Aku menyantap lontong sayur di kantin kampus karena bayi besar itu telah merampok sarapan pagiku. Tidak mungkin aku mengikuti perintahnya mengambil makanan di dapur rumah mewahnya untuk gantu bekalku, meski sedikit rasa di hatiku menginginkannya. Bukan tanpa alasan, naluri kemiskinanku seolah menggeliat ingin mencicipi sarapan mewah mulut orang kaya. Namun, segera kutepis keinginan memalukan itu, dan aku terpaksa merogoh kocek lebih untuk sarapanku pagi ini. Padahal niat hati ingin menghemat, tapi apa daya aku tak mampu melawan keinginan tuan besar. Belum lagi ponselku yang dihancurkannya seenak dengkul itu, entah bagaimana nanti caraku memebeli hp baru di saat kondisi keuangan sedang sekarat begini. Kusudahi sarapanku saat kulirik jam tangan sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi, dosen