Feelings 10

1007 Kata
#Danendra Gue sudah menghabiskan dua kaleng minuman soda dan muterin terminal tujuh kali. Namun sosok Aira belum ketemu juga. Langit sudah mulai sore. Hampir magrib bahkan ketika Nyokap telepon dan menyampaikan hal yang bikin gue pengen banting handphone.  “Daka di mana?” tanya Nyokap.  “Di terminal ini. Kata orang-orang di jalan, bus yang dinaekin Ai ngetemnya di terminal ini, Ma,” jawab gue setengah kesal. Antara kesal karena gue udah direpotin dan Aira juga udah ikutan repot ngurusin itu anak. “Tapi Ai belum kelihatan juga, Ma.” Dari dulu memang Nyokap gue yang selalu dipusingin soal Aira dan Ganesha. Nggak ngerti gue kenapanya. Tiap gue tanya “Ngapain Mama ngurusin anak orang lain, sih?” jawabannya selalu nggak jauh-jauh dari “karena Mama menganggap mereka berdua seperti anak-anak sendiri.”  “Daka pulang aja. Ai udah pulang. Barusan Papa telepon katanya Ai udah di rumah.”  “Gimana?”  “Om Alvin udah telepon Papa. Ngasih tahu kalau Ai udah di rumah. Daka pulang aja ya. Nggak usah mampir-mampir, loh!”  FUCK!!! AIRA!!! Gue geprek beneran lo ya abis ini. “Kenapa baru bilang, sih? Daka ini udah setengah mampus nungguin di terminal, Ma!” rengek gue pada Nyokap.  “Ya udah, biar nggak semakin mampus Daka pulang aja. Yang penting Ai udah di rumah sekarang.”  “Besok-besok Daka nggak mau ngelakuin hal kayak gini lagi, titik!”  “Daka-” Setelah mengucap salam–hal yang sering diingatkan Nyokap setiap kali kita menerima dan mengakhiri panggilan telepon, keluar dan masuk rumah juga–gue mengakhiri sambungan telepon tanpa menunggu Nyokap membalas salam gue. Gue rasa masih ada hal yang ingin Nyokap gue sampaikan tadi di telepon. Tapi gue keburu mengakhiri panggilan telepon.  Bodolah! Kalau penting juga nanti bisa telepon lagi.  Dari terminal gue segera pulang ke rumah. Memacu mobil dengan kecepatan penuh saat melintasi jalan tol. Aira benar-benar sudah membuang waktu gue kali ini. Mana malam ini malam Sabtu. Waktunya gue ngumpul bareng komunitas drag race yang pernah dibicarakan Aira waktu itu. Ternyata ucapan Aira saat semester satu waktu itu nggak terbukti benar. Sampai sekarang nggak ada yang tahu gue ikutan kegiatan ekstrim itu. Dan gue masih aman-aman aja sekolah seperti biasanya.  Gue memang udah lama nggak gabung komunitas itu. Lebih tepatnya semenjak mobil gue disita Bokap gara-gara nilai PTS gue jeblok. Sekarang Bokap udah mengembalikan mobil gue karena nilai semester gue sudah lebih baik. Memang ada campur tangan Aira juga sebenarnya. Tapi kalau gue sendiri nggak ada usahanya juga, nggak bakal bisa, ya kan. Dan gue nggak peduli soal itu. Malam ini waktunya bersenang-senang… Sebelum ke tempat komunitas drag race, rencananya gue mau mencari alamat rumah Syahila. Tadi waktu nungguin Aira di terminal, teman yang gue mintain tolong buat nyari alamat rumahnya Syahila nge-chat alamat lengkap rumah cewek rohis itu. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, mendingan besok malam aja sekalian malam minggu ke rumah Syahila-nya. Bodo amat dia udah punya pacar atau belum.  Ketika gue sampai rumah, kondisinya dalam keadaan sepi. Cuma ada pembantu rumah tangga rumah gue.  "Papa Mama mana, Bik?" tanya gue saat melewati dapur.  "Keluar, Mas. Abis magrib tadi. Maunya nunggu Mas Daka, tapi takut kemalaman di jalan katanya.”  “Jadi ke Puncak?” tanya gue memastikan. Nyokap sempat cerita katanya pengen main ke Puncak weekend ini. Ngajakin gue juga. Tapi gue udah kepalang janji mau balapan, jadi gue menolak ajakan Nyokap.  “Jadi, Mas. Kembali ke Jakarta Minggu siang. Mas Daka mau makan?" "Boleh, deh, tolong siapin, ya, Bik. Aku mau mandi dulu."  “Baik, Mas.” Sudah kuduga. Weekend gini ortu gue pasti nggak akan ada di rumah. Itu cara bokap nyokap gue menenangkan diri. Nyokap gue terpukul banget waktu adik gue meninggal. Bokap berusaha sebisa mungkin untuk menenangkan Nyokap supaya nggak keinget terus sama adik gue yang sudah meninggal. Kata Nyokap saudara gue kalau hidup semua ada empat sama gue. Sayangnya yang tiga nggak bertahan hidup, dua janin keguguran, yang satu meninggal saat usianya tujuh bulan di kandungan. Mungkin itu cara Nyokap melampiaskan rasa kangennya sama mendiang saudara-saudara kandung gue, dengan menyukai anak kecil dan sering menghabiskan waktunya bersama anak-anak di yayasannya, termasuk menganggap Aira dan Ganesha seperti anak sendiri.  Risiko jadi anak tunggal ya begini. Meski dicurahi rasa sayang dan dituruti segala keinginannya, gue tetap merasa kesepian. Pas ortu nggak ada di rumah, gue merasa sendiri. Itu sebabnya gue senang banget berteman sama siapa saja. Gue suka keramaian, suka banget kalau ada yang mengajak nongkrong. Bokap jarang protes karena memang jarang ketemu gue--bokap pulang kerja gue pasti sudah standby di rumah. Justru yang sering protes nyokap, karena jarang ketemu gue.  Selesai mandi dan bersiap ke tempat komunitas drag race gue bergegas turun ke ruang makan. Gue menemukan Bibik sedang menyiapkan makan untuk gue.  “Lengkap banget, Bik? Aku makan sama ayam gorengnya aja.”  “Tapi Nyonya pesan, Mas Daka harus makan sayur.”  “Bilang aja makan. Tapi nggak perlu disiapin.”  “Tapi, Mas-”  “Udah, ini mangkuk sayurnya bawa ke belakang lagi. Tinggalin piring nasi sama ayam gorengnya aja.”  “Baik, Mas. Bibik bawa ke belakang ya, sayurnya.”  “Bibik udah makan?”  “Selesai Mas Daka makan aja.”  “Ya udah. Aku makan duluan, ya, Bik.”  “Iya, silakan,” jawab Bibik lalu meninggalkan ruang makan.  Gue makan cukup tergesa. Nasi yang disiapkan oleh Bibik tersisa hampir setengahnya. Gue mengenakan jaket yang tadi gue bawa dari kamar lalu mencari keberadaan Bibik.  “Mas Daka mau ke mana?”  “Mau ke tempat temen.”  “Nanti kalau Nyonya atau Tuan telepon nyariin Mas Daka, Bibik jawab apa?”  “Bilang aja maen ke galerinya Ganes.”  “Baik, Mas,” jawab Bibik sembari mengikuti langkah gue menuju carport.  Gue masuk mobil dan menunggu pintu garasi gerbang rumah terbuka setelah Bibik menekan tombol otomatisnya.  “Aku agak malem pulangnya. Jadi gerbangnya digembok aja,” ujar gue sebelum mulai melajukan mobil meninggalkan garasi.   “Mas Daka bawa kunci sendiri?”  Gue hanya memberi jawaban dengan mengangguk lalu menginjak pedal gas dan melajukan mobil meninggalkan rumah.  ~~~  ^vee^ 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN