Rasa Penyesalan

2097 Kata
Awalnya Mega ingin segera bertemu dengan Ian Atmadja yang merupakan salah satu rekan kerja Carlo. Akan tetapi dia berniat melihat butik tempatnya bekerja dulu. Jadi Mega memutuskan untuk pergi ke Mall yang berada di pusat kota Jakarta. Ternyata selama dua tahun terakhir ada banyak yang berubah. Toko - toko di sana semakin banyak dan dekorasinya juga berubah sesuai tema yang diusung untuk memperingati. Akan tetapi langkahnya berhenti begitu melihat sosok yang sangat ia kenal. Yang tak lain adalah Carlo dan juga Monica. Mereka nampak bahagia bersama, rupanya Carlo menemani Monica belanja bersama dengan Renaldi yang bertugas membawa tas belanjaan dari Monica. Hati Mega kembali tertohok akan kenyataan yang harus ia lihat. Di telisik dari segi manapun mereka terlihat saling mencintai. Belum pernah Carlo tersenyum bahagia seperti ini jika bersamanya. 'Sumber kebahagiaan Carlo memang Monica.' Mega merasa jahat karena mengancam Carlo akan menghancurkan kerier Monica karena sakit hati pada Carlo. Juga mengajukan syarat tak masuk akal hanya karena ingin mengulur waktu perceraian mereka dan merasakan bagaimana rasanya dimanja Carlo. Padahal dia tahu jika hati Carlo hanya untuk Monica. Yah, sebenarnya Monica membuat syarat aneh yang menginginkan Carlo menggendongnya, selain untuk mengembalikan harga dirinya--- ini juga sebagai cara untuk merasakan bagaimana rasanya dimanja Carlo. Rupanya hal tersebut membuatnya semakin rendah dan menyedihkan. Akhirnya dengan langkah gontai, Mega meninggalkan Mall dan memilih jalan lain. Rupanya kehadiran Mega diketahui oleh Renaldi. Diam - diam dia memberi tahu Carlo akan kehadiran Mega yang melihat ke arah Carlo dan Monica. ''Tuan, tadi Nyonya Mega melihat ke arah sini lalu pergi..." bisik Renaldi di sela acara Monica yang memilih tas bermerk. Mata Carlo membola saat Renaldi mengatakan hal tadi. Dia tidak menyangka jika Mega akan ke sini dan melihatnya memanjakan Monica di saat dia tidak pernah mendapatkan nafkah darinya. Carlo sangat khawatir jika rencana untuk berbaikan dengan Mega hanya tinggal rencana belaka. "Kita pulang..." tegas Carlo yang mendadak ber- mood buruk. Monica langsung melancarkan aksi manyun yang dulu nampak lucu bagi Carlo. Sayangnya sekarang dia sangat muak dan ingin sekali membentak Monica. "Tapi... aku belum selesai memilih barang, " tolak Monica. Karena tidak ingin meledak di sini, Carlo hanya meninggalkan Monica menuju depan. Dan mau tak mau Renaldi mengikuti langkah Carlo yang demikian. Dia adalah anak buah Carlo bukan Monica jadi dia tidak ragu untuk meninggalkan gadis yang sok imut itu. Monica tidak menyangka jika Carlo menjadi kesal. Entah apa pemicu dari kemarahan Carlo yang pasti Monica terkejut karena untuk pertama kalinya Carlo marah padanya. "Carl, kenapa kamu marah?" Carlo yang ber mood buruk hanya terdiam dan berkata dengan dingin, "Aku lelah." Ucapan itu membungkam bibir Monica. Ada rasa tidak nyaman karena sikap Carlo yang mendadak dingin. Dia pun segera menggandeng tangan Carlo dan mengatakan kata - kata manis. "Maafkan aku yang tidak mikirin kalau kamu lelah ya... Harusnya aku tahu jika kamu lelah karena sudah bekerja tadi." Carlo hanya menepis tangan Monica dan masuk ke mobil yang Renaldi bawa di depannya. Pikirannya kalut saat membayangkan kembali perasaan Mega saat ini. Dia pun menyesali apa yang terjadi, seharusnya dia tidak luluh pada air mata Monica sebelum perceraian. Deg. Perceraian? Kata itu menghujam dengan kejam jantung Carlo. Dia mulai berpikir apa yang ia dapatkan jika bercerai dengan Mega. Dia sudah lupa jika alasannya bercerai dengan Mega adalah agar bisa menikah dengan Monica. "Semua ini bisa membuatku gila." Mega Pov. Gedung Gold Empires tidak pernah gagal membuat seseorang terkagum- kagum. Gedung ini adalah milik salah satu rekan Carlo, Ian Atmodjo Neeman. Salah satu bachelor impian wanita yang menggeser posisi Carlo karena menikah denganku. Aku ke sini karena tahu jika dia membutuhkan desainer untuk iklan produk terbarunya. Dan itu adalah keahlianku yang bisa aku manfaatkan untuk mendapatkan pekerjaan. Aroma jalanan yang kuat di depan gedung Gold Empires tersapu oleh kesegaran pendingin udara begitu kakiku masuk melewati pintu kaca ganda yang terbuka dan tertutup secara otomatis. Aku seperti masuk ke kerajaan jaman pertengahan karena keantikan interior yang tersaji di lobi. Lukisan di langit-langit juga lampu kristal mewah yang digantung di lobi berpilar tinggi ini. Karpet yang terhambar di lobi ini bahkan terasa lembut di stiletto - ku. Penjaga pintu menunduk hormat sebagai salam pada setiap pengunjung. Yang aku yakin jika itu adalah salah satu job desk mereka. Aku mengambil langkah ke kiri lobi gedung, resepsionis menyapaku dengan ramah saat aku melangkah menuju ke arahnya. Dia seperti sudah mengenaliku saat pertama kali aku datang. Mereka menyapaku dengan sopan dan dengan sikap sempurna menjawab pertanyaanku. "Ada yang bisa aku bantu nyonya? " tanya receptionis bername tag Susi. "Ya, aku ingin bertemu dengan Ian. Tolong sampaikan padanya. " "Baik, mohon ditunggu, "jawab Susi ramah. Bukankah suatu keistimewaan jika seorang pencari kerja bisa menemui pemilik gedung sekaligus CEO perusahaan ini. Ya aku beruntung status nyonya Carlo masih aku bawa, jadi resepsionis tidak ragu menghubungi sekretaris Ian. Sikap sopan mereka memang merupakan protokol kerja, tapi membuat asisten Ian datang sendiri menjemputku bukan hal biasa. Aku jadi merasa bersalah, sembari berdoa dalam hati agar Ian tidak menendangku akibat datang mencari kerja. Padahal dia sudah memperlakukanku istimewa dengan menyuruh asistennya turun sendiri menjemputku. Pria berkulit cokelat gandum menuju ke arahku dengan senyum satu simpul. Dia nampak hangat di setiap tindakannya yang cekatan. Sikapnya profesional dan nampak bisa diandalkan. "Silakan ikut denganku, Nyonya. " "Terima kasih em--" "Nicolas, Nyonya. " Nicolas menuju ke lift khusus, dia mengeluarkan kartunya dan memasukkan ke id card lift. Aku merasa bersalah karena merasa tidak berhak mendapatkan kehormatan itu. Padahal di sini aku sedang mencari pekerjaan. "Sambutan ini terlalu berlebihan untukku. " "Nyonya adalah tamu tuan Ian. Tidak ada yang berlebihan. " Oh tentu saja, jika aku adalah pencari kerja tidak mungkin Nicolas yang menjemputku. Bisa jadi petugas keamanan yang datang dan menyeretku keluar sebelum bertemu Ian. Kami tiba di kantor Ian. Di sana, sekretaris berwajah manis yang nampak dari suku manise menyambutku. Dia memberi tatapan menyelidik lalu tersenyum ramah. Senyumnya sangat manis dan menyenangkan. Ada lesung pipit di pipinya. "Selamat pagi, Nyonya. " Aku melihat kartu pengenalnya sebelum menjawab. "Selamat pagi, Grace Mahondo. " Nicolas membuka pintu dan masuk, mau tidak mau aku harus siap bertaruh dengan keberuntunganku untuk mendapatkan pekerjaan. Desain yang sudah aku rancang khusus semalaman ketika mengetahui semua fakta yang ada, mendorongku mengeluarkan segala kemampuanku untuk membuat sketsa desain dan proposal untuk Ian. Semoga usaha ku tidak sia - sia. "Aku tau kau akan datang menemuiku. " Apa? Apa maksud ucapannya itu? Mengapa dia bicara seperti itu tepat satu detik kedatanganku. Terlebih dia memunggungiku untuk melihat jantung kota Jakarta. Meski aku tidak menampik betapa wah dirinya saat ini. Pria itu seolah mampu menguasai kota ini. "Maaf? " Ian berbalik menghadapku hingha ia memunggungi jendela berbahan kaca tebal yang menjulang tinggi hingga ke atap juga melebar hingga ujung tembok. Dia semakin tampan karena cahaya dari luar jendela berpendar hingga membuat Ian seolah ilusi. "Aku tau kau akan datang karena melihat iklanku, Mega. Aku bersyukur kau bukan orang yang selama ini dipikirkan orang- orang dan yang aku pikirkan. " Okey, aku bingung dengan opini positif orang ini. Untung tampan jadi aku bisa berlama- lama menatap wajahnya yang enak dilihat. "Aku masih belum mengerti maksudmu tuan Ian. Memangnya apa yang dikatakan orang- orang?" tanyaku penasaran. Barang kali aku terlalu sibuk dengan kehidupanku yang berantakan sehingga melupakan kehidupan sosial dan gosip. Jadi tidak mendengar apapun yang orang lain pikirkan. "Lupakan omongan mereka, yang penting aku tau jika kau tidak gila harta dan menuntut uang Carlo saat bercerai. Kehadiran mu di sini adalah buktinya. " Aku terdiam. Ini bearti orang-orang sudah memperkirakan jika aku dan Carlo akan bercerai. Aku menebak jika itu karena kemunculan Monica yang mengejutkan kemarin malam. Tidak ada gunanya menyangkal atau bersikap sombong. Aku bukan mengemis dan bukan meminta dikasihani. Jadi mengutarakan niatku secepatnya akan lebih baik. "Jika demikian kau pasti tau jika aku mencari kerja. Dan sedang ingin memberi rancangan desain dan proposal." Ian tidak berpaling dariku. Dia hanya menunjuk mejanya dan memberi perintah. "Letakkan di sana. " Aku tidak menunggu lama untuk melakukan apa yang ia perintahkan. "Baik. " Ian akhirnya berbalik ke arahku. Tubuhnya yang dibiaskan oleh cahaya dari jendela berkaca tebal dan luas hampir membuatku melongo. Aku bahkan hampir tidak mempercayai penglihatanku. Carlos memang pria tampan yang bertubuh sempurna. Tapi Ian, penuh dengan aroma jantan yang mengeluarkan feromon. "Apa kau tidak ingin mempertahankan Carlo, Mega? " sebuah pertanyaan yang aneh. Mengapa ini berjalan ke arah yang tidak terduga. Apakah Ian mencoba mencampuri urusan rumah tangga ku? "Apa kau mencoba masuk dalam urusan kami, Ian. Aku tau kau teman Carlo tapi ada batasan---" "Kau sangat mencintai Carlo, Mega. Saat ini hatimu sedang mengalami penyangkalan agar tidak terlalu terluka, tapi sebenarnya kau masih mencintainya. " Kakiku melemas. Rasanya seseorang sudah menarikku dari tempatku berlindung untuk menghadapi seluruh masalah. Aku terhuyung- huyung ke sofa dan jatuh terduduk di sana. Air mataku turun dan tidak bisa kubendung lagi. Ian sudah membuka kotak pandoraku. Membuatku runtuh karena rasa sakit hati yang aku tahan sejak kemarin. Rasanya hatiku dicambuk, harga diriku diinjak dan aku bahkan tidak bisa protes karena bersikap sok kuat. "Tolong jangan bicarakan itu Ian, hiks. " Betapapun aku menyangkal, aku jelas tidak bisa membohongi hatiku jika masih mencintai Carlo. Mana mungkin seorang istri bisa bertahan dari hinaan suami jika tidak benar -benar mencintainya. Dan kenyataan yang terjadi memukul ku dengan sangat brutal. Ian mendekat ke arahku, dan duduk di sofa berbahan kulit sintetis berwarna gelap, senada dengan warna metalik yang memenuhi ruangan ini. "Mengapa kau tidak bekerja sama denganku, Mega? Aku ingin kau mendapatkan dan mencegah Carlo mendapatkan Monica. Dan aku akan berusaha sebaik mungkin menjerat Monica." Pernyataan Ian menghentikan tangisanku. Aku menatap Ian tak percayalah. Sebuah kenyataan yang tak terduga membuatku ingin berharap jika bisa membuat Carlo mencintaiku dan Ian mendapatkan Monica. "Kau mencintai Monica? " tanyaku takut- takut. Dia memandangku dengan mata cokelat keemasannya yang indah. Namun aku tidak bisa menebak apa yang ia pikirkan dan isi hatinya. "Ya. " Akan tetapi mengingat kesetiaan Carlo menunggu Monica hingga sekarang membuatku pesimis. "Kurasa kau harus melupakan niatmu. Mereka begitu saling mencintai. " Ia meletakkan bokongnya di sampingku. "Tidak ada hal yang tidak mungkin. Kita hanya perlu berusaha dan itu lebih baik dari pada diam menerima nasib. " Ucapan Ian benar. Itu memang ironis tapi aku tidak percaya bisa menggoyahkan hati Ian. "Tidak mungkin. Lupakan saja. " Tiba- tiba Ian yang duduk di sampingku bertindak. Lalu menarik pinggang dan menciumku. Tindakan brutal yang sangat tidak sopan. Aku bahkan hampir menamparnya. "Hmmt ber--muah. " Aku terengah-engah karena ciuman Ian. Merasa marah karena harga diri yang terinjak. "Seperti inilah yang kumaksud. Tidak ada hal yang tidak mungkin. " "Apa!?" "Aku menciummu padahal kau adalah istri sahabatku. Aku juga busa mendapatkan Monica padahal dia adalah kekasih Carlo." Aku kembali terdiam tak bersuara. Dalam hati bertanya- tanya apakah ada kesempatan untuk mendapatkan Carlo. "Jangan melewatkan waktu dengan menyesal di kemudian hari Mega. Ambil kesempatan yang ada. " Sangat mengejutkan. Padahal aku disini untuk mencari kerja tapi yang kudapatkan adalah rekan untuk mendapatkan hati suamiku. "Baiklah. Katakan padaku bagaimana caranya...?" Ian menyeringai seksi. Dia kembali menatapku dengan mata predatornya. "Lets play the game, babe. " *** Kesepakatan yang luar biasa aku dapatkan. Jadi kami berlatih membangun ikatan batin agar nampak natural di depan Carlo. Rencana Ian sangat sempurna dan aku bahkan merasa jika tindakan Ian sangat alami. "Rasakan sentuhan tanganku di pimggangmu Mega. Anggap kau sangat menyukainya, tunjukkan padaku ekspresi itu," perintah Ian. Tangannya memang berada di pinggangku, menghantarkan rasa kesemutan dan aku sekuat tenaga tidak menggila karena sentuhannya yang lembut di sana. "Ian..." "Bagus aku suka ekspresi itu. Tunjukkan pada Carlo saat kita bertemu." Tidak ada bantahan. Sejujurnya ini sedikit beresiko karena aku sangat berkeringat. Bagaimana tidak, kami berpelukan, berjalan dengan bergandengan tangan di ruangan Ian, makan siang dengan romantis. Semua hanya untuk berlatih. "Baiklah. Ini cukup. Kembalilah besok. Aku mengangguk. Dalam hati aku berdoa agar tidak jatuh cinta pada pria ini. Pesonanya sangat sulit ditolak dan pria ini sangat mudah dicintai. Kami pun berpisah karena aku harus pulang. Dengan menaiki taxi aku tiba di mansion Carlo. Rumah ini tidak lagi terasa seperti rumah bagiku. Aku bahkan harus menunggu detik - detik ditendang keluar dari sini. "Kau sudah pulang?" Aku terkejut melihat Carlo sudah menungguku. Dia menggendongku dari gerbang hingga ke kamar. Awalnya aku ingin menolak tapi segera sadar setelah ingat jika ini adalah salah satu syarat agar aku tidak mengatakan pada media atas alasan perceraian kami. Carlo menggendongku seolah aku tidak memiliki daging. Dan memandangku di sepanjang perjalanan menuju kamar. Ulahnya hampir membuatku menangis karena begitu menginginkan sikap manis seperti ini sepanjang pernikahanku. Dan baru mendapatkannya setelah akan bercerai dan tahu kebenaran yang menyakitkan. Mati -matian aku menahan diri tidak menangis. Dan memutuskan untuk menunduk sehingga Carlo tidak melihat wajahku. Tbc.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN