17. Fakta yang Sebenarnya

1285 Kata
Elsa melirik Jeva yang saat ini berbaring di atas tempat tidur. Jeva sedang beristirahat dan izin tidak masuk kantor. Semalaman Jeva terus terjaga dan baru bisa tidur saat obat tidur yang ia minum mulai bekerja. Jeva memang selalu bermimpi buruk jika ia tidak meminum obat tidurnya. Semenjak mereka tinggal bersama, baru dua kali Jeva mengigau dalam tiduran. Saat pertama kali pindah ke apartemen ini dan tadi malam. Elsa menatap Jeva prihatin, ia tidak menyangka bahwa Jeva bisa semenderita ini. Perempuan itu berjalan mendekati Jeva lalu membenarkan letak selimut yang menutupi tubuh rapuh perempuan itu. “Aku berangkat kerja dulu,” bisik Elsa pelan sebelum meninggalkan Jeva sendirian. Terdengar bunyi bip yang menandakan bahwa Elsa sudah pergi dari apartemen. Jeva membuka kedua matanya, ia tadi memang pura pura tidur. Perempuan itu bangkit duduk, ia mengusap rambutnya ke belakang. Sejak semalam ia memikirkan tentang Daska dan kembarannya. Selama ia mengenal Daska, tak pernah sekalipun pria itu membahas masalah kembaran atau apapun itu. Ia tidak pernah menyebutkan tentang Prasta. “Tunggu! Prasta?” gumam Jeva pelan. “Jangan jangan...” Perempuan itu tak sanggup meneruskan ucapannya. Jeva teringat saat Belva menceritakan tunangannya yang bernama Prasta. Dia juga teringat saat Daska mengatakan dekat dengan tunangan Belva. Semua hal yang terkait dengan Prasta perlahan mencuat di ingatan Jeva. “Oh, astaga, jadi Prasta ini adalah tunangannya Belva. Dia calon suami Belva,” gumam Jeva pelan. Aku tidak bisa memberi tahu mereka. “Karena mereka kembar. Alasan kenapa pada saat itu Belva tidak bisa memberitahu mereka adalah karena mereka kembar. Ya Tuhan, bagaimana bisa serumit ini?” ujar Jeva nelangsa. Semua teka teki yang terjadi selama ini akhirnya terpecahkan. Belva tunangannya Prasta dan Prasta adalah kembarannya Daska. Sementara Daska menghamili Belva, sehingga Belva tidak bisa mengatakan yang sebenarnya kepada Prasta. “Sekarang aku harus bagaimana? Bagaimana cara menghadapi mereka berdua?” Jeva bertanya entah kepada siapa. ***** Elsa menelfon Jeva setelah tiba di kantor. Ia hanya ingin memastikan bahwa Jeva menghabiskan bubur yang ia buat sebelum berangkat tadi. Perempuan itu menekan tombol lift dan menunggu di depan lift. “Ya sudah, nanti aku akan mengatakan kepada Ervan kalau kau cuti. Sekarang kau habiskan bubur buatanku setelah itu istirahat,” celoteh Elsa mulai cerewet layaknya ibu ibu yang menasehati putrinya. Ting! Pintu lift terbuka dan Elsa masuk ke dalam lift. “Hehm, baiklah. Kau tenang saja, aku akan mengurus semuanya,” ocehnya sembari menekan angka 37. “Tunggu!” teriak seseorang sebelum pintu lift tertutup rapat. Elsa yang mendengar teriakan tersebut sontak menekan tombol supaya lift tidak jadi menutup. Seseorang masuk ke dalam lift dan lift kembali menutup. Elsa menatap orang itu dengan raut terkejut. Ia sibuk menerka apakah pria di hadapannya ini Prasta atau Daska. “Ehm.” Pria itu berdehem karena Elsa terus melihat ke arahnya. Elsa mengalihkan tatapannya ke arah lain, ia bergerak salah tingkah karena ketahuan mengamati pria itu. “Ehm, Pak...” “Oh, bukan. Saya Daska, kepala divisi keuangan yang baru,” jawab Daska tersenyum memperkenalkan dirinya. “Oh, Pak Daska, kepala divisi keuangan,” gumam Elsa pelan. “Tunggu! Apa?” teriaknya kemudian lantaran terkejut. Itu artinya Daskan akan menjadi atasannya Jeva. Oh, ya Tuhan! “Kenapa? Apa ada yang salah?” tanya Daska tak mengerti kenapa perempuan di hadadapannya ini terkejut. “Tidak.” Elsa dengan cepat menggeleng. “Tidak apa apa,” imbuhnya kemudian tersenyum kaku. Ting! Lift berdenting sebelum terbuka di lantai 37. “Permisi, Pak,” ujar Elsa buru buru keluar ruangan lalu berbelok ke lorong kiri menuju divisi pemasaran. Daska menatap heran perempuan yang melipir pergi itu. Ia kemudian ikut keluar karena mulai hari ini ia akan bekerja di lantai ini. Daska berbelok ke lorong kanan lalu masuk ke ruangan divisi keuangan. Elsa melirik Daska yang baru saja masuk ke ruangan divisi keuangan. Dia sejak tadi bersembunyi dibalik lorong yang mengarah ke divisi pemasaran. Perempuan itu menggigit kukunya lantaran bingung dan panik. Jika Daska menjadi kepala di divisi keuangan, itu artinya Jeva akan bertemu dengan Daska setiap hari. “Ini berita buruk,” gumam Elsa pelan. Perempuan itu segera mengambil ponselnya di dalam tas, berniat menghubungi Jeva. “El! Kenapa masih di sini?” tegur Galisa, rekan kerja Elsa. Elsa mengurungkan niatnya untuk menelfon Jeva. “Hah? Ehm, aku...” Elsa bingung harus menjawab apa. “Ayo masuk ke dalam! Mrs. Kang sudah ada di ruangannya!” ujar Galisa mengajak Elsa masuk ke dalam ruangan karena atasan mereka sudah datang. Mau tidak mau Elsa harus masuk ke dalam ruangan atau dia akan kena marah atasannya. ***** Prasta melirik jam di pergelangan tangannya, ini sudah dua jam semenjak ia mewawancarai calon sekretaris barunya namun sampai detik ini ia belum menemukan calon yang pas. Selalu saja ada yang kurang dan membuatnya tidak ‘srek’. “Apa hanya ini?” tanya Prasta kepada Jesi, asistennya. Ia memijat pelipisnya pelan. “Iya, Pak,” jawab Jesi mengangguk membenarkan. Prasta menghela nafasnya lelah. “Semuanya tidak ada yang cocok. Aku ingin kau mencari calon yang lain,” perintahnya kemudian. “Ehm, tapi pasti akan membutuhkan waktu yang lama, Pak. Apa untuk sementara waktu, kita memilih calon yang ada saja?” Jesi memberikan saran. “Apa tidak ada calon yang lain? Pegawai kita yang lain. Kasihan kalau mengambil dari salah satu pelamar saat ini,” ujar Prasta kemudian. Jesi diam sejenak, ada benarnya ucapan Prasta barusan. “Baik, Pak. Aku akan melihat background dari pegawai kita,” ujarnya kemudian. “Ya sudah. Umumkan bahwa tidak ada yang diterima.” Setelah itu Prasta keluar dari ruangan, ia berhenti sejenak di ambang pintu. Tiba tiba ia teringat saat wawancara sekitar satu bulan yang lalu. Saat ia melihat perempuan itu, Jevara. Perempuan yang sampai saat ini membuatnya penasaran. “Ada apa, Pak?” tanya Jesi karena melihat Prasta berdiri di ambang pintu. “Aku ingin kau mencari tahu tentang pegawai kita yang bernama Jevara. Kalau memang memungkinkan, jadikan dia sebagai sekretarisku,” ujar Prasta sebelum pergi meninggalkan ruangan. Jesi menatap atasannya dengan raut wajah bingung. Ia mengangkat bahunya tak acuh dan bergegas melakukan apa yang di perintahkan Prasta tadi. Prasta sampai di dalam ruangannya dan ia melihat Daska sudah duduk manis di sofa. “Kalau kau lupa, tempat kerjamu di lantai 37 dan bukannya di sini,” cibirnya sarkas. Pria itu menaruh beberapa berkas di atas mejanya. “Ck, aku datang ke sini karena ingin mengajakmu makan siang,” oceh Daska sewot. Prasta diam sejenak. “Baiklah,” ujarnya kemudian menerima tawaran Daska. “Secepat ini kau menerima tawaranku? Aneh, aku mencium ada sesuatu yang tidak beres,” oceh Daska penuh selidik. “Terserah kau saja,” sahut Prasta tak acuh. Pria itu keluar ruangan meninggalkan Daska. “Yak! Tunggu aku!” seru Daska mengejar Prasta yang sudah keluar ruangan. Mereka berjalan berdampingan menuju lift lalu turun ke bawah ke lantai 50. Begitu sampai di kantin, mereka memesan makanan yang sama lalu mengambil tempat duduk tak jauh dari pintu masuk kantin. Prasta menoleh ke sekitar, ia tak menemukan sosok yang ia cari. Sembari makan, ia terus mengamati setiap orang yang keluar dan masuk kantin, namun ia tetap tidak bisa menemukan Jeva. Bahkan perempuan yang biasanya bersama Jeva juga tak terlihat ada di kantin. “Kau mencari seseorang?” tanya Daska melihat gerak gerik Prasta yang aneh. “Tidak.” Prasta menggeleng pelan. Ia pura pura fokus pada makanannya. Mereka makan dengan tenang. Tak mengacuhkan para pegawai DoubleU yang masih menatap mereka dengan tatapan memuja karena terpesona dengan ketampanan mereka berdua. Sampai akhirnya mereka selesai makan. Mereka segera meninggalkan area kantin karena semakin risih dengan tatapan dan bisikan bisikan pegawai perempuan tentang mereka. Daska sekali lagi melihat ke seluruh ruangan, lalu ia kembali melanjutkan langkahnya. “Aku tidak menemukan perempuan itu hari ini,” gumam Daska dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN