2. Tuan Muda Kama

994 Kata
Pintu kayu mahogani hitam nan gelap berderit saat Ari mendorongnya terbuka. Pintu itu berat, tinggi dan lebar. Warnanya pekat dan mengkilap membuat suasana tempat ini begitu muram, karena hanya ada  hitam dan putih yang ada di sekitarnya. Tidak ada variasi warna lain yang terlihat. Suasana muram yang ia temui di setiap sudut rumah itu bukan apa-apa jika dibandingkan dengan ruangan tempat Ari menginjakkan kaki. Ia memasuki area paling suram dari semua area yang ada. Semua gelap dan tidak ada sedikitpun cahaya yang bisa membantunya untuk melihat keseluruhan kondisi kamar.  Hal ini sudah biasa ia temui sebagai sekretaris pribadi Kama Atmajaya. Ada waktu-waktu tertentu dimana Kama akan berdiam diri di dalam kamar yang gelap ditemani segelas minuman keras. Pada hari itu ia akan bersikap seolah dunia telah begitu kejam padanya. Seolah dia satu-satunya makhluk yang tersisa dibumi. Seolah dia manusia paling sengsara didunia. Seolah dia manusia paling miskin dan kelaparan. Seolah dia makhluk paling tersakiti dan terhina. Ya, hanya seolah. Karena pada kenyataannya, dia adalah makhluk yang berdiri pada posisi tertinggi dalam segitiga rangtai makanan. Dia adalah konsumen puncak. Dia adalah elang dan kawan-kawannya. Dia memiliki hampir segala hal yang orang lain harapkan. Orangtua kaya, checked. Saudara yang akur, checked. Wajah yang mempesona, checked. Wanita-wanita cantik yang siap menghibur, checked. Bisnis rintisannya yang luar biasa berkembang pesat selama Enam tahun belakangan pun ada dalam genggamannya. Ia adalah bos tunggal dalam kehidupan dan dalam bisnisnya. Seperti namanya yang dalam bahasa Jawa berarti dipuja, Kama sesungguhnya adalah manusia yang akan dipuja oleh siapapun yang melihatnya. Ia memiliki kemampuan untuk merebut hati orang-orang dengan keindahan paras, kelembutan, tutur kata dan sopan santunnya. Siapapun akan menyukai Kama. Apa sih yang kurang dalam hidup Kama yang bisa membuatnya semerana itu? Selama beberapa tahun Ari hanya mampu menebak-nebak tanpa berani bertanya persoalan pribadi pria yang biasa ia sebut Pak Bos itu. Sampai akhirnya dua tahun yang lalu Ari menemukan hal yang bisa dijadikan acuan untuk menjawab segala tanya yang selama ini terpendam. Hari itu Ari membantu Pak Bos menyewa jasa seorang hacker dan detektif untuk menelusuri keberadaan seorang wanita.  Bukan hanya seorang detektif Handal, tapi seorang hacker underground yang terkenal akan kemahirannya sekaligus dalam satu waktu bersamaan? Pak bos nya ini memang luar biasa misterius. Kenapa harus seorang hacker? Apa detektif tidak cukup untuk mencari seseorang? Sayangnya, sejak saat itu Ari tidak sempat berlama-lama dengan rasa penasarannya itu karena kebiasaan Kama menghabiskan malam dalam kegelapan dan minuman semakin sering terjadi. Jika dulu hanya waktu-waktu tertentu dan memiliki rentang cukup lama antara periode ini dan periode lainnya, maka sekarang adalah kebalikannya. Rentang kekacauan bos nya semakin sempit dan semakin dekat. Sebulan bisa tiga sampai lima kali Kama akan menyendiri seperti ini.  “Selamat pagi, Bos.” Ari yang sepuluh tahun lebih tua dari Kama bersikap tak ambil pusing saat melihat tuannya duduk dikaki ranjang dengan kimono sutra hitam yang gagal menutupi d**a bidang tuan mudanya. Ari membuka gorden dan membiarkan cahaya pagi memasuki ruangan. “Sudah pagi?” suara Kama berat dan rendah. Kama adalah jelmaan Arjuna, kalau memang benar Arjuna itu tampan. Atau versi terbaru dari pria rupawan yang katanya mampu membuat jari-jemari wanita berdarah-darah akibat terpesona parasnya. Kama adalah biangnya keindahan. Pria yang begitu indah sampai membuat banyak pria mempertanyakan orientasi pribadinya. Pria yang begitu tampan hingga mampu membuat para wanita bertekuk lutut bahkan hanya dengan satu tatapan tajamnya. Dunia memang tak adil pada Arjuna versi Atmajaya itu. Dunia memberikan segalanya pada Sang Arjuna, sementara pada yang lain dunia hanya memberikan sisa-sisa remahan saja. Ari melirik pada gelas dan botol whiskey yang menemani Kama sepanjang malam. Bos nya itu memiliki selera anak-anak, coklat hangat, susuu hangat, jus strawberry, kue coklat dan kawan-kawannya. Alkohol bukanlah kegemarannya, Kama benci rasa pahit. Ia akan menolak apapun yang memiliki rasa itu. Kecuali pada malam yang ia lalui dalam kegelapan, Kama akan meminum satu atau dua gelas, tidak lebih. Jadi, Ari cukup terkejut jika isi botol whiskey pagi ini sudah hampir tandas. Ia bahkan mengedip beberapa kali untuk memastikan jika penglihatannya tidak salah. Bosnya benar-benar dalam perasaan yang buruk. “Sudah pukul sembilan pagi, Bos. Kira-kira jadwal apa saja yang ingin bos cancel hari ini?” tanya Ari tanpa basa-basi. Kama menggeser tubuh ke atas ranjang dan merebahkan tubuhnya yang lelah. Pria itu mendesah lega saat punggung, pinggang dan seluruh tubuhnya mendapat tumpuan empuk untuk beristirahat. Ia bahkan melebarkan kedua kaki dan tangannya.   “Semua.” bisik Kama. Tanpa banyak tanya, Ari menutup gorden kembali dan menarik selimut untuk menutup tubuh Kama yang terbentang di atas ranjang dengan kening berkerut yang tercetak jelas di wajahnya. Kemudian, pria itu berlalu dalam diam. *** Ia sudah meminum hampir seluruh rasa sakitnya, agar tercerna lalu terbuang. Tapi sayangnya, whiskey lullaby itu sudah tidak mempan. Hatinya sudah menolak untuk diobati dengan minuman jenis apapun. Jadi, usaha terakhirnya adalah tidur dan membawa rasa sakit itu ke  dalam mimpinya. Berharap rasa sakit itu akan bertahan dan tertinggal di dalam mimpi hingga ia bisa terbangun dengan perasaan yang ringan. Harapan kosong yang sia-sia karena Kama akan terbangun dengan rasa sakit yang sama yang menyiksanya selama ini. Rasa rindu, penyesalan dan kemarahan menggelegak didalam dirinya. Ingin rasanya ia melampiaskan semua perasaan ini pada siapapun yang bisa ia jadikan pelarian. Tapi semua itu sudah tidak mempan. Wanita manapun tidak bisa menyembuhkannya. Wanita secantik apapun tidak bisa memenuhi rasa laparnya. Ia rindu. Sangat rindu. Pada wanita absurd yang tidak pernah diketemuinya. Pada wanita brengsekk yang telah mencuri hatinya.  Pada wanita t***l yang telah menyakitinya. Kedua tangan Kama mengepal keras. buku-buku jarinya memutih. Dari matanya yang tertutup, mengalir luapan emosi yang tak tersampaikan selama bertahun-tahun ini. Kemarahan itu sebesar penyesalannya. Ia menyesal kenapa harus menjadi pria pengecut yang melarikan diri dari arena pertarungan. Seharusnya ia maju dan menyeret wanita itu ke dalam pelukannya. Menjadikan wanita itu miliknya. Mengikat wanita itu ke dalam genggaman takdir bersamanya. Kama menginginkannya sejak dulu. Amat sangat. Tapi hatinya terlalu pengecut. Egonya terlalu besar. Enam tahun lalu, Kama telah dikalahkan emosinya. Emosi itu telah merenggut segala kewarasanya. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN