13. Si Teman Baru

2519 Kata
Kanaya bukanlah jenis manusia yang seiseng itu memasakkan mie instan untuk pria gila yang menerobos masuk ke kamarnya dan bahkan mengancam akan menciumnya jika dirinya tidak mau memasak mie. Kanaya tidak bisa memasak yang rumit-rumit, tapi merebus mie instan adalah sebuah dasar yang harus dikuasai oleh setiap manusia masa kini. Cukup dengan membalik kemasan mie instan dan membaca tutorial memasak yang tercetak disana, maka, Boom! Walla! Jadilah mie yang dianugerahi kenikmatan duniawi yang hakiki itu. Mudah, bukan? Kitchen set ini jarang sekali dipakainya, paling sesekali saja. Karena Kanaya memiliki kebiasaan pesan antar online melalui aplikasi yang dikembangkan oleh manusia gila yang sedang duduk manis di sofa sambil menunggu mie nya matang. Berkat manusia itu, akhirnya Kana memakai celemek yang dibelinya setahun lalu. Selama ini celemek itu tersimpan rapih di dalam laci karena Kanaya tidak pernah memakainya saat menggunakan dapur. Tapi sekarang, celemek itu akhirnya dia gunakan untuk menutupi tubuhnya yang hanya memakai kaus putih usang dan tipis tanpa bra dari pandangan m***m si gila! Kejahatan apa yang dia lakukan di masa lalu, sampai-sampai harus menghadapi CEO Kama House of Creativity yang terkenal suka mengencani artis terkenal itu! Keluh Kana. Padahal Kana sudah berbohong dan menyebutkan nama Atma demi menghindari  pria itu. Tapi sia-sia saja! Manusia itu bermuka tebal. Berkelakuan seenak jidat dan sangat creepy! Jika bukan karena keselamatan dirinya, Kana tidak akan repot-repot di dapur seperti ini. Boro-boro memasakkan orang lain, masak untuk diri sendiri saja ia malas. “Sudah matang.” Kana menuangkan mie yang mengepul ke dalam mangkok. Mie instan berkuah yang harumnya memenuhi seluruh ruangan. Ah setelah ini aku harus mematikan AC dan membuka jendela agar baunya hilang! Kana membatin. “Sini, bawa ke sofa.” “Enggak. Makan di sini!” tegas Kana. “Tapi saya pengen makan sambil nonton TV”. “Aturan di kamar ini adalah dilarang makan di sofa. Nanti akan mengotori sofa putih dan karpet bulu halus saya yang juga putih!” Tentu saja aturan itu hanya untuk tamu. Tidak jarang Kana makan di sana sambil menonton TV. Pria itu bangkit dari sofa dan berjalan menuju kitchen island. “Wangi banget. Ternyata kamu pinter masak..” “Cuma mie instan doang” “Saya gak bisa masak mie, jadi menurut saya kamu pinter masak” Kana tercengang mendengarnya. Tapi dia memilih diam dan tidak memperpanjang perdebatan tidak penting. Semakin cepat pria itu makan, semakin cepat pria itu hengkang. Kana meletakkan mangkuknya di atas meja. Pria itu melongok isinya dan tersenyum pada Kana. “Terimakasih, teman”. Lesung pipi terbit dari kedua sisi wajahnya. Membuat pria itu semakin indah di pandang mata. Kana memutar bola matanya, menahan diri dari rasa terpesona sekaligus mengejek panggilan teman yang dilakukan Kama. “Eh mau kemana?”. “Ke Sofa!” ketus Kana. “Enggak, kamu disini temani saya makan. Ayo duduk!”. Dengan terpaksa akhirnya Kana duduk di seberang pria itu sambil menontonnya makan mie instan dengan bar-bar. Pria ini bilang namanya Kama? Kana mencoba mengingat-ingat pada suatu kenangan yang telah lewat. Beberapa minggu lalu di hotel Akasa. Kana segera berlari meninggalkan pria creepy yang menawarinya sebuah gedung apartemen demi bisa memilikinya. Dengan tergesa dia menuju Batara demi mendapatkan perlindungan yang sangat dia perlukan. “Kamu kenal dengan CEO Kama House of Creativity?” Batara terlihat tidak suka. Kana mengangkat bahu. “Jangan dekat-dekat dengan pangeran kodok seperti dia, walau tampan tapi kodok tetaplah kodok, b***k dan buruk!.” Baru kali ini Kana melihat Batara memiliki impresi buruk terhadap seseorang. Walaupun berwajah galak dan berwatak keras, tapi selama mengenal Batara, Kana tahu jika pria itu bijaksana dalam memandang dan menilai setiap orang. Artinya, pria creepy itu memang benar-benar memiliki reputasi yang buruk! Kana mengangguk seraya menjawabnya dengan rengekan, “He is creepy! Aku tidak suka di sini, ayo pulang!”. Percakapan singkat dengan Batara itu terngiang kembali dalam kepalanya. Membuatnya bisa mengingat betapa tidak sukanya Batara pada saat melihat Kana berdekatan dengan pria ini. Apa jadinya jika Batara tahu  pria ini telah menerobos masuk ke kamarnya? Mungkin akan mengamuk dan membawa polisi untuk memenjarakan si gila! Haruskah dia meminta tolong pada Batara? Tapi pasti Batara akan memaksanya dikawal oleh Bodyguard lagi seperti dulu. Lagipula, pria ini pasti lebih berkuasa dari Batara, bisa-bisa Batara yang akan mendapat masalah. Kanaya tidak mau itu terjadi. Ladang emasnya harus tetap aman dan sehat! Sebenarnya Kana pernah mencari tahu informasi mengenai Kama House of Creativity setelah Batara menyebutkan nama perusahaan itu. Awalnya hanya untuk mencari tahu apa, siapa dan bagaimana. Tapi ternyata Kana dibuat tercengang berkali-kali selama proses pencariannya. Sayangnya informasi itu lenyap dari kepala Kana dan baru kembali ketika pria itu menyebutkan namanya. Ya bagaimana lagi, masalahnya sendiri sudah banyak, mana sempat ngurus orang asing begini, kan? Pria ini adalah putra bungsu Atmajaya –pemilik group perusahaan yang sangat besar. Semua orang tahu siapa mereka dan bagaimana mereka menguasai berbagai jenis pasar di negeri ini. Kecuali informasi mengenai anak pertama dan kedua yang sulit ditemukan, semua informasi tentang mereka mudah diakses. Terutama yang berkaitan dengan putra bungsunya. Kama –diluar dari dukungan keluarganya dan segala kontroversi womanizernya- telah bekerja keras hingga mencapai posisinya sekarang. Putra bungsu Atmajaya yang memilih jalur berbeda dari usaha keluarganya. Kama memulai sebuah start up dan perusahaanya berkembang sangat pesat. Membuatnya menjadi salah satu pengusaha sukses di usianya yang ke 30 tahun. Beda lima tahun dengan Kana yang belum jadi apa-apa di usianya yang ke 25, masih repot mengurus skripsi dan masih belepotan saat harus menghadapi keramaian. Mereka berdua seperti langit dan bumi. Rasa tidak percaya diri menggerogoti Kana sejak tadi.  Melihat seorang CEO muda duduk di dalam ruang apartemenya yang kecil dan sederhana. Makan mie instan murahan yang dimasaknya dengan asal-asalan dan dengan penampilan santai tapi tetap terlihat superiornya itu berhasil membuat Kana merasa kecil. Merasa tidak ada apa-apanya. Merasa seperti remahan rengginang yang sungguhan. Kehadirannya semata berhasil mereduksi semua sisa percaya diri yang Kana miliki. Kanaya tidak suka perasaan rendah diri yang timbul ini, bagaimana cara mengusir pria ini dari kamarnya? “Apa yang sedang kamu fikirkan?” tanya Kama membuyarkan lamunan. Bagaimana cara mengusirmu dari sini! Ujar kana dalam hati. “Hmn.. Bagaimana mungkin ada manusia sepertimu yang tidak bisa masak mie instan?” Kama tersenyum lebar hingga mulutnya berbentuk kotak dan gigi rapihnya terlihat. “Ada mbak yang masak di rumah.” jawab Kama sambil manyun-manyun menyeruput mie nya. Kana berjengit mendengar jawabannya, pria menyeramkan yang memaksakan kehendaknya beberapa menit yang lalu itu telah lenyap dan digantikan oleh pria dengan sikap tubuh yang manja, bahkan nada suaranya pun terdengar manja. Apa dia punya dua kepribadian? Kana mulai suuzon lagi. “Kalau mbak nya enggak ada, terus siapa yang masak?” “Ada abangku yang bisa masak resep simple” “Kalau abangmu lagi enggak ada?” “Ada pesan antar online!” Kana baru menyadari jika pria ini mengunyah sambil cemberut. Lucu sekali. Jadi pengen cubit pipinya! “Kalau tidak ada pesan antar online?” “Malas deh kalau masak. Suruh orang aja beli!” Kana mengangguk-angguk, sebenarnya untuk urusan makan-makan, Kama dan Kana sebelas - duabelas. Setidaknya ada satu kesamaan antara dirinya dan pria hebat seperti Kama, yaitu sama-sama malas masak. ISH! Kana, apa itu hal yang bisa dibanggakan? Protes Kana dalam hati. “Kenapa bertanya begitu?” “Kepo aja!” Kama tertawa renyah, “Saya tidak keberatan kalau kamu kepo seperti ini…” Kana berjengit, bersikap ogah-ogahan. “Lagipula, banyak kok orang yang gak bisa masak mie instan” “Oh iya, masa?” “Iya, coba kamu ke kutub, disana banyak yang gak paham apa itu mie instan!” Kana kembali memutar bola matanya, “Males deh jauh-jauh kesana. Habis ini kamu pulang ya?” “Kok ngusir?” Kama terdengar tidak suka. “Udah mau jam empat pagi, saya ngantuk” Kama terlihat berfikir sebentar lalu, “Oke deh!” *** Matahari sudah memunculkan eksistensinya, kehangatan dan sinar terang menyapa Kana yang sedang berbaring di atas kursi pantai dengan nyaman. Dirinya sedang berjemur di area terbuka lantai lima, tempat jemuran dan tower air berada. Sepanjang malam, Kana belum tidur barang sekejap, hingga akhirnya dia memilih untuk menghabiskan waktu dengan mencuci apa yang bisa dicuci. Kebetulan cucian baju sudah menumpuk, hingga Kana mencuci semuanya secara manual. Kana si ratu mager hanya mencuci baju ketika dirinya memiliki terlalu banyak fikiran dan kekalutan hingga tak terbendung, fokus pada cucian dan setrikaan biasanya cukup merilekskan kepalanya yang berkedut-kedut hampir spaneng. Dua kegiatan itu bisa mengosongkan kepalanya dari segala siksaan overthinking yang dideritanya. Kening Kana berkerut dalam, bukan karena silau, tapi karena perubahan yang terjadi begitu mendadak dan tidak disangka-sangka dalam hidupnya. Dini hari tadi Kana mengantarkan pria gila itu keluar dari kamar, dan dengan kedua matanya sendiri, Kana melihat pria itu memasuki kamar 501 yang berada di seberang kamarnya. Kenyataan itu membuatnya shock, dia tidak bisa tidur dan matanya nyalang hingga detik ini. Apa yang harus dia lakukan? Apa sebaiknya dia pindah dari kosan ini dan mencari tempat yang lebih aman? Tapi bagaimana dengan Marcella dan Asep? Apa mereka mau ikut pindah bersamanya? Tanpa kedua orang itu disekitarnya, Kana akan kembali kehilangan supporter nya. Kana akan abai lagi terhadap pendidikannya. Bisa dibilang, benang penghubungnya dengan kampus saat ini adalah sejoli itu. Tanpa mereka, Kana sudah pasti akan melarikan diri dari kota ini dan pulang ke pelukan Batara sambil memohon untuk tidak lagi menuntutnya menyelesaikan semua ini. Kana tidak ingin hal itu terjadi, dirinya harus mampu bertahan dan menyelesaikan segalanya. Jika pendidikannya tidak selesai, maka masalah ini akan menghantuinya seumur hidup. Maka perjuangan banting tulang yang dilakukan kedua orangtuanya untuk mencari dana kuliahnya di masa lalu pasti akan sia-sia belaka. Kana tidak ingin rasa bersalah lainnya menghantui hidupnya, sudah cukup. Kana tidak mau menambah beban mentalnya. Kana harus bisa membuktikan pada mama dan papa yang berada di syurga bahwa dirinya bisa menjadi anak yang membanggakan, walau terlambat. Apa yang harus dia lakukan pada tetangga barunya yang aneh itu? Kana memang pernah meminta apartemen Akasa pada Batara, tapi sejak bertemu Kama di depan toilet hotel, Kana segera mengurungkannya.  Lagipula, Kana masih ingin tinggal di sini bersama teman-temannya. Belum berencana pindah kesana sama sekali. Lalu, kenapa pria itu sampai nekat pindah ke tempat ini?  Kenapa harus menggunakan cara seaneh ini? Bolehkah dia melarikan diri saat sudah berjanji akan memberikan pria itu kesempatan untuk mendekatinya secara normal? Tapi apa mungkin pria sepertinya bisa bersikap normal? *** Kama terbangun oleh suara ketukan pintu, lalu mengecek jam pada ponselnya, ternyata sudah jam sepuluh pagi. Dia pun segera bangun dan berjalan menuju pintu, kepalanya agak pusing karena baru kali ini dia tidur saat matahari sudah menyingsing. Sejak dia menjalankan usahanya, Kama tidak pernah tidur pagi hari, dia selalu tidur dengan disiplin pada hari kerja. Dimanapun dia bekerja maka dia akan tidur pukul sepuluh malam dan bangun disepertiga malam untuk melanjutkan pekerjaanya. Tapi semalam adalah pengecualian, dirinya terlalu bersemangat untuk mengunjungi tempat ini, terlalu tidak sabaran untuk bertemu Kanaya. Hingga pada akhirnya, Kama tidak bisa tidur setelah bertemu dengan Kanaya, sisa-sisa malamnya dia habiskan dengan membayangkan wanita itu dalam lamunan. “Selamat pagi, Pak Bos.” Ari muncul sambil menunjukkan dua kantong besar di kedua tangannya. “Bahan makanan yang anda butuhkan dan juga minuman.” Kama menggeser tubuhnya, mempersilahkan Ari dan salah seorang bodyguard yang membawa dus botol air mineral untuk memasuki kamar. Dirinya masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri, sementara Ari merapihkan isi kulkasnya. “Apa ada lagi yang anda butuhkan selain ini?” tanya Ari saat Kama sudah selesai mandi. “Sarapan?” tanya Kama. “Sudah tersedia dibawah tudung saji.” Ari menunjuk kitchen island Kama. “Terimakasih banyak.” Kama mengecek roti, potongan buah dan sepiring omelette hangat yang masih mengepul yang dipesan khusus di hotel tempat Ari menginap. Ari mengangguk, “Selamat, Pak Bos. Akhirnya anda bisa bersama dengan wanita yang anda cari selama ini. Wanita itu sangat manis, bahkan dalam pakaian rumahnya.” Kama menoleh dengan cepat. Keningnya mengernyit tidak suka mendengar pujian dari Ari untuk wanitanya. “Kapan Pak Ari melihatnya dengan pakaian sederhana?” tanya Kama tajam, nadanya penuh dengan tuduhan yang macam-macam, membuat Ari meringis mendengarnya. “Barusan saya ke area jemuran terbuka untuk merokok, ternyata beliau ada di sana dan sedang berjemur, sepertinya ketiduran.” Mendengar itu, Kama segera keluar dan mengecek kebenaran dari perkataan Ari. Dia menemukan wanita itu terbaring terlentang di atas kursi pantai, tertidur lelap dibawah terangnya sinar matahari, kulitnya terpapar oleh panas yang semakin lama semakin menyengat. Kana mengibaskan tangan di depan wajah Kana dan tidak mendapatkan reaksi apa-apa dari wanita itu. “Lelap sekali…” Kama melipat kedua tangan di depan d**a. Matanya menyusuri penampilan wanita itu. Pagi ini Kana memakai kaos oblong hitam tanpa lengan dan kolor pendek berwarna merah yang berpola kotak-kotak. Sangat sederhana dan tidak berlebih-lebihan, seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Biasanya wanita akan langsung berdandan dengan berlebihan saat tahu Kama akan menginap di tempat mereka, memakai pakaian mini dan tipis yang sudah pasti dilakukan untuk menarik perhatian Kama. Tapi wanita ini! Wanita ini bahkan tidak tergugah untuk berpakaian lebih baik di depannya setelah pertemuan mereka pagi tadi! Apa wanita ini menganggapnya tidak ada atau memang tidak tertarik sama sekali padanya? Bukannya wanita akan berdandan semaksimal mungkin ketika tahu ada pria tampan tinggal di sebelah kamarnya? Kama menggeleng tidak habis fikir. Lalu dia merunduk, mengulurkan tangannya pada tubuh Kana, menggendong wanita itu dalam pelukannya. Membawa Kana masuk ke dalam kamar 501. “Kalian boleh pergi.” Perintah Kama pada Ari dan bodyguardnya yang langsung dilaksanakan saat itu juga. Kana diletakkan dengan hati-hati di atas ranjang berseprai  hitam, tidak terusik sama sekali dan bahkan tidurnya semakin lelap sambil memeluk salah satu guling yang ada. Bermenit-menit Kama memperhatian wanita yang berbaring pasrah di atas ranjangnya, kaosnya tersingkap, pahanya pun terpampang nyata, wanita itu sangat aktif dalam tidurnya. Tidak seperti putri kerajaan yang anggun dan tidur dengan cantik, Kana tidur dengan sangat “umum”. Mulutnya terbuka, rambutnya tergerai kusut dipermukaan bantal, dengkuran halusnya pun didendangkan. Andai wanita itu tahu dimana dia berada sekarang, mungkin dia tidak akan tidur selelap ini, dia pasti akan beringsut dan melarikan diri dalam sekejap. Kama teringat dengan kesalahannya dini hari tadi, seharusnya dia tidak mengejutkan Kana dengan kehadirannya pada waktu yang tidak wajar. Wanita ini ketakutan, sangat amat ketakutan sampai tubuhnya gemetar dan berfikir yang tidak-tidak tentang Kama. Saat itu Kama sedikit merasa bersalah, tapi kemudian justru hasratnya lah yang begitu kuat menguasai. Hampir saja dia memaksakan kehendaknya pada Kana. Kepalanya dipenuhi oleh keinginan untuk melumat bibir Kana dengan brutal dan fikiran tidak terpuji lainnya. Beruntung Kama bisa menghentikan diri dari dorongan gairah yang begitu kuat itu. Tapi, sikap Kana yang terkesan amatiran dalam menghadapi gairah laki-laki itu membuat Kama berfikir ulang tentang segala spekulasinya. Apa wanita booking-an seperti Kana akan bereaksi seperti itu saat didekati oleh pria yang memiliki penampilan dan dompet yang 'more than okay' seperti Kama? “Apa yang harus saya lakukan padamu?” *** Catatan Kaki : 1. Overthinking adalah istilah untuk perilaku memikirkan segala sesuatu secara berlebihan. Hal ini bisa dipicu oleh adanya kekhawatiran akan suatu hal, mulai dari masalah sepele dalam kehidupan sehari-hari, masalah besar, hingga trauma di masa lalu, yang membuat kamu tidak bisa berhenti memikirkannya. (Alodokter).
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN