baru saja ia lakukan. Bukannya berhenti untuk menjahili Nesya ketika melihat Nesya terganggu dengan apa yang di lakukannya, Reno malah semakin menjahili Nesya. Bahkan Reno sampai tertawa dan Reno sendiri tidak sadar akan hal itu. Reno baru sadar ketika ie mendengar sendiri suara tawanya yang begitu menggelegar. Reno segera menutup mulutnya, dengan susah payah mencoba untuk meredakan tawanya.
Astaga! Jangan sampai Nesya terbangun karena mendengar suara tawanya.
"Abang diam!" Nesya menggerutu, dan gerutuan Nesya membuat Reno terkejut.
Reno pikir Nesya sudah tertidur pulas, tapi ternyata Nesya masih sadar. Reno lantas menggerakan telapak tangannya di depan wajah Nesya, tapi Nesya sama sekali tidak membuka matanya dan malah terlihat semakin lelap. Sebenarnya Nesya itu sadar atau tidak dengan apa yang ia lakukan? Reno jadi bingung sendiri.
Reno menarik dalam nafasnya, tak pernah berpikir kalau malam ini ia bisa tidur bersama dengan perempuan yang teramat sangat ia cintai.
Reno pernah mendengar pepatah yang mengatakan kalau, kebanyakan pria berpaling karena mata, atau karena melihat perempuan yang jauh lebih cantik dari pasangannya. Tapi hal itu sama sekali tidak berlaku baginya, karena sejak dulu sampai saat ini, hanya Nesyalah perempuan yang ia cintai sekaligus perempuan yang ingin jadikan sebagai pendamping hidupnya. Perempuan yang ia harap bisa menemaninya sampai nanti ajal menjemput.
Bukan 1 atau 2, tapi ada banyak sekali perempuan yang mendekati dirinya, baik itu yang merayunya secara terang-terangan dengan mengenakan pakaian terbuka, memamerkan setiap lekuk tubuhnya ataupun merayunya dengan memberinya banyak kode-kode. tidak. Tapi Reno sama sekali tidak tergoda dengan mereka, meskipun bisa di katakan kalau mereka jauh lebih cantik ataupun dewasa dari Nesya. Baginya, Nesya adalah sosok perempuan yang ingin ia jadikan sebagai pendamping hidupnya, bukan yang lain.
Reno juga sadar dan tahu betul kalau manusia itu tidak ada yang sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik yang Maha Kuasa. Reno akui, kalau Nesya itu memiliki banyak sekali kekurangan. Nesya itu manja, ceroboh, pelupa, dan terkadang sangat menyebalkan, tapi justru hal itulah yang membuatnya jatuh cinta pada perempuan itu. Bukankah tugas setiap pasangan adalah saling melengkapi kekurangan dari pasangannya? Karena itulah Reno ingin menjadi penyempurna bagi Nesya, begitupun dengan Nesya yang akan menjadi penyempurna dirinya.
Tapi yang saat ini menjadi menjadi pertanyaannya adalah, apa semua impian serta bayangan yang kini ada dalam pikiran Reno akan terwujud? Mengingat Nesya saja sama sekali tidak tahu kalau ia memiliki rasa lebih pada perempuan itu. Rasa cinta sekaligus sayang yang begitu besar, sampai rasanya ia akan rela untuk melakukan apapun demi Nesy, lebih tepatnya demi kebahagiaan Nesya.
Reno menarik dalam nafasnya, lalu menghembuskannya secara perlahan. Pria itu mencoba menghilangkan rasa sesak yang kini ada hatinya. Entah kenapa ia tiba-tiba merasa sesak begitu ia sadar kalau antara dirinya dan Nesya tidak ada status lain selain seperti seorang adik dan juga Kakak.
Ah sudahlah, lebih baik ia tidur dari pada terus memikirkan hubungannya dengan Nesya. Besok ia hari senin, jadi nanti pagi ia dan Nesya harus bangun pagi agar tidak kesiangan.
Reno memajukan wajahnya, mengecup dalam-dalam kening perempuan yang begitu ia cintai. "Selamat tidur Sayang," bisiknya begitu bibirnya sudah tak lagi berada di kening Nesya.
Reno kembali berbaring, lalu memejamkan matanya, menyusul Nesya yang mungkin kini sedang bermimpi indah.