Desahan di Kamar Utama
Sebuah mobil sedan berwarna hitam pekat berhenti tepat di depan sebuah mansion mewah di kawasan paling elite, kota New York. Seorang wanita langsung keluar dari mobil tersebut tanpa menunggu dibukakan pintunya oleh sang supir.
Wanita itu—Elora Dashara, berjalan begitu cepat memasuki mansion dengan raut wajah datar. Di tangan kirinya terdapat iPad yang masih menyala. Kepalanya begitu tegak menatap lurus ke depan, yang menunjukkan keberaniannya.
Tatapan wanita berusia 25 tahun itu pun begitu dingin nan menusuk. Dia benar-benar mengabaikan sapaan hormat dari beberapa pelayan.
Hingga pada saat hendak berbelok menuju ke kamar utama, ketua pelayan di mansion tersebut mendadak berhenti di hadapannya.
“Nyonya, kenapa Anda kembali lagi? Apa ada yang tertinggal?”
“Menyingkir dari hadapanku.” seru Elora datar. Tidak ada penekanan sama sekali. Namun dia enggan menatap sang ketua pelayan yang tengah menunduk di hadapannya.
“Barang apa yang tertinggal, Nyonya? Akan saya ambilkan untuk Anda.”
“Apa kau tuli?” tanya Elora yang kemudian benar-benar harus menatap ketua pelayan tersebut. “Aku bilang menyingkir dari hadapanku!” teriaknya.
Ketua pelayan tersebut langsung memberikan jalan pada Elora detik itu juga. Hanya saja, ketua pelayan itu justru mengekor di belakang Elora dan terlihat berusaha untuk mencegah Elora pergi ke kamar utama.
“Nyonya—”
“Berani-beraninya kau menghalangi jalanku?!” seru Elora marah, saat ketua pelayan itu—Izza, nekat menghentikan langkahnya dengan memblokade jalan.
“Nyonya saya—”
“Kenapa? Kau mau menyembunyikan kebejatan dari tuanmu itu?” Elora menyela. Izza tentu saja terkejut dengan pupil mata yang melebar. Terlihat jelas ada ketakutan di wajahnya. “Minggir kau!” Elora mendorong tubuh Izza dengan kasar.
Sedari tadi dia harus menahan emosinya. Tapi pelayan yang satu itu benar-benar membuatnya semakin kesal. Sudah terbukti jika Izza lebih pro kepada tuan nya, dibandingkan dengan dirinya.
Berhenti tepat di depan kamar utama, Elora mendengar sayup-sayup suara yang terdengar menjijikan sekali. Suara desahan dari seorang wanita yang melengking dari dalam.
Elora kembali mengangkat iPad yang ada di tangannya dan melihat bagaimana gilanya permainan panas sang suami dengan wanita lain di dalam kamar utama. Benar-benar sangat menjijikkan!
Rasanya Elora ingin membanting iPad tersebut. Tapi mengingat bukti video cctv tersebut bisa dia jadikan bukti di pengadilan, Elora langsung mengurungkan niatnya. Meskipun tangannya benar-benar gatal ingin membanting sesuatu.
Elora masuk ke dalam kamar tersebut yang bodohnya sama sekali tak terkunci. Karena kamar utama begitu luas, dan jarak antara pintu ke ranjang lumayan jauh, tentu saja dua orang berbeda jenis kelamin yang sedang mengejar kenikmatan itu tidak sadar sama sekali, jika ada seseorang yang masuk.
“Ah, Steve!”
Elora mengepalkan tangan kanannya, begitu terdengar suara desahan seorang wanita yang dengan jelas memanggil nama suaminya—Steve. Stevan Anderson, kesalahannya yang kali ini benar-benar menyakiti hati Elora.
Elora menguatkan hati serta diri untuk berjalan menuju ranjang. Kini, begitu jelas terpampang di hadapannya dua insan yang sedang beraktivitas panas.
Elora berdiri dengan tatapan tajam. Dia meraih sebuah vas bunga yang berada di dekatnya. Dia lempar vas tersebut tepat ke atas bagian kepala ranjang. Dan lemparannya tepat mengenai dinding, yang mana membuat pecahannya terlempar kemana-mana. Bagian terpentingnya adalah, Stevan dan wanita selingkuhannya itu langsung menghentikan aktivitas panasnya.
Izza hanya bisa pasrah berdiri di ambang pintu kamar utama, sebab sudah gagal mencegah Elora agar tak masuk ke kamar. Dalam hati dia benar-benar sudah pasrah akan mendapatkan amukan dari sang tuan. Atau mungkin parahnya akan mendapatkan hukuman.
“Kenapa berhenti? Teruskan saja kegiatan panas kalian!” seru Elora, tanpa menurunkan pandangannya.
Stevan bangkit seraya memakai celana boksernya. Sementara wanita selingkuhannya bersembunyi dibalik selimut.
“Ayo keluar—”
“Jangan menyentuhku!” teriak Elora, seraya menepis tangan Stevan. “Jangan pernah menyentuhku dengan tanganmu yang kotor itu. Menjijikkan!”
“Bukankah kau bilang akan pergi berlibur? Kenapa kembali lagi?”
“Apa kau tidak merasa bersalah sudah berselingkuh di belakangku?” Elora lalu menunjuk Izza yang berdiri di ambang pintu, “dan pelayan sialan itu! Kau membayarnya untuk menutupi kebejatanmu selama aku tidak ada di rumah, iya kan?!”
“Sudah ketahuan juga, alasan apa yang harus aku katakan? Memang benar apa yang kau ucapkan.”
Sungguh, Elora tak pernah membayangkan berada di posisi yang seperti ini. Bagaimana bisa suaminya bersikap santai saat ketahuan berselingkuh? Dimana-mana pasti akan memohon maaf, tapi ini sama sekali tidak. Segila dan sebrengsek itukah suaminya?
“Pria b******k!” seru Elora. Lalu sebuah tamparan dia berikan pada Stevan. Ketika hendak kembali melayangkan tamparan, Stevan dengan cepat menahan tangan Elora. Tapi karena Elora memberontak dan hendak menarik balik tangan Stevan, iPad yang tadinya dia bawa langsung terlempar ke lantai akibat tangkisan tangan Stevan yang cukup kasar.
“Sialan kau Steve! Aku sangat membencimu! Bagaimana bisa kau membawa jalang tidak tahu malu ini kemari?! Kau dengan jahatnya mengajaknya melakukan hubungan intim di dalam kamar ini! Kamar yang menjadi tempat kita tidur bersama. Kau dan jalang itu benar-benar menjijikan!”
Elora menatap nyalang ke arah selingkuhan suaminya yang hanya diam saja. Elora tahu betul siapa selingkuhan sang suami. Wanita itu tak lain adalah sekretaris Stevan di kantor. Sudah lama dia menaruh curiga pada gerak-gerik sekretaris Stevan, dan sialnya kecurigaannya memang berdasar serta terbukti sekarang.
“Aku tidak pernah menyangka, ternyata sekretaris ini menjelma sebagai seorang jalang. Dibayar berapa kau oleh suamiku, hah?! Jawab, Mona!”
Stevan menarik lengan Elora yang hendak mendekat ke arah ranjang. “Hentikan, Elora. Sudah cukup!”
“Sudah cukup apa maksudmu, hah?! Aku yang seharusnya marah sekarang. Bukan kau!” bentak Elora dengan berani. Lalu kemudian dia menunjuk Mona yang sialnya menunjukkan raut wajah yang sangat menyebalkan bagi Elora. “Apa yang dia berikan padamu sampai kau berubah begini? Atau memang dari awal kau seperti ini aslinya?”
“Ayo keluar dulu. Kita bicara—”
“Tidak perlu menyentuhku!” Elora menepis tangan Stevan. Rasanya jijik sekali, sebab sebelumnya pria itu menggunakan tangannya untuk menyentuh dan memeta tubuh selingkuhannya. “Aku benar-benar tidak sudi kau sentuh!”
“Ini, inilah salah satu alasan kenapa aku begini. Kau sangat arogan, Elora!”
“Ck! Peselingkuh memang pintar sekali mencari alasan.” sahut Elora dengan cepat. “Aku tidak mau tahu, suruh wanita jalang itu angkat kaki dari sini sebelum aku menyeretnya!”
Setelah mengatakannya, Elora langsung berjalan menuju pintu kamar untuk keluar dari sana. Tatapan Elora begitu tajam ke arah Izza yang saat ini baru saja memberikan jalan padanya dengan kepala yang menunduk.
“Kau juga angkat kaki dari sini.”
Ucapan Elora spontan membuat Izza mendongakkan kepalanya. “Nyonya—”
“Kau tidak dibutuhkan di sini. Kau kupecat! Aku tidak sudi memiliki pekerja sepertimu!”