Waktu makan malam akhirnya tiba. Carlo sudah siap dengan tuxedo pesanan khusus buatan tangan. Saat ini dia duduk menunggu Mega yang bersiap. Koran di tangannya dan sekarang dia nampak tidak terganggu dengan berapa banyak waktu yang dibutuhkan oleh Mega untuk bersiap - siap. Tidak ada omelan maupun hinaan. Juga tidak ada intervensi dalam memilih busana yang akan dikenakan oleh Mega. Semua sudah berubah.
Yang ada Mega menikmati waktunya dengan leluasa. Dia memilih apa yang ia sukai untuk dikenakan. Ini membuatnya merasa hidup dan memiliki harga diri yang sudah lama hilang akibat kekerasan verbal Carlo.
"Maaf sudah membuatmu menunggu lama. " Mega turun dari tangga dengan perlahan.
Carlo mengangkat kepalanya ke arah tangga di mana Mega turun. Detik itu pula dia ingin mengumpat karena sesuatu di antara pahanya bereaksi. Benda itu tidak pernah gagal menyiksa Carlo di saat terpenting. Kini Carlo harus mati- matian untuk tidak terganggu oleh gadis luar biasa seksi di depannya. Sebenarnya dia tidak bisa menyalahkan semuanya pada benda yang hidup dan tidur tanpa bisa ia kontrol. Pemandangan Mega yang sangat seksi dengan gaun kebaya merah itu merupakan stimulus libido yang bagus. Tubuhnya meliuk dan menonjolkan bagian feminim dari Mega. Auranya bahkan nampak jelas dengan baju tradisonal yang dimodifikasi secara modern.
Yah, segala hal yang nampak pada Mega tidak bisa lepas dari kata seksi dan wow. Pinggulnya yang meliuk di hias kristal untuk menutupi kulitnya yang agak terbuka tapi tertutup sampai ujung kaki. Entah itu warna kulit atau memang kulit asli yang pasti belahan gaunnya hanya berada di salah satu kaki dan menyembunyikan kaki yang lain--- membuat siapapun penasaran. Itu membuat tantangan tersendiri bagi pria untuk mengintip kaki jenjangnya.
"Tidak ada yang perlu dimaafkan. Gadis memang membutuhkan waktu lebih banyak untuk berdandan. "
Mega tersenyum kecut. Dia kembali merasakan hatinya berdenyut sakit karena reaksinya sangat berbeda dengan dulu. Jika dulu Carlo sangat terganggu dengan caranya berdandan. Dia akan melontarkan umpatan maupun cemoohan. Menyebutnya jalang atau murahan. Membuatnya merasa tidak berharga sama sekali dan tidak pantas mendapatkan kebaikan. Apalagi pria ini ternyata ingin membuat dirinya menjadi seperti Monica yang nampak polos.
"Tunggu apa lagi? Ayo kita pergi. "
Carlo yang biasanya mendahului Mega mengulurkan tangan untuk menggandeng tangan wanita yang masih menjadi istrinya. Akan tetapi Mega yang terbiasa ditinggal Carlo tidak menyadari jika Carlo mencoba bersikap gentle--- segera meninggalkan Carlo dan berjalan pelan menuju ke mobil mobil. Dia masih tidak bisa menahan emosinya saat ini karena teringat masa lalu. Mega ingin segera berangkat agar tidak teringat masa lalu yang kejam.
Carlo tahu jika Mega tidak menyadari dirinya menawarkan lengannya. Dia tahu jika sudah menciptakan kebiasaan buruk sehingga Mega sudah terbiasa dengan perilakunya yang buruk. Jadi melihatnya, Mega berpaling tanpa menghiraukan diri Carlo tidaklah mengherankan.
'Aku pantas mendapatkannya, ' batin Carlo. Dia pun mengikuti langkah Mega yang sudah lebih dahulu menuju mobil.
Di depan teras, Mercedez sudah menunggu keduanya. Supir segera membuka pintu ketika melihat Mega menuju ke arahnya. Terlebih gadis itu sangat suka tersenyum dan mengobrol dengan mereka setelah awal pernikahan.
"Kau nampak sangat cantik nyonya, " puji Renaldi.
"Terima kasih Mas Renaldi. " Usia Renaldi memang tidak terlalu tua. Jadi Mega tidak memanggilnya 'mang' seperti pada mang Asep.
Tak lama kemudian Carlo tiba dan masuk mabil. Ini membuat Renaldi nampak canggung meski sudah terbiasa melihat mereka masuk mobil dengan cara terpisah. Hanya saja kali ini yang nampak enggan mendekat adalah Mega. Sedangkan tuannya menampilkan wajah sendu dan tertekan.
'Sepertinya arah angin mulai berubah,' batin Renaldi.
Renaldi pun masuk mobil dan memulai tugasnya. Meski sesekali dia melirik karena penasaran dengan pasangan ini tapi dia berusaha untuk profesional. Tugasnya memang bukan mengurusi masalah rumah tangga orang yang mengajinya melainkan mengantarkan mereka dengan selamat sampai tujuan.
Terjadi kesunyian ketika mobil mewah itu melaju menuju gedung pesta. Baik Mega maupun Carlo tidak ada yang ingin memulai. Pasti karena ulah Carlo dulu yang pernah membentak Mega saat akan mengajak bicara di mobil. Sejak saat itu Mega tidak pernah mau memulai percakapan jika berada di mobil. Dia takut Carlo akan marah, jadi diam di mobil sudah menjadi kebiasaan Mega sejak saat itu.
Selama perjalanan Mega hanya memainkan ponsel seperti yang sudah- sudah. Dia ingin mengusir rasa bosannya ketika mobil harus melewati kemacetan. Yang berbeda, Carlo nampak ingin memulai percakapan dengan istrinya itu. Akan tetapi dia tidak memiliki ide bagaimana cara memulai percakapan.
"Mega, apa kau membutuhkan sesuatu? Jika ada, katakan padaku maka aku akan memenuhinya," ucap Carlo.
Mega mengerutkan kening. Pertanyaan Carlo sangat tidak masuk akal. Memangnya apa yang dibutuhkan wanita di dalam mobil yang sedang berjalan.
"Ya, aku membutuhkan ketenangan. " Mega menjawab sambil menunjukkan hpnya pada Carlo. Itu adalah sebuah isyarat jika dia sedang mengirim pesan pada kekasihnya.
Carlo tertohok oleh ucapan Mega. Dia merasa bodoh karena pernah mengatakan hal tersebut pada Mega dulu, dan kini ia harus merasakan perasaan Mega yang dulu ia abaikan sekaligus bentak.
"Baiklah. Maaf."
Mega diam- diam tersenyum senang. Rasanya sangat menyenangkan diperhatikan oleh Carlo. Dia memang sengaja melakukan itu agar Carlo memperhatikan. Saran yang ia dapatkan dari Ian memang tidak salah. Carlo adalah pria yang mendekat jika dijauhi dan menjauh jika didekati. Oleh karena itu Mega harus bermain tarik ulur pada pria itu. Kadang ia main panas dan kadang bermain dingin. Jangan sampai membuat Carlo bosan dan harus menjaga pria di sampingnya penasaran padanya.
Hotel tempat pesta terlihat. Kali ini Mega menggandeng lengan Carlo untuk image yang baik. Ini juga kesepakatan yang telah mereka setujui. Keduanya tampil dan tersenyum pada tangan kanan yang menyambut mereka.
Mereka berdua menuju ke ballroom, tanpa diduga, Monica sudah di sana. Tidak seperti penampilan Mega yang mengundang hasrat meski berpakaian tradisional yang dipadu modern. Monica tampil dengan riasan sederhana di baju mewahnya. Sayangnya dia tidak menjadi pusat perhatian karena kebanyakan dari mereka sudah bosan melihat gadis sok polos tapi ambisius.
Banyak yang berpikir jika Monica tidak sepolos itu. Dia adalah gadis ambisius di balik wajahnya yang lembut. Hal yang membuktikan adalah keinginan Monica yang menolak menikah demi karier. Juga cara dia mendekati beberapa kolega kenalan Carlo. Gadis itu memiliki lebih banyak pikiran dari pada yang nampak di permukaan.
"Monica, aku senang bertemu dengan mu."
Mega kembali berperan menjadi istri yang baik. Dia menyapa Monica yang berbinar menatap Carlo. Wajahnya nampak malu -malu dan cantik. Sungguh perwujudan gadis naif yang hidup di dunia modern.
Entah kenapa justru Carlo yang lupa menyapa Monica. Mega bahkan menyikut pelan Carlo untuk menyadarkannya.
"Hai Monica, kau terlihat cantik."
Carlo maju, meraih tangan Monica dan melontarkan pujian itu sambil mencium tangan Monica.
Tak ingin makan hati, Mega berpamitan. "Aku akan meninggalkan kalian di sini. Ada yang harus aku lakukan. "
Carlos tersentak saat Mega menepuk pundaknya. Barulah ia sadari jika dia terus memegang tangan Monica dari tadi. Sesuatu yang seharusnya tidak ia lakukan di depan semua orang.
"Mega..." Carlo hendak mencegahnya. Namun terlambat. Sosok pria yang ia kenal mendatangi Mega. Dia memeluk istrinya dan mencium pipinya. Lalu melakukan hal- hal lain seperti seorang kekasih.
Perasaan Carlo sangat buruk ketika melihat hal itu semua. Dia bahkan hampir lupa jika ada Monica di depannya. Tangannya mengepal menimbulkan tonjolan urat di tangannya.
"Sepertinya kau ingin mendatangi istri mu. Jika demikian aku akan pergi." Monica menarik tangannya sedikit keras. Ada rasa jengkel di hatinya karena Carlo memperhatikan wanita lain selain dirinya. Padahal selama ini dia seratus persen yakin jika Carlo akan menceraikan Mega dan melamarnya.
Carlo lagi -lagi tersentak. Dia kebingungan dengan perasaannya sekarang. "Oh, tidak. Bukan itu. Em, sepertinya ada yang harus kita bicarakan. "
Carlo akhirnya memastikan dirinya untuk tidak goyah. Dia harus menjelaskan pada Monica.
"Apa itu...?" Monica sedikit tertarik pada ucapan Carlo. Sayangnya pria itu justru menatap ke arah Mega dan Ian saat berkata ingin mengatakan hal penting padanya.
Monica mau tak mau melihat ke arah Mega. Ternyata mereka sedang berdansa. Tidak hanya itu, sikap Meganm yang malu -malu dan Ian yang seperti predator seolah mengindikasikan jika ada sesuatu di antara mereka.
"Lebih baik aku pergi menyapa tamu lain..." pamit Monica pada Carlo.
Carlo menyerah karena memang tidak bisa fokus pada Monica. "Aku akan segera menemui mu. Ku rasa aku memiliki urusan. "
"Tentu saja."
Carlo menuju ke arah Mega yang sedang berdansa. Darahnya mendidih ketika tangan Ian ada di pinggul Mega. Tak hanya itu, Mega bahkan menyandarkan kepalanya pada d**a Ian. Istrinya itu mengabaikan tatapan bingung seluruh tamu yang hadir.
'Beruntung tidak ada wartawan yang diijinkan masuk ke ballroom. '
"Sayang, ku rasa ini waktunya kau berdansa dengan ku."
Mega dan Ian menoleh. Mega pun menunjukan wajah protes, begitu pula dengan Ian. Namun Carlo tetap meraih tangan Mega dan memutarnya ala dansa waltz.
Mega mengikuti arus yang diciptakan Carlo. Dia pun mulai bersikap biasa seperti seorang teman pada Carlo. Mega juga penasaran kenapa Carlo meninggalkan Monica dan justru berdansa dengannya.
"Bagaimana, apa kau sudah memberitahu Monica tentang kita?" Tanya Mega.
"Belum. "
"Lho kenapa?"
"Aku lebih penasaran pada pria yang menjadi kekasihmu." Carlo sangat kesal karena baru tahu jika prua itu adalah Ian. Temannya yang tidak kalah darinya.
"Kau sudah merebutku darinya..." Megan pura-pura cemberut.
Mata Carlos meredup. Dia sama sekali tidak menyangka jika Ian Neeman Admadja adalah kekasih Mega.
"Oh, ternyata dia adalah Ian."
"Yah, apa boleh aku mengajaknya ke mansion malam ini?" tanya Mega.
Mau tak mau Carlo mengangguk. Sebab jika dia menolak maka Carlo akan melanggar ucapannya sendiri. Dia sudah tidak bisa berpikir jernih dan hanya bisa menyetujui apa yang Mega inginkan.
"Ya." Carlos menarik nafas panjang lalu melanjutkan ucapannya. "Itu bagus, aku akan mengundang Monica juga."
"Yeay. Akhirnya..." pekik Mega pelan seolah sangat bahagia. Walau sebenernya sikapnya hanyalah akting semata.
Begitu pula dengan Carlo, dia pura - pura tenang. Menyembunyikan rasa cemburu yang mencabik - cabik dadanya. Ini lebih buruk dari pada ditinggal oleh Monica ke luar negeri dulu. Sekarang dia harus merasakan apa yang pantas ia dapatkan.
Keduanya pun berdansa dengan putaran kemunafikan yang melingkupi. Memasang topeng bahagia padahal hati tersiksa.
Tbc.