12. Si Tetangga Baru

2393 Kata
Kama berjalan cepat, terburu-buru keluar dan langsung mendekati pintu kamar milik Kanaya, mengetuknya dengan tidak sabaran dan berkali-kali hingga penghuninya muncul dalam kondisi berantakan dengan nafas terengah-engah. “Minta minum!” Sahut Kama yang langsung menerobos masuk, tidak memperdulikan keterkejutan sang pemilik Kamar di depan pintu. Pria itu terus saja berjalan menuju lemari pendingin minuman dan membukanya, mengambil salah satu botol air putih dalam kemasan yang ada disana.  Gulp Gulp Gulp Air dingin itu membasahi tenggorokannya, membuatnya merasakan kesegaran yang telah dia dambakan. “A-Apa yang kamu lakukan disini?.” Suara Kanaya terdengar gemetar, matanya melotot besar dan penuh ketakutan. Kama mengalihkan perhatiannya dari botol minuman dan menoleh untuk memandang wanita yang berdiri dengan kaki goyah, tangannya meraba-raba, mencari sandaran pada pintu yang masih terbuka lebar. Wanita itu terlihat ketakutan sekali, mulutnya menganga, tubuhnya gemetar dan penampilannya… Oh tidak! Rejeki anak tidak soleh sepertinya, kenapa godaanya begini banget? Mata Kama otomatis membesar dengan maksimal saat melihat pemandangan yang tersaji di depan sana. Wanita yang terbiasa bersikap jutek dan galak itu berdiri disana, terlihat sangat rapuh dan lemah. Rambutnya acak-acakan, matanya memerah seperti habis menangis dan pakaiannya… PAKAIANNYA! Dia hanya memakai kaos putih usang berukuran extra size yang menenggelamkan tubuhnya. Dia tidak memakai apapun dibalik kaos tipis yang dipakainya, membuat Kama bisa melihat dua gunung Everest nan indah yang tercetak jelas di bagian dadanya. Kama menelan ludah dengan susah payah, tenggorokannya kering kembali seolah Kama tidak meminum apapun sebelumnya. Kemudian matanya turun menelusuri pemandangan itu dan menemukan segitiga hitam yang membayang dibalik kaos putih yang menutupi tubuh itu hingga lutut. Segitiga dengan warna hitam yang sangat menggairahkan Kama itu sedang dipakai Kana, begitu ketat dan melekat. Oh tidak! Menerobos masuk ke dalam kamar wanita pada dini hari adalah sebuah kesalahan besar! Kama membatin. Kama mengembalikan fokusnya pada wajah Kanaya, mencoba mengabaikan keindahan yang terpampang nyata di bawah sana. Ternyata wanita itu bernafas begitu cepat, wajahnya terlihat sangat shock berat. Wanita itu memejamkan mata, mencoba menenangkan diri sambil mengembalikan keberaniannya yang lenyap. Ketika mulut itu terbuka maka pada detik itu juga Kama segera merangsek maju, membungkam teriakan yang keluar dari mulut wanita itu. “Jangan berteriak!” Geram Kama. Rencananya hanyalah main-main untuk mengejutkan wanita ini. Kama tidak menyangka jika reaksinya justru sangat ketakutan dan gemetar seperti ini. Bisa gawat kalau wanita itu berteriak histeris dan membangunkan seluruh penghuni kosan! “Hmnppp… hmppp!” Kana menggeleng-geleng ketakutan. “Kalau kamu teriak, akan saya kunci kamar ini!” terpaksa Kama mengancamnya. Ancaman pura-pura karena ia tidak ingin masalah ini berkembang lebih jauh. Kana kembali menggeleng sambil menggumamkan kata tidak, matanya seolah berkata bahwa dia berjanji tidak akan berteriak. Mata itu berkaca-kaca, memohon agar Kama percaya. Kama yang tidak tega akhirnya melepaskan bekapannya. Ia tidak memiliki niat sedikitpun untuk menyakiti Kanaya. “Kumohon jangan begini!” ujar Kana ketika bungkaman itu terlepas. “Kumohon lepaskan aku.” Suaranya terdengar lemah. Dengan putus asa Kana menggerak-gerakan tubuh yang  sedang didekap erat oleh Kama. Tangan Kanan Kama berada di leher Kana dengan sikap mengancam seolah siap setiap saat untuk membungkan Kana kembali jika wanita itu bersikap nekat. Sedangkan tangan kirinya berada dipinggang Kana, memeluk erat, menempelkan tubuh bagian depan mereka begitu lekat. Kama menggeram merasakan gesekan tubuh Kana yang lembut dan kenyal pada tubuhnya. Membangkitkan gairahnya semakin besar. “Berhenti bergerak atau saya bisa menggila!” Desis Kama yang sedang bersusah payah menahan desahan agar tidak terlepas dari mulutnya. *** Kana berhenti bergerak tepat saat peringatan itu dimuntahkan. Tapi dia tidak bisa menghentikan getaran pada tubuhnya. Ia begitu ketakutan melihat kenekatan pria gila ini. Dia adalah pria yang sama yang menawarkan segala kompensasi materi demi bisa memiliki tubuhnya. Pria yang sama dengan pria yang tiba-tiba muncul di belakang antriannya seminggu yang lalu. Dan sekarang pria ini muncul di depan kamarnya pada dini hari yang hening dan menerobos masuk begitu saja! Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin pria ini bisa masuk ke dalam gedung apartemen yang penjagaanya ketat? Bagaimana bisa pria ini tahu dimana tempat tinggalnya dan nomor kamarnya dengan sangat tepat? Ada satpam di depan gerbang. Kunci utama masuk gedung pun harus melalui kartu scan yang hanya dimiliki oleh penghuni sah. Apa pria ini sudah gila akibat obsesinya yang membutakan? Apa pak satpam di bawah sana sudah dilumpuhkannya hingga dia bisa masuk kemari? Apa pria ini akan membunuh dan melecehkannya malam ini? Tidak bisa, Kana tidak bisa terus diam dan ketakutan seperti ini. Dia harus bisa memikirkan jalan keluar dari perangkap pria gila ini. Jika tadi dia hanya bisa bungkam akibat keterkejutan yang meledakkan stok ketakutannya saat pria itu menerobos masuk, maka sekarang dia harus bisa fokus dan memakai otaknya untuk mencari jalan keluar! Pikirkan, Kana. Pikirkan jalan keluarnya! Apa yang dilakukan wanita-wanita didalam n****+ dan film ketika menghadapi situasi mengerikan seperti ini? Oh tidak! beberapa buku yang dia baca berisikan wanita-wanita pasrah dan menyerah. Apa dirinya juga akan melakukannya? “Saya bukan pria amoral dan memiliki gangguan mental yang akan merealisasikan apapun yang sedang terlintas di dalam kepalamu saat ini!” tegur pria itu dengan sungguh-sungguh, matanya memicing dan memandang Kana dengan wajah tersinggung. Kelegaan memenuhi seluruh tubuh Kana saat mendengar kalimat itu, tubuhnya yang semula tegang dan waspada, kini mulai sedikit mengendur. “Kalau begitu, tolong lepaskan saya…” mohon Kana. “Tidak sekarang.” “Kenapa?.” “Kamu enak dipeluk!” Jawab pria itu asal. Mulutnya bahkan menyeringai lebar, membuatnya terlihat menyebalkan. Sekali creepy, tetaplah creepy! Keluh Kana dalam hati. Kana menghela nafas keras, membuat pria itu justru menurunkan pandangan pada bibirnya. Dalam sekejap, Mata coklat pria itu menggelap oleh hasrat, nafasnya memburu dan wajahnya mulai merunduk, mendekati wajah Kana. Melihat hal itu membuat Kanaya panik, “Kalau kamu suka sama saya, tolong dekati saya dengan cara umum yang dilakukan oleh orang-orang normal. Bukan seperti ini.” pinta Kana putus asa. Ia mencoba mengalihkan perhatian pria itu dari bibirnya dan ternyata tidak berhasil. Pria itu terus berfokus pada bibirnya. “Cara yang dilakukan oleh orang normal? Tolong jelaskan definisi cara orang normal menurut pendapatmu!?”. “Tatap mata saya!” Perintah Kana dengan suara lembut tidak seperti biasanya. Dengan terpaksa Kama melepaskan tatapannya dan menuruti kemauan Kana. “Dekati saya dengan cara baik-baik. Kita bisa berteman dulu, saling terbuka lalu jika cocok, kita bisa fikirkan hal-hal lainnya. Cara paling organik yang bisa kita lakukan…” Mata Kama memicing. Alis kanannya naik. “Berteman? Apa kamu tahu nama temanmu ini?” Kana menggeleng takut-takut. Sebenarnya dia pernah mencari tahu, tapi ia benar-benar lupa. Pria itu menatap tajam. “Apa Batara tidak memberi tahumu siapa saya?” Lagi-lagi Kana menggeleng. “Dia hanya bilang kamu pemilik aplikasi olshop itu.” Pria itu berjengit kaget mendengarnya. “Dia bilang begitu?” “Uh… Sebenarnya dia menyebutkan sebuah nama perusahaan, tapi saya lupa. Yang saya ingat adalah aplikasi olshopnya.” Jelas Kana terburu-buru, hingga kalimatnya berkejaran dengan nafasnya. Membuat mulutnya terbuka untuk membantu menghirup nafas setelah kalimat itu selesai diucapkan. Melihat mulut Kana yang terbuka dan mendengar jawaban yang diucapkan membuat pria itu mendongak putus asa dan melepaskan tangan kanannya dari leher Kana untuk mengurut kening yang pening oleh hasrat yang naik begitu cepat, sekaligus oleh rasa tidak percaya yang menyerbu Kama. Biasanya tanpa perlu repot-repot memperkenalkan diri, para wanita sudah tahu siapa dirinya. Tapi wanita ini justru sebaliknya. Kama bingung, antara ingin tersinggung dengan sikap acuhnya atau memenuhi keinginannya untuk melumat bibir menggoda itu terlebih dahulu? “Apa Batara mengunjungimu malam ini?” tanya pria itu, membuat Kana bingung karena perubahan topik pembicaraan yang tiba-tiba. “T-Tidak. Kenapa?” “Kalau begitu, pria mana yang melumat bibirmu sampai bengkak separah ini?” Pria itu terdengar marah, menatap Kana begitu tajam penuh tuduhan dan disaat yang bersamaan, terlihat gairah yang memercik semakin besar. Kana terkesiap, dengan panik dia mencoba meredakan amarah dan gairah pria itu padanya. “B-Bukan. Bibir saya bengkak karena chicken wings itu…” Tubuh Kana sedikit bergerak ke kiri, dari kedipan mata dan dagu yang terangkat, Kana menunjuk pada kitchen island yang ada di belakang mereka. “Chicken wings? Bagaimana bisa makanan itu membuat bibirmu bengkak!” Pria itu terlihat semakin marah, dikiranya Kana sudah membohonginya dengan alasan-alasan konyol. “S-Sumpah! Chicken wings itu pedas banget, level terpedas. Makanya bibir saya bengkak!” “Kamu tidak bohong ‘kan?” pria itu sangsi, dia  sama sekali tidak percaya. “Kalau kamu ketahuan bohong, maka saya yang akan melumat, menghisap dan menggigit bibirmu sampai berkali-kali lipat lebih bengkak dari pada saat ini!” Pria itu terlihat kejam dan menakutkan saat mengatakan ancamannya, membuat Kana semakin menciut di dalam pelukan eratnya. “Enggak. Saya enggak bohong. Kamu bisa coba chicken wings itu kalau tidak percaya!” Tanpa melepaskan rangkulan dari tubuh Kana, pria gila itu membawanya menuju Kitchen island, Kana hanya bisa menurutinya daripada dia berbuat semakin nekat dan macam-macam pada Kana. “Chicken wings ini?” Kana mengangguk. Dengan sangsi, pria itu memasukkan satu gigitan kecil ke dalam mulutnya, pada detik itu juga chicken wings itu dimuntahkannya begitu saja. “WHAT THE F….” wajahnya yang semula memerah karena hasrat, berubah karena kepedasan yang menyiksa. Segera saja ia ambil botol air dingin dan menenggak isinya sampai habis. “Kamu menikmati makanan neraka begitu?” “Saya suka makanan pedas…” bisik Kana, ia merasa bersalah saat melihat bagaimana reaksi pria itu saat memakan chicken wingsnya. “Mulai saat ini, kamu dilarang memakan makanan neraka seperti itu lagi!” “T-Tapi saya suka! Kamu tidak berhak melarang saya menikmati makanan yang  saya mau!” Protes Kana. “Saya berhak!” “Dan kenapa bisa begitu? Kamu bukan siapa-siapa saya!” Keduanya saling bersitegang perkara makanan pedas, hingga tanpa sadar, tubuh mereka kembali berhadapan dan lengan kiri sang pria kembali melingkar erat dipinggang Kana. “Kamu bilang ingin memulai segalanya dengan normal, bukan? Kalau begitu, mari kita berteman, dan sebagai teman saya tidak mau kamu sakit perut karena makanan pedas!” “T-T-api saya suka pedas! Seorang teman harus bisa menerima kondisi temannya apa adanya!” “Baiklah. Tapi tidak pedas berlebihan seperti ini!” “Kenapa sih, lagian saya yang sakit perut bukan kamu!” “Kenapa? Karena saya tidak mau mencium bibir yang terasa pedas!” Kana terkesiap atas pengakuan itu. “Ingat, di dunia ini ada jenis teman yang bisa saling mencium dan memeluk, kan?” pria itu melanjutkan, “Bahkan ada yang saling b******a!” “Tapi saya hanya menawarkan pertemanan biasa, bukan yang seperti itu!” Desis Kana gregetan. “Kalau kamu tidak mau pertemanan biasa, saya menarik lagi penawaran itu!” keberanian tiba-tiba menguasainya. Terserah pria itu mau berbuat nekat atau apa, Kana bisa meraup chicken wings di atas mejanya dan menempelkannya pada seluruh wajah pria ini! Melihat kekeraskepalaan Kana, pria itu mendesah kesal. “Fine. Saya terima penawaran kamu. Pertemanan organik dan biasa itu.” Pria itu mendekatkan wajah mereka berdua,  “Sebesar apapun keinginan saya untuk mengabaikan proses perkenalan yang bertele-tele itu dan langsung menuju inti dari hubungan wanita dan pria dewasa, tapi kali ini saya mengikuti apa mau mu, kamu tahu apa artinya itu?.” Hidung mereka saling bersentuhan, nafas keduanya saling menyapa wajah masing-masing. Kana terdiam akan kedekatan yang dipaksakan itu, matanya terperangkap didalam bola mata coklat terang yang menghanyutkan. Hidungnya dikuasai oleh harum aftershave dan wangi lavender yang bercampur dengan tubuh maskulinnya, entah itu wangi sabun atau wangi lotion yang dipakai pria itu. Perpaduan lavender, chamomile dan ylang-ylang  yang menyatu dan memenuhi inderanya, aroma menenangkan yang berhasil membuat relaks semua syaraf tegang yang sedang Kana rasakan. “Lihat, belum apa-apa kamu sudah seterpesona ini sama saya. Apa saya bisa percaya dengan penawaran pertemanan normal darimu, hah?” Kana menggelengkan kepalanya, mengusir aroma-aroma dan keindahan yang tersaji itu dari benaknya. “Jadi apa artinya?” Kana mengabaikan keraguan pria itu pada penawarannya dan kembali pada topik sebelumnya. “Artinya saya bersungguh-sungguh. Saya ingin mendekatimu dan memulai semuanya baik-baik. Saya ingin merubah persepsimu tentang saya selama ini…” “Persepsi saya tentang kamu yang creepy dan menyebalkan? jujur saja, kelakuanmu malam membuat persepsi saya semakin kuat!” Alis kanan pria itu naik, senyum sinis terukir dari bibirnya saat melihat sikap Kana yang sudah mulai berani. “Kalau begitu, hanya ada dua pilihan. Berteman atau berlanjut menjadi pria creepy?” Pria itu tidak menunggu jawaban Kana, dia langsung mendekatkan wajahnya, hendak mencium Kana. “BERTEMAN!” wajah Kana mundur dengan gesit menghindari ciuman yang hendak menyentuhnya itu. “Kita berteman. Berteman se-biasa dan se-natural mungkin. Kita akan memulai segalanya baik-baik dan saya akan membiarkan kamu mendekati saya dengan cara yang dilakukan oleh orang normal!” “Sepakat!” Pria itu melepaskan pelukannya pada Kana, lalu mengulurkan tangan. “Teman, panggil saya Kama. Saya tinggal di kamar kos 501, maka sejak saat ini, teman lah satu-satunya orang yang saya beri tugas mulia, yaitu berbagi mie instan bersama saya!” Suara geledek imajiner menggelegar memenuhi kepala Kana. “Kamu… 501… Mie instan….” Kana tercengang mendengar informasi barusan hingga dia menyebutkan kalimat yang tidak sempurna. “Ya, saya penghuni baru kamar 501 dan cam-kan baik-baik bahwa saya bukan pria creepy, saya hanya tidak sabar menunggu kamu pindah ke apartemen Akasa” Kana terdiam menelaah semuanya satu per satu. Jadi pria ini adalah orang yang pindah ke kamar 501, yang memaksa Mbak Risya untuk pindah secara mendadak, yang membuat ibu pengelola kos yang terkenal galak itu ketakutan dan tidak mampu membantah perintahnya, yang merubah seluruh isi kamar depan dengan barang-barang mewah, yang memperbaiki seluruh isi kamar mandi, yang memiliki banyak computer di dalam kamarnya? Pria itu sedang bercanda, kan? Apa pria itu berencana untuk tinggal di sini dalam waktu lama jika pria itu sampai harus menginstall komputer kerjanya disini? Apa pria itu akan terus mengganggunya seperti ini? Please katakan Ya! Ya, pria itu bercanda dan akan menghilang setelah Kana menutup pintu kamarnya. Sebuah cubitan lembut mampir dipipi Kana, membangunkannya dari lamunan. “Sudah cukup bengongnya, ayo cepat masak mie, saya lapar!” Kana masih terdiam memandang tak percaya pada wajah di depannya. “Masak mie atau saya cium?” pria bernama Kama itu maju satu langkah, sedangkan Kana otomatis mundur satu langkah. “M-masak mie….” “Kalau pilih masak mie, kenapa berbalik?” “Saya mau ganti baju dulu.” “Tidak perlu. Percuma saja, karena saya sudah melihat semuanya.” Kapan pria ini berhenti bersikap menyebalkan? “Masak mie sekarang atau saya cium?” Huft!  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN