bc

Istri ke-4 Tuan Bharata Yudha

book_age18+
290
IKUTI
2.7K
BACA
HE
arranged marriage
heir/heiress
sweet
polygamy
like
intro-logo
Uraian

Ayra harus merelakan lelaki yang sangat di cintainya, menikah dengan kakak kandungnya. Dan sekarang, ia harus merawat anak mereka, setelah kecelakaan tunggal merenggut nyawa keduanya.

Tidak hanya meninggalkan anak-anak yang masih kecil, kakak perempuan Ayra juga meninggalkan beban hutang yang tidak sedikit, dan semua itu harus di tanggung sendiri oleh Ayra.

Kesulitan hidup yang dialami oleh Ayra, belum lagi ancaman para retenir yang setiap hari selalu mendatanginya, membuat wanita itu terpaksa menerima tawaran Eyang Candrawati, sosok perempuan yang dulu pernah ia tolong.

Eyang Candrawati memintanya untuk menikah dengan cucu kesayangannya dan menjadi istri keempat dari Tuan Bharata Yudha.

Berharap akan mendapat kehidupan yang lebih baik setelah menikah dengan Bhara, justru penderitaanlah yang di rasakan oleh Ayra.

Bhara tidak pernah menganggapnya ada, bahkan memandang sebelah mata kepadanya. Bagi Bhara, Ayra tidak lebih dari seorang wanita rendah, yang rela menukar hidupnya dengan uang.

Bhara tidak tau, jika sang Nenek mempunyai maksud tersembunyi dengan memaksanya menikahi Ayra, dan Bhara tidak pernah tau, jika ia yang telah menyebabkan Ayra menjanda di malam pertamanya.

chap-preview
Pratinjau gratis
Penghinaan Di Malam Pertama
"Dengar, kalian harus bekerja keras malam ini, karna kalian harus segera memberi seorang cicit buat Eyang. Tidak tidak, bukan hanya satu, tapi banyak cicit," ucap Eyang Candrawati, sebelum keluar meninggalkan kamar hotel. Ayra hanya tersenyum serayak mengangguk samar menanggapinya. Bhara yang berdiri di sampingnya, juga ikut tersenyum dan mengangguk saat Eyang Candrawati melirik ke arahnya. "Kau dengar bukan, apa yang aku katakan tadi?" Eyang Candrawati menatap lekat ke arah cucu laki-lakinya. Bhara mengangguk cepat. "Jangan kuatir Eyang, kami pasti akan bekerja keras malam ini," ucapnya serayak melirik sekilas ke arah Ayra. Eyang Candrawati tersenyum senang mendengarnya, wanita tua itu kemudian melangkah keluar menuju lift. "Hati-hati di jalan, Eyang," ucap Ayra sambil terus memandangi kepergian Eyang Candrawati hingga masuk ke dalam lift. Setelah kepergian Eyang Candrawati, mereka berdua kembali masuk ke dalam hotel yang megah dan mewah. "Jangan bermimpi tentang malam pertama! Tidak akan ada malam pertama atau malam-malam selanjutnya dalam pernikahan kita!" Ayra yang sedang sibuk mengobrak-abrik koper miliknya, langsung menghentikan gerakan tangannya begitu mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Bhara. Tidak hanya wajahnya yang berubah dingin dan datar, namun kalimat yang terucap dari mulut pria tampan itu juga tidak kalah dingin dan menusuk. Sejak pertama kali ia di pertemukan dengan Bhara, belum pernah ia mendengar kata-kata baik yang terucap dari mulut pria itu, selain kata-kata penghinaan yang begitu menusuk dan menyakitkan. "Kau tidak perlu kuatir, jangankan bermimpi, memikirkannya saja aku tidak," sahut Ayra datar. "Cih! Sudah jelas-jelas kau menukar harga dirimu dengan uang, masih berani kau jual mahal di hadapanku!" Bhara menatap penuh kebencian dan rasa jijik ke arah Ayra. Baginya, Ayra tidak lebih dari seorang wanita rendahan, sampah yang menjijikkan. Meskipun Ayra memiliki wajah yang sangat cantik, lemah lembut dan sopan, tapi bagi Bhara itu justru terlihat menjijikkan. Menurut Bhara, semua itu hanyalah topeng yang digunakan Ayra untuk menutupi semua keburukan wanita itu, yang hanya seorang seorang janda miskin dengan dua orang anak, dan sudah pernah menikah dua kali. Apalagi setelah Bhara tau, jika Ayra menikah dengannya hanya karna uang. "Bagiku kau tidak lebih dari sampah yang menjijikkan! Jangan terlalu senang karena eyang mendukungmu. Kau tidak akan pernah pantas berada di sisiku!" hina Bhara, menatap sinis ke arah wanita di depannya, yang bahkan sama sekali tidak melihat ke arahnya. Sakit. Kalimat itu terdengar begitu menyakitkan di telinga Ayra, namun wanita itu tetap memilih diam, ia masih memiliki stok kesabaran yang cukup banyak untuk menghadapi pria angkuh dan arogan yang baru beberapa jam yang lalu menjadi suaminya. Ayra menarik nafas dalam-dalam, lalu kembali mencari baju gamis yang sejak tadi tidak ia temukan keberadaannya di dalam koper. "Eyang tidak hanya menukar koper milikku, tapi eyang juga menukar seluruh isi koper dengan baju-baju seksi ini," batin Ayra saat tidak menemukan baju gamis miliknya di dalam koper, bahkan semua bajunya telah berubah menjadi baju-baju seksi kurang bahan. Melihat Ayra tidak terpengaruh dengan ucapannya, membuat Bhara semakin tersulut emosi tak menentu. Baru kali ini ada seorang wanita yang berani mengabaikannya, saat ia sedang berbicara. "Hei! Aku sedang berbicara kepadamu! Setidaknya tunjukkan sopan santunmu dengan melihat ke arah orang yang sedang berbicara kepadamu!" sentak Bhara dengan wajah gusar. Namun Ayra seperti menulikan pendengarannya, ia fokus menyelesaikan pekerjaannya merapikan baju ke dalam koper, setelah itu ia baru bangkit lalu berdiri tepat di hadapan Bhara. "Bukankah aku ini tidak lebih dari sampah yang menjijikkan bagimu? Kau sendiri yang mengatakannya, bukan? Jadi, untuk apa aku melihatmu? Bukannya itu hanya akan membuat perutmu mual saja?" ujar Ayra menatap lekat wajah suaminya. "Jangan pernah membalikkan ucapanku!" sergah Bhara dengan rahang mengeras. Pandangan mata mereka beradu, meskipun Bhara melihat dengan tatapan menghunus, namun Ayra tidak gentar untuk membalas tatapan suaminya. "Aku sudah melihatmu, Tuan Bharata Yudha, silahkan katakan apa yang ingin kau katakan lagi kepadaku," ucap Ayra tanpa berkedip Bhara terkesiap, lagi-lagi wanita di hadapannya menunjukkan sikap tidak takut kepadanya, dan hal itu membuat rasa benci dan amarah di hati Bhara semakin membuncah. "Kau—" Ceklek Belum sempat Bhara melanjutkan kata-katanya, seseorang sudah lebih dulu membuka pintu dari luar. Kedua orang yang sedang bersitatap itu langsung sama-sama menoleh ke arah pintu. "Baby!" Seorang wanita cantik dengan pakaian terbuka, muncul dari balik pintu dan langsung menghambur ke dalam pelukan Bhara, tepat di hadapan Ayra. "Apa kau sangat merindukan aku, Celina?" tanya Bhara serayak memeluk pinggang ramping wanita seksi itu. Sesekali ekor matanya melirik ke arah Ayra, yang melihat adegan itu tanpa berkedip. "Tentu saja aku sangat merindukanmu, baby! Dan aku ingin menghabiskan malam ini bersamamu," jawab Celina sambil bergelayut manja dalam pelukan Bhara. "Tentu saja kita akan menghabiskan malam bersama di sini, tapi ...." Bhara sengaja menjeda kalimatnya, dan pada saat Celina melihat ke arahnya, pria itu langsung mengarahkan pandangannya ke arah Ayra. Serta merta Celina mengikuti pandangan Bhara. Sudut bibir wanita itu langsung terangkat ke atas, saat melihat Ayra sedang menatap ke arah dirinya dan Bhara. Celina lantas menghampiri Ayra, menelisik penampilan wanita itu dari atas hingga ke bawah. "Kampungan!" desis Celina dengan tatapan merendahkan. Ia lantas berjalan memutari Ayra, menatap jijik ke arah wanita yang masih mengenakan dress pengantinnya, lengkap dengan penutup kepala yang menjulur sampai ke bawah dadanya. "Ternyata ini, wanita yang di jodohkan sama kamu, baby? Wanita yang membuat kita gagal menikah. Bisa-bisanya eyang lebih memilih wanita kampungan dan tidak berkelas seperti ini dibanding diriku," ujar Celina dengan angkuhnya. Ia lalu berdiri beberapa langkah di hadapan Ayra, menatap jijik serta merendahkan, seolah dirinya adalah wanita yang paling terhormat. Sementara Ayra masih tetap terlihat tenang, meskipun hatinya sakit dan terhina dengan perlakuan Bhara, namun ia mencoba untuk tetap sabar. "Benar sekali, Celina. Kampungan dan sangat-sangat tidak berkelas. Aku saja jijik melihatnya," sahut Bhara dengan nada sinis, lalu memeluk Celina dengan mesra dari belakang. Celina tersenyum senang, selagi Bhara dalam genggamannya, semua akan ada di bawah kendalinya. "Kau dengar bukan, kekasihku jijik melihatmu, jadi ... sebelum aku mengusirmu keluar, lebih baik kau segera angkat kaki dari tempat ini," ujar Celina sambil sesekali mendaratkan ciuman mesra di pipi Bhara. Ayra bergeming, rasa jijik tiba-tiba saja menyeruak ke dalam hatinya, melihat sang suami yang seperti sudah terbiasa bersentuhan dengan wanita yang bukan mahramnya. "Subhanallah! Naudzubillahi Min Dzalik," ucap Ayra dalam hati, tidak lupa dengan mengucap kalimat istighfar berulang kali. "Apa yang kau lihat! Segera tinggalkan tempat ini! Wanita rendahan sepertimu tidak pantas berada di dalam kamar hotel semewah ini!" bentak Bhara dengan tatapan tajam. "Tidak perlu membentakku, Tuan Bharata Yudha! Aku juga tidak sudi berada dalam satu ruangan dengan pezina seperti kalian! Aku memang wanita rendah, janda miskin dengan dua anak, tapi aku mengharamkan tubuhku di sentuh atau bahkan di lihat oleh lelaki lain yang bukan mahramku! Tidak seperti kalian, yang mengaku terhormat dan berkelas, tapi dengan senang hati menyerahkan tubuh kalian untuk disentuh bahkan digerayangi oleh pasangan yang tidak halal!" Seperti mendapat tamparan bertubi-tubi, wajah Bhara langsung merah padam mendengar perkataan Ayra. Pelukan di tubuh Celina pun langsung terlepas. Pria itu menghampiri Ayra dengan rahang mengeras dan kilat amarah di matanya. Bruk! Tubuh Ayra tersungkur ke lantai dengan keras, saat tiba-tiba Celina mendorong tubuhnya dengan kasar dan sekuat tenaga. Bhara yang hendak melampiaskan amarahnya kepada Ayra, langsung tersenyum puas saat Celina sudah lebih dulu mewakili keinginannya, apalagi saat melihat istrinya meringis kesakitan sambil mencoba untuk bangkit. "Dasar wanita s*nd4l! Jangan berlagak sok suci kamu ya! Kalau kamu wanita baik-baik tidak mungkin sampai kawin cerai dua kali!" umpat Celina dengan wajah merah padam. Wanita itu lalu mengambil koper milik Ayra, membukanya lalu memeriksa isinya. "Ini apa! Hah!" seru Celina lalu melemparkan semua lingery dan gaun malam seksi ke wajah Ayra. Bhara menyipitkan kedua matanya, ia sangat mengenal merek-merek baju yang kini berhamburan di hadapan Ayra. Itu merek-merek baju terkenal, dan tidak mungkin Ayra mampu membelinya dalam waktu singkat, dan koper itu ... "Sudah jelas-jelas jika kekasihku tidak menyukaimu, tapi kau berniat menggodanya dengan trik murahan! Cih! Dasar wanita mur4h4n!" hardik Celina lalu melemparkan koper ke hadapan Ayra. "Jangan kau kira aku akan tertipu dengan penampilanmu, dan sikap lemah lembutmu. Kau tidak ada bedanya dengan w************n lainnya yang senang menjajakan tubuh mereka di pinggir jalan," timpal Bhara tersenyum sinis. Kali ini ia benar-benar merasa puas, ia yakin jika Ayra tidak akan mampu bertahan lama menjadi istrinya. "Berkatalah sesuka hati kalian, aku tidak akan terpengaruh. Sebab keburukan yang keluar dari mulut seseorang adalah merupakan cerminan dari hati dan tingkah laku orang tersebut," tandas Ayra dengan wajah datar. Tidak ada luka ataupun kesedihan yang tergambar di wajahnya. Wanita itu benar-benar pandai menyembunyikan luka hatinya. Bhara dan Celina hanya tersenyum sinis menanggapinya, bagi mereka setiap perkataan Ayra hanyalah sebuah kemunafikan belaka. Dengan menahan luka dan kepedihan hatinya, Ayra mengemasi seluruh baju-baju yang berantkan di lantai, lalu melangkah ke arah pintu. Lama banget sih!" gerutu Celina lalu mendorong tubuh Ayra dari belakang dengan kasar, hingga wanita itu kembali terjatuh di depan pintu. Blam! Celina kemudian menutup pintu dengan kasar, sampai membuat Ayra berjengit kaget. Tidak lama setelah kepergian Ayra, seorang pria tampan masuk ke dalam hotel. Langkah kakinya menuju ke arah kamar Bhara, dengan seulas senyum yang menghiasi wajahnya. Sementara di dalam kamarnya, Celina sedang berusaha menggoda Bhara dengan kemolekan tubuhnya. Wanita itu tidak perduli jika Bhara terus memintanya untuk segera meninggalkan kamar tersebut, sebelum mata-mata eyang Candrawati memergoki mereka. Tok! Tok! Tok! "Layanan kamar!" "Apa kau memesan sesuatu, baby?" tanya Celina sambil terus membelai-belai tubuh Bhara. "Mungkin eyang yang memesannya sebelum pulang," sahut Bhara. Tanpa berpikir panjang, pria itu kemudian menyuruh pelayan hotel untuk masuk. Seorang pria tampan bertubuh tegap, melangkah masuk dengan kaki panjangnya. Senyum yang sejak tadi terukir di wajahnya langsung sirna, saat ia melihat pemandangan di depan matanya. "Apa ini! Di mana Ayra!" Bhara seketika menegakkan tubuhnya, begitu juga dengan Celina. Wajah pria tampan itu langsung berubah datar, saat melihat sosok yang selama ini begitu di bencinya. Abimana Aryasatya. Tanpa menunggu jawaban dari Bhara, Abimana langsung mencari keberadaan Ayra di seluruh penjuru ruangan. Tapi nihil. "Di mana Ayra! Apa kau mengusirnya?" tanya Abimana dengan wajah dingin. "Bukan urusanmu!" sahut Bhara datar. "Itu menjadi urusanku jika berhubungan dengan Ayra!" sarkas Abimana. "Terserah kau saja! Aku hanya ingin bersenang-senang dengan kekasihku malam ini!" tukas Bhara tidak perduli. "Ck! Tidak aku sangka, seleramu masih serendah itu!" ujar Abimana melirik sekilas ke arah Celina, setelah itu ia melangkah pergi dari kamar tersebut, tidak perduli dengan umpatan Celina di belakangnya. Setelah Abimana menghilang di balik pintu, Bhara kembali menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur, pria itu terlihat membuang nafas kasar berulang kali. Dalam hati Bhara terus bertanya-tanya, bagaimana bisa wanita rendahan seperti Ayra berteman dengan pria sekelas Abimana? Dari mana mereka bisa saling mengenal? Lalu mengapa Abimana seperti menaruh perhatian pada Ayra?

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
145.9K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
148.8K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
282.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
204.8K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
3.2K
bc

TERNODA

read
190.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
221.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook