Bab 24

2768 Kata
Lexington, Manhattan, New York City Selasa, 28 November 2017    -- Sara.. ini aku Katherine.. aku harap kau tidak bangun terlambat pagi ini, tapi jika kau mendengar rekaman ini, aku ingin mengajakmu ke sebuah pantai. Harinya cukup cerah dan jadwal praktekku kosong hari ini. Aku tahu kau menyukai pantai, aku tahu kau rindu berada di sana, mungkin.. pengobatannya akan berhasil. Aku cukup yakin kau bisa sembuh. Tidak ada salahnya berharap, bukan? Sara, dengarkan aku.. dunia menunggumu di depan, waktunya untuk bergerak dari masa lalu. Siapa tahu apa yang akan kau dapatkan di hari kemudian? Um.. maaf, aku tidak pernah merasa bersemangat seperti sekarang. Dan maaf aku meninggalkanmu semalam, tapi aku harus pulang. Kau harus tahu, kau bukan pasienku saat ini, dan aku bukan psikiatermu, kita adalah teman. Ada beberapa hal yang layak kita bagi bersama teman. Aku sungguh menyesal tentang Tom, Sara.. tapi tidak apa. Semua orang mengalami hal buruk dalam hidupnya. Ada sesuatu yang ingin kutunjukan padamu, aku ingin membaginya bersamamu. Aku harap kau mengingatku. Sampai jumpa besok.. Rekaman itu berakhir di sana. Melalui jendela kereta, aku menatap hamparan rumput luas di lahan. Keretaku melintas cepat melewati pohon-pohon tinggi dan bangunan-bangunan tua. Aku bisa mendengar suara berdesing roda kereta yang bergerak di atas rel. Burung-burung berterbangan di luar sana. Ketika cahaya matahari bergerak masuk menembus kaca jendela keretaku, aku membuka buku catatanku dan aku mulai menulis. Hari ini, tepat pada hari selasa di bulan November, aku akan menemui Kate. Aku akan pergi ke jembatan Brooklyn dan menemuinya di sana. Ada begitu banyak hal yang ingin kukatakan padanya. Aku tidak ingat bagaimana persisnya, tapi hubungan pertemanan kami menjadi semakin akrab. Aku suka mendengar suaranya, aku suka melihat matanya yang bulat dan tajam. Aku bisa membayangkan Kate dari semua foto-fotonya yang dipajang di papan merah. Tiba-tiba duniaku berbalik. Aku rasa setelah bertahun-tahun, pencarian ini berakhir. Aku telah menemukannya. Dialah orang yang akan kuberitahu segalanya, dialah temanku - Kate. Katherine Bernice, dia seorang psikiater. Pertama kami bertemu ketika aku melihatnya melalui jalur taman. Kemudian pada suatu hari, ketika aku berdiri di jembatan Brooklyn, Kate memandangku, kami berbicara dan dalam sekejap kami menjadi begitu akrab. Usia Kate beberapa tahun lebih muda dariku, tapi itu tidak masalah. Dia sudah menikah, suaminya, Anthony Whitman adalah seorang agen perumahan yang sukses. Aku tidak bisa menemukan gambar wajahnya di google, tapi aku bisa membayangkan seperti apa dia: berkulit gelap, memiliki sepasang mata dan rambut berwarna hitam, tubuhnya tinggi, cara berpakaiannya kasual. Dia adalah laki-laki yang sangat sopan. Dia adalah pasangan paling hebat untuk Kate. Pagi tadi ketika aku terbangun, aku mendengar suara-suara di kepalaku. Aku tidak mabuk dan aku tahu apa yang membuat perasaanku meletup-letup. Itu semua karena Kate dan rekaman suaranya di alat itu. Aku mendengarnya sepanjang perjalanan menuju stasiun dan aku masih mengulanginya hingga aku sampai di kereta. Aku melihat banyak hal pagi ini: ada Danny, Bob dan Marie - aku bertanya-tanya dimana Bill, pria tua di gerbong yang sama, dan banyak wajah yang masih kuingat jelas. Tapi bukan mereka yang membuatku tertarik. Aku akan bertemu Kate dan itu satu-satunya alasanku tiba lebih cepat.   --   Jembatan itu terasa lebih panjang dari biasanya. Aku bisa merasakan sentuhan cahaya matahari yang hangat di wajahku. Aku bisa mendengar suara-suara menggantung di sekitar, keributan lalu lintas, langkah cepat para pejalan kaki. Aku bisa mencium udara di bulan November. Toko-toko ramai oleh pengunjung, orang-orang sibuk mempersiapkan hari thanksgiving. Semua hal di kota ini sudah terasa akrab. Semua jalur dan tempat - aku rasa aku telah melaluinya. Aku pernah berjalan berkali-kali di jalur yang sama dan tidak memiliki tujuan. Aku hanya mengikuti kemana kakiku melangkah. Aku mengingat pancuran air di pusat kota, aku mengingat riak kecil di danau, aku merasa semakin baik setiap detiknya. Aku rasa ada sesuatu yang besar telah mengubah hidupku. Aku tidak yakin tentang beberapa hal. Aku tidak yakin tentang pengobatan ini, aku tidak yakin aku dapat sembuh. Aku tidak bisa berbohong. Ketika kau melangkah semakin dekat, kau akan merasa dunia semakin menjauhimu. Aku telah merasakannya selama bertahun-tahun. Hari ini berbeda. Aku rasa dunia menghampiriku. Ia sudah begitu dekat dan aku tidak siap untuk apapun. Kau pengecut, Sara.. masalahmu hanya kau takut pada banyak hal. Aku masih mengingat kata-kata Tom dan aku tidak akan mengelak. Ia benar tentang beberapa hal: aku terlalu takut pada banyak hal. Termasuk saat ini, aku tidak tahu apa pertemuan ini akan berhasil tapi aku akan mencoba. Aku percaya pada temanku. Aku menunggu dan penantianku terbayar ketika aku melihat wanita itu berjalan menghampiriku. Dia mengenakan pakaian kasual pagi ini - aku rasa dia cocok mengenakan apapun. Bukan itu yang terpenting, aku telah menunggunya, aku tidak sabar untuk berbicara dengannya. "Jadi kau mendengar rekaman itu?" Kate tersenyum padaku, senyum yang masih kuingat di kepalaku. "Ya. Kau mengatakan soal pantai.." "Benar." "Kita akan pergi kesana?" "Kemanapun kau ingin."   --   Kami pergi ke pantai siang itu dan aku benar-benar berjalan di atas pasir tanpa alas kaki. Itu seperti mimpi lama yang dihidupkan kembali. Kate dan aku berjalan bersisian. Desauan angin membelai wajah kami. Aku menatap Kate melalui sela-sela rambutku yang bertebaran di depan wajah. Kami tersenyum seperti seorang anak yang baru saja mendapatkan mainannya. Kami berdiri dan menatap ombak yang bergerak ke arah pantai. Air laut yang pasang, juga matahari yang mengintip di balik langit november. Dahan pohon yang berderet melambai ke arahku. Pasir putihnya terasa halus di bawah kakiku. Tiba-tiba aku teringat langit malam dan ribuan bintang yang berbaris tidak beraturan di langit. Aku mengingat baju hijau longgar milik Tom yang kukenakan saat itu, juga topi warna merah Tom yang terbang ketika tertiup angin di pantai. Aku ingat Tom mengejar topi itu dan dia berakhir dengan tubuh basah. Aku menertawai Tom, Tom hanya tersenyum, matanya tidak berhenti menatapku. Dia bergerak mendekatiku, aku menghindarinya dan kami berlari-larian di atas pantai. Aku memejamkan mata saat ingatan itu menyerbu kepalaku. Aku ingin mengulanginya lagi, aku ingin merasakan bagaimana sensasinya – aku sudah lupa bagaimana rasanya. Kini, bersama Kate, aku merasa seisi dunia sedang mengawasi kami. Setelah bertahun-tahun tidak ada yang normal tentang semua ini kecuali karena fakta bahwa akhirnya aku menemukan seseorang sebagai temanku. Dia psikiater, tapi aku bukanlah pasiennya. Dia tidak sedang menjalani studi atau pelatihan khusus dan kami benar-benar berteman layaknya orang-orang normal. Aku tertegun. Telapak tanganku terasa lembab ketika menyentuh pasir itu. Aku meraihnya segenggam kemudian membawanya di depan wajahku. Kutatap pasir putih yang jatuh melalui sela-sela jariku, kusaksikan setiap butirnya membentuk gundukan kecil di samping kakiku. Aku memejamkan mata dan sekali lagi, kubiarkan ingatan itu berputar dalam benakku. Kate menyentuhku dan tiba-tiba segalanya menjadi pudar. “Kau baik-baik saja?” “Ya,” jawabku dan aku membalas senyumnya. Itu terasa aneh ketika senyum itu akhirnya memunculkan diri setelah bertahun-tahun lamanya. “Apa kau akan memberitahuku apa yang kau pikirkan?” Aku ragu, tapi hanya sejenak. Mudah sekali untuk memercayainya. Bahkan, aku tidak kesulitan menemukan kata-kata seperti biasanya. “Itu malam di bulan Desember yang indah,” aku memulai. Suaraku teredam oleh ombak yang bergerak menghampiri kami. Aku menunggu hingga air laut kembali surut sebelum melanjutkan. “Aku dan Tom berjalan di atas pantai di Mississippi. Kami menyewa sebuah tempat penginapan untuk tiga malam. Orangtuaku tidak mengetahui hal ini, aku berbohong pada mereka kalau aku dan teman sekolahku sedang mempersiapkan sebuah acara sosial. Tom membongkar tabungannya, dia menggunakan sebagian uangnya untuk liburan ini. Hanya aku dan dia. Aku ingat malam ketika kami hanya duduk di atas pasir seperti ini dan menatap langit. Tidak ada satupun bintang malam itu. Semuanya tampak gelap, jadi Tom berpikir untuk membeli lampion. Dia menyiapkan segalanya di malam kedua. Aku menyaksikan belasan lampion di atas langit mississippi. Dia bilang: kita hanya perlu membuatnya terbang lebih tinggi untuk dapat terlihat seperti bintang. Kami bicara banyak hal. Dia tertarik pada hal-hal yang kusukai, dia selalu berpikir bahwa tidak ada yang lebih menarik ketimbang ilmu pengetahuan..” aku mendengus. Kedua bahuku berguncang saat mengingat wajahnya. Aku dapat membayangkan bagaimana rahangku berkedut setiap kali mendengar Tom berbicara tentang buku kesukaannya. Laki-laki itu adalah pembohong yang payah. Tom selalu berbohong untuk membuatku senang dan aku selalu mengetahuinya. “Dia tidak pernah menyukai semua itu,” kataku. “Aku tahu dia hanya berusaha membuatku senang. Tapi aku menyukainya. Aku menyukai semangatnya. Dia seperti bayi laki-laki yang antusias pada hal-hal baru. Tom mengatakan kalau dia akan mengumpulkan uang dan membangun sebuah rumah di perkebunan Virginia. Dia selalu tertarik pada konstruksi. Dia bilang kami akan menempati rumah itu suatu saat. Jadi ketika dia bertanya aku ingin rumah yang seperti apa, maka aku menjawab: aku ingin sebuah rumah di dekat danau. Aku ingin sebuah beranda yang luas. Aku ingin jendela di kamarku menghadap langsung ke arah danau jadi ketika aku terbangun, aku bisa memandanginya. Aku ingin dia menyusunnya dengan lantai dan dinding kayu. Akan ada anak tangga yang melingkar menuju lantai atas dimana ada dua kamar, satu untuk kami, satu yang lain untuk anak kami. Aku ingin bagian dapurnya ditata dengan rapi. Aku menginginkan sebuah perapian di ruang tengah dan di dalam kamar dan aku ingin memiliki ruang kerjaku sendiri sehingga aku tidak akan bosan berada di sana. Tom tertawa, tentu saja.. tapi dia menyetujuinya. Kami mabuk dan malam itu berlalu sangat cepat. Aku ingin mengulanginya sekali lagi. Aku ingin mengatakan pada Tom kalau ada sesuatu yang kulupakan tentang rumah itu. Aku ingin dia mengecat dindingnya dengan warna biru pucat dan aku ingin sepraiku juga berwarna biru. Semua hal yang aku lupakan, aku ingin mengatakannya sekarang.” Desir ombak di lautan terdengar semakin keras. Aku bergeming, Kate masih menungguku. Aku rasa aku tidak punya pilihan selain menyelesaikan cerita ini. “Aku ingin memutar waktu. Aku merindukan Tom dan sahabatku, Nicole. Aku bertanya-tanya seperti apa jadinya jika aku tidak hadir di tengah-tengah mereka.” “Apa kau merasa itu kesalahanmu, Sara?” “Tentu saja ini kesalahanku. Aku berutang permintaan maaf pada Nicole. Dia tidak akan membenciku jika saja hubungan itu tidak pernah terjadi.” “Apa yang dikatakan Tom tentangnya?” “Tom tidak begitu menyukai sifatnya. Ada beberapa hal tentang Nicole yang tidak bisa diterima Tom.” “Dan dia memilihmu,” Kate menyelesaikan kalimat itu untukku. Aku menatap matanya, sekilas melihat ketulusan terlukis di sana. “Kau tidak menghendaki hal ini terjadi. Kau menerima apa yang digariskan untukmu. Itu bukan sebuah kesalahan besar. Kau tidak berutang apapun pada siapapun. Sebelum kau meminta maaf, kau harus memaafkan dirimu sendiri, Sara. Itu yang kau butuhkan.” Kate mungkin benar, Tom yang memilihku dan aku tidak menginginkan hal ini terjadi - tapi persahabatanku dengan Nicole telah hancur dan aku adalah pengacau yang hadir di tengah-tengah mereka. "Apa kau pernah mengalami hal yang sama, Kate? Maksudku mengapa kau ada di sini dan untuk tujuan apa?" "Itu transisi," sahut Kate. "Pikiranmu kacau dalam satu situasi dan itu memengaruhimu, kemudian kau bergerak ke dimensi lain namun itu tidak berpengaruh besar. Kerusakan yang disebabkan oleh situasi sebelumnya tidak pernah disembuhkan. Jadi kau kebingungan dan kau mulai tidak memercayai dirimu. Aku yakin setiap orang pernah mengalaminya, Sara." "Mengapa kau tidak mengatakan padaku sesuatu tentangmu, maksudku.. apa kau menikah? Apa kau memiliki anak, Kate?" Aku sudah mengetahui jawaban dari pertanyaan itu, tapi aku tidak pernah mendengarnya dari mulut Kate dan aku bertanya-tanya dimana dia meletakkan cincin pernikahannya. Mungkinkah sesuatu terjadi pada Kate? Mungkinkah itu berkaitan dengan catatan yang kutulis pada tanggal 16 ketika aku melihat bayangan seorang pria memukul sang wanita di rumah Kate? Aku masih bertanya-tanya, siapa pria itu? Dan apa yang kulihat sebelum kecelakaan yang terjadi pada 23 November. Ada sesuatu yang salah tentang ingatan itu, dan aku tidak bisa meyakinkan diriku bahwa itu bukan sekadar ilusi. Aku tidak sedang berkhayal. Aku yakin dengan apa yang kulihat dan apa yang kutulis dalam buku catatanku. Tapi aku mabuk – aku mabuk dan tidak bisa mengingat apa-apa. Mungkinkah? Mungkinkah itu hanya ilusiku saja? Kate tersenyum. Wanita itu tidak segera menanggapiku, tapi aku bisa melihat perubahan emosi di wajahnya. "Kau sudah menikah, bukan?" "Itu sudah berakhir." "Kenapa?" Kate mengangkat kedua bahunya, menolak untuk menjawab dan aku masih penasaran. "Aku tahu ini sulit untukmu, tapi aku perlu tahu. Apa yang terjadi? Kau.. apa dia mengecewakanmu?" "Tidak, Sara. Hubungan pernikahanku bukan sesuatu yang akan kita bahas disini." "Tidak!" Aku bersikeras. Aku bisa merasakan urat-urat di wajahku tertarik dan hawa panas menjalar naik hingga ke atas tengkukku. "Aku minta maaf, tapi apa yang salah tentang itu? Kau bilang.. ini bukan percakapan antara dokter dan pasiennya, dan aku sudah mengatakan segalanya. Aku memberitahumu tentang Tom, tentang Nicole, tapi aku tidak benar-benar mengenalmu. Siapa kau? Kau Katherine Bernice, kau psikiater dan kau temanku, hanya itu yang bisa kuingat setiap pagi. Apa kau tidak mengerti? Aku ingin tahu sesuatu yang hanya kau bagi bersama temanmu. Apa aku benar-benar mengenalmu, Kate? Apa hubungan kita sudah seakrab itu?" Kate tertegun, wajahnya memerah. Ketika itu aku sudah bergerak menjauh. Dia tidak berusaha mencegahku. Aku berbalik, dia tidak memanggilku. Dan ketika aku berlari meninggalkannya, dia masih berdiri di tempat yang sama. Aku berjalan dengan tergesa-gesa, bergerak menuju stasiun. Berlari di antara kerumunan orang yang berjalan menuju arah yang berlawanan. Aku menundukkan wajah, menghitung langkahku. Nafasku tercekat, aku merasa sesak. Kuangkat wajahku, aku semakin dekat dengan stasiun. Ketika aku akhirnya mendapatkan tempat duduk di gerbong kedua, aku menyandarkan tubuh di atas kursi, mataku menatap keluar jendela. Matahari telah bergerak ke arah barat. Seisi kota tampak sibuk. Keretaku melintasi jalan raya, melewati kebisingan kota di belakang kami. Aku menatap deretan lampu-lampu yang dipasang di antara jejeran rumah. Plang-plang di jalanan seakan ikut menanti hari perayaan thanksgiving. Aku menyaksikan awan gelap bergerak di atasku, hamparan rumput tinggi di lahan yang luas dan deretan pohon Pinus. Terkadang ketika keretaku melewati rawa, aku melihat seekor kijang mengintip dari balik pohon kemudian berbalik dan berlari dengan gelisah. Aku mengikutinya hingga ia menghilang di dalam rawa. Aku membayangkan sebuah jalanan di sekitar perumahan, rumput-rumput basah di sisi jalan, dan udara pagi yang segar. Aku mengintip dari balik jendela kamarku, melihat Tom sedang bermain bersama putri kami di beranda. Dia mengayunkan tubuh kecilnya di udara, dan bayi kecil itu tertawa lepas. Aku menamainya Yvaine. Nama itu berasal dari Skotlandia yang berarti bintang senja. Aku selalu membayangkan putriku akan tumbuh secantik dan secerdas Kate. Dia akan menjadi gadis yang sempurna. Kate.. Nama itu tertulis dalam setiap lembar di buku catatanku. Aku mengingat percakapan terakhir kami di pantai. Bayangan wajahnya ketika aku menyinggung hubungan pernikahannya. Satu hal yang benar-benar menyinggungku adalah fakta bahwa Kate tidak bersikap terbuka. Aku tidak yakin dia telah menjadi temanku. Aku hanya memercayai apa yang kutulis dalam buku catatanku tentangnya dan aku tahu aku akan terbangun keesokan paginya dan melupakan hari ini. Rasanya terlalu mudah bagiku untuk melupakan rasa sakit, penolakan, kebahagiaan. Tapi aku tidak berniat melupakan apa yang kualami bersama Kate. Aku tidak ingin melupakan percakapan kami di pantai bahkan jika itu berarti aku tidak akan berhenti merasa kesal padanya – atau aku hanya merasa kesal pada diriku. Aku tidak tahu apa yang benar-benar kurasakan. Aku kebingungan, dan aku mabuk sepanjang malam itu. Aku menghabiskan waktu berjam-jam untuk mencatat semua kejadian yang kualami hari ini. Aku tidak ingin melupakan desauan angin di pantai, hamparan pasir putih di bawah kakiku dan Kate. Kami bicara tentang Tom dan Nicole dan betapa bodohnya aku, aku merusak pertemuan itu dengan bersikeras untuk mendengar kisah kehancuran hubungan pernikahannya. Itulah sebabnya tidak ada cincin pernikahan di jari Kate. Kate menyembunyikan hal itu dari semua orang. Tapi apa yang terjadi padanya dan Anthony Whitman? Mengapa Kate memutuskan untuk bercerai? Lalu, siapa pria yang kulihat berdiri di belakang jendela? Mengapa pria itu memukulnya - memukul Kate? Benarkah itu yang terjadi atau aku hanya mengada-ada? Aku tidak tahu jawabannya - Kate tahu. Aku menyesal membayangkan bagaimana manisnya hubungan pernikahan Kate. Aku menyesal membayangkan Anthony Whitman sebagai pria baik yang mencintai Kate seperti Tom mencintaiku. Kate tidak mau berbicara jujur, dan aku hanya bisa menulis semua kemungkinan yang terjadi dalam buku catatanku. Mungkin mereka bercerai karena merasa tidak nyaman dengan satu sama lain atau mungkin Kate menceraikan suaminya karena Anthony tidak selalu hadir dan terus menyibukkan diri. Mungkin Kate menceraikannya karena Anthony berselingkuh? Aku mencoret kemungkinan itu, mencoba memikirkan kemungkinan lain. Ini yang kutakuti, tapi aku tetap menulisnya. Mungkin Kate menceraikan Anthony karena laki-laki itu memukulnya? Aku memejamkan mata. Aku merobek kertas dalam buku catatan itu kemudian meremasnya dengan kuat. Aku melemparnya hingga kertas itu bergulung masuk ke kaki ranjang. Aku berderap ke arah jendela, menyibak tirai dan menatap langit malam menggantung di sana. Orang-orang berkeliaran di bawah sana, bangunan-bangunan tinggi menatapku, dan kebisingan lalu lintas masih terdengar dari tempat yang jauh. Aku meraih anggurku dan meneguknya. Aku menulis daftar yang harus kulakukan besok dan menggantungnya di papan merah: menemui Kate di jembatan, meminta maaf padanya.. aku harap itu menjadi semudah seperti yang kubayangkan.  -- Beritahu saya tanggapan kalian..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN