Agrin akhirnya dapat melewati malam ini dengan damai, gangguan-gangguan yang datang dari Delpina mampu ia hadapi dengan tenang.
Ini saatnya mereka memberikan ucapan terima kasih kepada para tamu yang mulai meninggalkan acara.
Aksa sangat bersemangat saat ingin memberikan ucapan terima kasih kepada Keluarga Willard yang telah bersedia hadir di acara mereka, meskipun keberadaan Tristan tak lagi di temukan karena pria itu sudah pergi di pertengahan acara, Aksa berniat untuk berbicara pada Thompson dan Ajeng tentang niatnya menjodohkan Agrin dan Putra tunggal Pemilik Willard Group.
"Acaranya sangat menyenangkan Tuan Aksa," puji Thompson dengan senyuman sumringah.
Aksa menganggukkan kepalanya, sejak tadi ia sudah mengumpulkan keberanian untuk membicarakan masalah Tristan dan Agrin.
"Syukurlah kalau Tuan Thompson senang, saya jadi ikut senang," ucap Aksa penuh percaya diri.
Agrin yang mulai lelah berdiri dengan heels yang cukup tinggi tetap berusaha berdiri tegap dengan kepala tegak menghadap ke depan, setidaknya itu adalah pelajaran yang selama ini ia dapatkan dari Keluarga Darmayudha saat berada di acara berkelas seperti ini. Belum lagi rasa kantuk yang sudah melanda karena jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
"Agrin!" panggil Aksa.
Agrin yang kaget menatap ke arah Aksa.
"Ada apa Pa?" tanyanya.
Agrin memang sedikit jauh dari keberadaan Aksa, Delpina, Thompson dan Ajeng pun mendekat.
"Em ...begini Tuan Thompson, Putri saya ini sudah berusia 22 tahun, dia juga sudah menyelesaikan pendidikannya, saya berniat untuk menikahkannya," ujar Aksa.
"Wah, itu sangat bagus Tuan Aksa," jawab Thompson.
Agrin merasa sangat malu, ia yang mengetahui semua rencana Aksa hanya bisa menundukkan wajahnya menahan malu.
Sedangkan Delpina, wanita yang sebenarnya sudah sangat kesal hanya bisa memasang senyuman palsu ke arah setiap tamu yang ia hadapi termasuk Thompson dan Ajeng.
"Sa-ya pikir, saya ingin menjodohkan Agrin dengan Tristan," ucap Aksa terbata-bata.
Tentu saja hal ini membuat Thompson dan Ajeng sampai melotot karena shock.
Ajeng bahkan sampai terbatuk.
"Astaga Jeng, kamu gak apa-apa kan?" tanya Delpina berusaha membantu Ajeng.
"Ti-dak apa, saya cuma kaget aja," kekeh Ajeng.
Sedangkan Thompson, pria berperawakan bule ini sedikit menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Melihat ekspresi kedua orang di depannya membuat Delpina merasa sangat senang, sepertinya rencana Aksa menjodohkan Agrin dengan Tristan tidak berjalan sesuai rencana.
"Be-gini Tuan Aksa, saya sebenarnya juga berharap putraku itu segera menikah, mengingat Tristan sudah berusia 27 tahun, tapi sepertinya hal itu akan sangat sulit," ujar Thompson.
Aksa menyembunyikan kedua lengannya ke belakang lalu mengepalkan kuat kedua tangannya.
Agrin dapat melihat hal itu dengan jelas karena ia memang berada sedikit di belakang sang Papa.
"Memangnya apa alasannya Tuan Thompson? apakah Tristan sudah memiliki calon?" tanya Aksa hati-hati, meskipun kesal ia masih berusaha untuk tenang walaupun permintaannya sepertinya di tolak mentah-mentah oleh Keluarga Willard.
"Tunggu! sepertinya saya setuju dengan saran Tuan Aksa," ucap Ajeng berapi-api.
Entah kenapa wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda itu tiba-tiba memotong pembicaraan antara Aksa dan Suaminya.
"Tapi Honey," potong Thompson.
"Tenanglah Honey, apa salahnya kita mencoba saran Tuan Aksa," ujar Ajeng menenangkan sang Suami.
Delpina yang kesal dengan Ajeng hanya bisa menghela napasnya pelan.
"Bagaimana kalau Tristan mengamuk?" bisik Thompson kepada istrinya. Tentu saja hal ini tak dapat di dengar oleh Aksa dan Delpina.
Ajeng mengelus-elus pundak sang Suami.
"Tenanglah, biar aku yang bicara pada Tristan," jawab Ajeng sembari tersenyum lebar ke arah semua orang.
Mendapat respon baik dari Ajeng, membuat Aksa seperti mendapatkan harapan, pria paruh baya itu balik tersenyum.
"Kalau begitu apakah Tuan dan Nyonya setuju?" tanya Aksa.
"Kami setuju Tuan Aksa, tetapi saya akan mengabari esok ya, saya akan bicara dulu pada Tristan," ujar Ajeng.
"Te-tentu saja Nyonya," jawab Aksa dengan semangat.
Ajeng pun mendekati Agrin lalu memeluk gadis itu, tentu saja hal ini membuat Agrin kaget, sudah lama sekali ia tak merasakan pelukan hangat seperti ini.
"Saya suka dengan kamu, saya berharap sekali bisa memiliki Menantu yang cantik seperti ini," ucap Ajeng sembari mengelus pipi Agrin.
Agrin tersenyum tipis, jantungnya berdetak kencang, bukan karena ia senang dengan perjodohan ini, namun karena sikap Ajeng yang begitu lembut padanya.
"Teri-ma kasih Nyonya," jawab Agrin gugup.
Kini Ajeng memeluk Delpina "Saya tidak sabar ingin manjadi Besan Jeng Delpina,"
Delpina hanya terkikik membalas pelukan Delpina.
"Dan terima kasih kepada Tuan Aksa yang sudah memberikan saran Brilian ini pada kami," kekeh Ajeng pada Aksa.
Setelah acara bercengkrama dengan para tamu selesai, Aksa, Delpina dan Agrin pun meninggalkan Hotel, kini ketiganya sudah berada di dalam mobil.
"Sepertinya rencanaku berhasil," tukas Aksa.
"Apanya yang berhasil, sepertinya mereka kaget dengan rencana gilamu itu Mas!" jawab Delpina memasang wajah masam.
"Kita lihat saja nanti, aku yakin sekali kalau si Tristan tertarik pada Agrin, ya kalau dia tidak tertarik masih ada anak bungsu Pak Presiden atau Putra sulung Mahawirya," kekeh Aksa.
Agrin membulatkan kedua matanya, gadis yang sejak tadi diam dan menatap kosong ke jalan itu terlihat panik saat mendengar perkataan Aksa..
"Anak bungsu Presiden? Putra sulung Mahawirya? apa maksud Anda?" tanya Agrin.
Aksa melirik sekilas ke belakang menatap Putrinya itu.
"Kau tidak perlu tahu sekarang, fokus mu sekarang cukup membuat Putra Tunggal Thompson Willard tergila-gila padamu, kalau berhasil kau tak perlu bertemu pria lainnya," jawab Aksa menyeringai.
Agrin meremas dressnya dengan kuat.
"Anda pikir saya barang? kenapa kalian melakukan ini padaku?" bentak Agrin, ia tak lagi bisa bersabar dengan tindakan Aksa yang seakan-akan sedang ingin menjualnya.
Aksa menghentikan mobilnya dengan tiba-tiba hingga membuat kepala Delpina dan Agrin terbentur ke depan.
"Apa-apaan sih kamu Mas!" teriak Delpina.
"Ini karena kamu anak haram!" Delpina yang kaget dan geram langsung menarik rambut Agrin yang tersanggul menjadi berantakan.
"Tolong lepaskan! sakit ..." isak Agrin.
Aksa yang melihat hal itu hanya diam tanpa melakukan apapun.
Setelah puas melihat Agrin kesakitan barulah ia menghentikan kekerasan yang di lakukan Delpina.
"Cukup!" bentaknya.
Delpina pun langsung ciut dan melepaskan genggamannya pada rambut Agrin.
"Kenapa sih Mas? aku belum puas menyakiti anak haram ini," gerutu Delpina.
Agrin berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh di depan Aksa.
"Ke-napa kalian sangat jahat padaku? kalau kalian benci padaku kenapa tidak mengusirku saja dari rumah kalian," tegas Agrin menatap dingin ke arah Aksa.
"Kau tidak akan bisa keluar dari rumahku! lakukan saja semua perintahku dan kau bisa hidup dengan baik," ucap Aksa tanpa melihat ke belakang.
Agrin dapat melihat bagaimana Aksa meremas kuat setir mobilnya seakan-akan sedang menahan amarah.
"Aku harus tenang, jangan terbawa emosi kalau aku masih ingin selamat dari para b******n ini," batin Agrin.
Agrin kembali duduk dengan tenang dan memasang wajah datar, ia tak lagi berani berbicara sepatah katapun.
Mobil pun kembali melaju dengan kecepatan sedang, suasana hening bahkan Delpina pun tak berani bicara sepatah katapun.