Hari berlalu dengan cepat, kali ini sudah suntik ketiga. Sarti melakukan dengan interval dua bulan jadi sudah enam bulan dia suntik KB.
Sarti mau pun Xavier merasa tak ada keluhan pada program KB yang mereka jalankan, jadi saat tadi Sarti ditanya oleh bidan dia jawab tak ada keluhan sama sekali, sehingga bidan masih membolehkan Sarti tetap melakukan kontrasepsi seperti itu.
≈≈≈≈≈
Saat ini di rumah keluarga Xavier semua sedang sibuk. Lusa nyonya Pricilla akan pergi bersama keluarga besar Sin yaitu keluarga besar dari dirinya.
“Sarti, karena saya pergi bersama papinya David, juga bersama keluarga saya, kamu nggak perlu ikut untuk menjaga David. Kami pergi bertiga saja,” ucap Pricilla.
“Baik Nyonya. Apa selama lima hari saya boleh pulang ke kampung?” tanya Sarti karena dia sudah tahu dari tuan Xavier bahwa mereka akan pergi selama lima hari bersama keluarga Sin. Dan nyonya Liem sebagai besan juga ikut sebagai tamu kehormatan.
“Boleh, kamu boleh pulang. Nanti saya akan bilang pada Ratna kamu saya kasih izin satu minggu pulang,” kata Pricilla.
“Ini sedikit uang jajan kamu selama satu minggu di kampung,” Pricilla memberikan beberapa lembar uang merah untuk Sarti pulang karena memang satu minggu dia tidak akan ada pekerjaan.
Hari Senin sampai Jumat David tak ada di rumah, mereka pergi hari Sabtu sampai hari Jumat kembali lagi. Hari Sabtu dan Minggu kan memang Sarti libur, jadi totalnya sembilan hari dia libur. Sarti akan beneran mudik saja. Toch kekasihnya juga pergi liburan bersama keluarga besar sang nyonya.
≈≈≈≈≈
“Ponselmu jangan pernah mati ya selama kita berjauhan,” pesanXavier pagi ini.
“Kenapa Sayang tidak berangkat bareng dengan nyonya saja?” ucap Sarti masih terengah setelah marathon ke tiga pagi ini. Xavier tak mau jeda karena akan libur lama bertemu dengan Sarti.
“Aku bilang aku akan menyusul. Aku kan butuh ketemu kamu dulu baru menyusul. Mereka berangkat habis makan siang kok, jadi nanti habis makan siang baru aku berangkat ke bandara langsung, tak perlu ke rumah Priscilla,” balas Xavier.
Mereka melakukan olahraga pagi di apartemen setengah hari ini. Xavier memanfaatkan waktu karena habis ini mereka akan libur satu minggu tidak bisa bertemu.
Keluarga SIN akan jalan-jalan ke Singapura, tentu saja Xavier dan nyonya Liem harus ikut.
≈≈≈≈≈
Di Singapura semua sangat bahagia hanya Xavier yang merasa tersisihkan, dia tidak terlalu dekat dengan semua anggota keluarga Sin dan dia malas bergaul. Xavier lebih banyak bekerja, dia membuka email di notebook.
Kalau sedang belanja dia ikut belanja dan membeli sesuatu, biasanya kebutuhannya, selebihnya Xavier hanya bekerja saja tidak memperhatikan kehebohan keluarga. Xavier berjanji akan membawa Sarti untuk jalaan-jalan ke Singapore berdua dengannya.
“Ko! Koko! Ko!” teriak adik sepupu Priscilla memanggilnya yang sedang asyik berbalas pesan dengan kekasihnya yang sedang mudik di kampungnya.
“Ada apa?” tanya Xavier.
”David jatuh dan terluka, sekarang dilarikan ke rumah sakit internasional.
Xavier langsung memasukkan ponsel ke sling bag. Dia dan sepupu Pricilla menyusul rombongan yang lebih dulu ke rumah sakit.
‘Papa ke rumah sakit, stop dulu obrolan kita ya, David jatuh,’ itu pesan Xavier pada kekasihnya.
≈≈≈≈≈
Akhirnya liburan hari itu bermuara di rumah sakit besar di Singapura, mereka semua menunggu dokter memeriksa David.
“Saya butuh darah untuk anak ini, tapi darahnya sedikit langka dan kebetulan stok di rumah sakit kami kosong. Ada yang bisa donor?” tanya seorang tim medis di rumah sakit itu.
“Saya mamanya saya bisa,” kata Pricilla cepat.
“Kita test lima orang ya Bu, karena tidak bisa satu persatu ambil sample untuk jenis yang kita butuhkan. Kita harus cari yang cocok segera.”
Akhirnya lima orang yang sedang sehat termasuk Xavier dicek darahnya oleh tim medis di sana. Tentu saja Xavier harus ikut karena di atas kertas David adalah putranya!
“Tidak ada yang cocok!” kata dokter setelah satu jam darah lima orang yang diambil tadi di test.
“Bagaimana mungkin papa mamanya tidak cocok?” kata nyonya Sin, nenek dari David
“Mana papanya?” tanya paramedis tersebut.
“Saya,” jawab Xavier.
“Di data kami malah milik Bapak sangat jauh berbeda dengan darah anak tersebut.”
“Kalau begitu sampel saya langsung test DNA saja dengan anak itu. Saya memang mencurigai dia bukan anak saya,” kata Xavier di depan seluruh keluarga SIN. Tentu saja Pricilla pucat pasi.
“Saya yakin kok rumah sakit besar seperti ini tidak akan memberi data kamuflase hasil test DNA-nya,” kata Xavier lalu dia meninggalkan ruang pemeriksaan darah. Dia tak peduli lagi soal kebutuhan darah bagi transfusi David.
Nyonya Liem dan nyonya Sin kaget melihat kelakuan Xavier tersebut.
≈≈≈≈≈
“Apa maksudmu?” tanya nyonya Liem di depan laboratorium darah.
“Itu mengapa aku tidak memberi nama Liem di belakang nama David karena sejak dia lahir aku sudah curiga. Tapi aku tak mau bikin ribut karena Mami lebih cocok sama Pricilla.”
“Lihat saja kulitnya hitam legam, kulit aku dan Pricilla mana bisa menghasilkan kulit seperti itu? Matanya nggak sipit, itu matanya Jawa atau Sunda atau apa, bukan mata kita. Rambutnya berombak mana ada keturunan kita berombak? Aku sudah curiga sejak dia lahir, tapi Mami sangat membanggakan dia, karena akan punya penerus Liem.
“Coba lakukan pemeriksaan test DNA sendiri, jangan sampai diganti. atau Mami minta sample darah David, bila dapat kita bawa ke lab yang beda dengan rumah sakit ini untuk compare. Antisipasi yang di sini di manipulasi,” ucap Xavier.
Nyonya Liem setuju dengan usulan Xavier, bergegas dia langsung menemui kepala laboratorium dan minta sedikit sampel untuk di test di tempat lain. Dia bilang untuk perbandingan bukan tidak percaya rumah sakit ini tapi agar lebih akurat.
≈≈≈≈≈
Hari keempat David dirawat, test DNA dari tempat Nyonya Liem periksa sendiri sudah keluar. Tentu saja Nyonya Liem syok karena memang David bukan cucu kandungnya.
Nyonya Liem membuat banyak copy hasil test tersebut lalu dia bawa ke rumah sakit tempatDavid dirawat.
“Ini hasil test yang aku buat di laboratorium beda dari rumah sakit ini, kita tunggu hasil dari sini apakah sama,” katanya Nyonya Liem membagikan copy-an itu kepada besannya, kepada Pricilla dan kepada para kerabat Pricilla di situ.
Tentu saja Pricilla merasa seperti di kuliti.
“Mengapa hasil lab di rumah sakit sini yang lebih dulu dibuat belum keluar ya?” tanya seorang kerabat Priscilla.
“Aku minta yang test Express di laboratorium ini. Yang di sini mungkin kemarin tidak minta yang Express,” jawab nyonya Liem.
“Oh bisa jadi, nanti aku tanya dulu sama orang lab di sini. Yang penting ada keterangan pasti bisa diambil kok,” orang tersebut langsung menuju tempat laboratorium berada.
≈≈≈≈≈
“Katanya hasil labnya sudah ada yang ambil kemarin!” orang tersebut memberi info bahwa hasilnya sudah ada yang ambil.
“Nah siapa nih yang mau mengganti data tersebut? Lihat kan hasilnya sudah diambil. Berarti ada seseorang yang ingin datanya diubah atau tidak ingin data tersebut diketahui orang lain,” kata Nyonya Liem dengan gamblang. Dia sekarang sudah tak mau lagi diam.
“Ayo Mi kita pulang saja duluan ke Indonesia, langsung kita urus surat cerai. Aku tidak mau diinjak-injak seperti ini. Ternyata selama ini aku dibuat sebagai tameng agar perusahaannya tidak jatuh ke orang lain, karena dia punya anak. Aku tak peduli lagi pada keluarga sampah ini!” kata Xavier di depan Nyonya Sin dan Priscilla serta keluarga besarnya.
Siapa yang berani membantah perkataan Xavier, kalau mereka bukan keluarga sampah, sedang bukti sudah di tangan kalau David bukan anak Xavier?
Tragedi Singapura ini membuat pecahnya keluarga Liem dan Sin.
≈≈≈≈≈
“Kenapa?”
“Besok pagi temui aku di rumah kita, penting!” ucap Xavier. Rumah kita yang dimaksud adalah apartemen Xavier.
≈≈≈≈≈