Jack datang ke Yellow moon pack dengan tergesa-gesa, pria yang sudah lama tinggal di dunia manusia sekaligus menjadi tetangga Alana itu berjalan ke koridor pack house yang penuh dengan para warrior yang berjaga. Ia cepat datang kemari setelah mendengar akan adanya perang antara Yellow and Silver moon pack malam ini. Yang ia tau, dua pack itu bersahabat, tapi kenapa tiba-tiba justru malah perang?
"Sebenarnya ada apa?" tanya Jack to the point saat melihat Carel berjalan dengan gagah dari arah berlawanan dengan dirinya. Pria tampan berpangkat alpha itu menghentikan langkahnya dan berhadapan langsung dengan Jack. Aura dingin dan emosi yang besar bisa di rasakan Jack pada diri Carel. Ia jadi tambah bingung, kemarin Alpha itu terlihat sangat bahagia saat bertemu dengan mate-nya, lalu kenapa cepat sekali berunah menjadi seperti ini?
"Alana di bawa pergi oleh Leon!" jawabnya dengan tegas penuh dengan emosional.
Jack mengeryit, "bagaimana bisa?" herannya tidak percaya. Helaan nafas Carel terdengar sangat kasar, pria itu benar-benar dalam mood yang tidak bagus saat ini.
"Malam itu aku bawa Alana pergi ke Pack, di tengah perjalanan aku bertemu dengan Alpha sialan itu dan dia membawa Alana pergi bersamanya. Sialan!" umpatnya dengan kasar. Sekarang tidak hanya Carel saja yang emosi, Jack juga merasakan hal yang sama. Alana adalah Luna dari Yellow moon pack, dan ia tidak rela jika Luna-nya di ambil oleh alpha lain.
"Aku ikut perang!" ujarnya dengan yakin. Carel mengangguk mantap, Jack salah satu werewolf terkuat di pack dan selalu ikut dalam peperangan melawan rogue. Ia sangat yakin bahwa Jack bisa membatu untuk mengambil Alana kembali bersama dengan dirinya. Dua werewolf sejati itu lantas berjalan berdampingan menuju ke aula besar pack mereka untuk melakukan strategi dan juga persiapan perang yang akan mereka lakukan malam ini juga.
"Tunggu aku Alana, aku akan datang menjemputmu,"
∆|∆
Alana makan dengan lahap, dengan telaten Leon menyuapi gadis itu dengan sabar dan penuh perhatian. Ia tidak akan membiarkan sisa makanan sedikitpun menempel di bagian bibir gadisnya. Alana merasa sedikit tenang saat ini, tidak terlalu ketakutan seperti beberapa waktu yang lalu, walaupun rasa takut masih ada dalam dirinya. Bagaimana ia tidak takut jika saat ini ia berada di tempat asing dan bersama dengan orang asing pula, apa lagi Leon itu seorang pria. Pria bisa melakukan apa saja yang dia inginkan.
"Kamu sangat cantik Alana," puji Leon dengan tulus, ibu jarinya mengusap bibir bawah Alana yang nampak sangat menggoda untuk ia nikmati. Alana mengangguk lemah, tubuhnya kembali menegang karena sentuhan Leon pada bibirnya.
"Terima kasih," balasnya dengan sangat pelan.
Kepala Leon sedikit demi sedikit mendekat ke arah wajah Alana, pria itu sudah tidak tahan untuk tidak mengecup bibir sexy Alana walaupun hanya sekilas. Alana yang paham maksud dari Leon lantas memalingkan wajahnya, ia tidak mau pria asing ini kembali mengecup bibirnya seenak jidat, ia bukan gadis murahan yang bisa di cium sembarangan oleh pria manapun.
Tubuh Alana kembali bergetar takut saat mendengar geraman yang keluar dari mulut Leon, suara geraman yang terdengar sangat menyeramkan persis seperti binatang buas yang hendak menerkam mangsanya. Ke dua tangan Leon mengepal dengan kuat lalu membuang piring berisi makanan yang tadi ia berikan pada Alana. Ia sangat tidak suka pada penolakan, apa lagi wolf dalam dirinya termasuk possesive dan juga sensitive. Sekuat tenaga Leon menahan Xair agar tidak menguasai tubuhnya, namun sayang usahanya gagal. Sekarang, Xair sudah mengambil alih.
Ke dua mata Xair berwarna kuning keemasan, menatap nyalang ke arah Alana yang diam mematung ketakutan dengan perubahan warna bola mata Leon dan juga tatapannya. Beberapa waktu lalu pria itu selalu menatap dan bersikap hangat kepadanya, lalu kenapa sekarang jadi begini?
Dengan cepat gadis itu bangkit dari duduknya dan berjalan menjauh dari Leon, ia benar-benar ketakutan. Makhluk apa yang sekarang berada di hadapannya saat ini? Monster kah? Atau apa? Tolong beritahu Alana sekarang juga.
"Sssiaapa kamuuu?" tanya Alana dengan gagap, ini adalah kali pertama ia melihat manusia yang seperti itu, warna matanya bisa berubah seketika dan aura menyeramkan melekat darinya. Alana bisa merasakan bulu kuduknya merinding, takut.
"Aku tidak suka penolakan Alana!" tegas Xair dengan nada bicara penuh penekanan di setiap kata yang ia ucapkan. Alana terus saja memundurkan langkahnya saat Xair berusaha mendekatinya.
"Hentikan Xair! Dia ketakutan!" teriak Leon dalam tubuhnya. Wolfnya itu sama sekali tidak mendengarkannya, ia ingin memberi hukuman pada Mate tercintanya karena sudah menolak mereka.
"Beri dia sedikit hukuman agar tidak pernah menolak keiinginan kita lagi," sahutnya dengan emosi. Leon hanya pasrah, biarkan Xair menghukum Alana, ia juga kecewa saat Alana berusaha menghindari ciumannya.
"AAAAAAAA....... TOLOOONGG! SIAPAPUN TOLONG AKU!" teriak Alana dengan sangat keras, ia benar-benar ketakutan saat ini. Sangat ketakutan.
Brak. Pintu kamar terbuka dengan kasar, membuat emosi Xair kembali naik hingga ubun-ubun. Sedangkan kehadiran seseorang itu membuat Alana bisa menghembuskan nafas lega walaupun hanya sedikit. Hayala berjalan dengan cepat ke arah putranya yang sedang menakuti Alana, setelah sampai di depan Xair tangan Hayala terulur menarik salah satu daun telinga Xair.
"Kembalikan putraku!" bentaknya dengan keras sembari menarik daun telinga Xair dengan keras. Mau tidak mau, Xair lantas segera mengembalikan Leon pada tubuhnya. Ia tidak mau berurusan dengan Ibu penyihir yang galak seperti Hayala.
"Aduh sakit Mom, lepas lepas!" mohon Leon yang baru saja kembali, ia lebih baik di cakar oleh rogue dari pada di jewer oleh Ibunya. Jeweran ibunya lebih sakit dari pada luka yang berdarah karena Hayala menjewernya dengan menggunakan kekuatan sihir. Ibu yang kejam.
Alana yang melihat itu hanya biasa cengo, ada apa dengan Leon? Beberapa menit yang lalu warna matanya kuning keemasan dan terlihat sangat menyeramkan, dan sekarang warna mata pria itu kembali menghitam dan aura menyeramkannya seolah lenyap begitu saja. Memikirkan hal itu justru membuatnya semakin ketakutan.
Hayala melepaskan jewerannya di telinga Leon lantas berjalan mendekat ke arah Alana yang masih diam dengan tubuh bergetar takut. Alana kembali berjalan mundur beberapa langkah saat Hayala mendekatinya. Netra Hayala yang berwarna merah menyala membuatnya takut, dia sekarang berada di mana? Ini bukan dunia manusia yang di penuhi oleh orang-orang normal. Mereka semua aneh, sangat aneh.
"Jangan mendekat!" teriak Alana panik saat Hayala berusaha lebih dekar dengannya. Wanita paruh baya itu mengentikan langkanya dan menatap sedih ke arah Alana. Ia tidak ingin menyakiti, ia ingin memeluk menantunya. Itu saja.
"Jaga bicaramu Alana!" bentak Leon dengan aloha tone miliknya. Ia tidak suka Alana bersikap seperti itu apa ibunya.
"Tidak apa Leon," sahut Hayala mencoba untuk sabar, ia tau pasti Alana masih bingung dan takut. Alana hanya manusia biasa yang tidak mengerti tentang dunia mereka.
"AKU INGIN PERGI DARI SINI!" teriak Alana dengan keras, gadis itu lantas menampar ke dua pipinya secara bergantian.
"Ini mimpi! Ini gak nyata! Aku ingin bangun!" plak plak plak. Leon dan Hayala termangu, ia tidak percaya Alana menyakiti dirinya sendiri. Gadis itu terus saja menampar dan menjambak rambutnya sendiri, ia pikir ini adalah mimpi dan dengan menyakiti dirinya sendiri ia akan terbangun dari mimpi aneh ini.
"Siapun tolong bantu aku pergi dari sini!" isaknya dengan keras. Leon mendekati Alana dan mengunci ke dua tangan gadis itu agar tidak menyakiti dirinya sendiri lagi.
"Hentikan Alana!" tegas Leon, Alana menangis dengan keras. Ia tidak percaya bahwa apa yang terjadi padanya ini bukanlah mimpi melainkan nyata. Di dunia apakah ini? Alana tidak mau di sini, ia ingin kembali ke kehidupannya yang sederhana dan juga menyenangkan.
"Jangan sakiti aku," lirihnya dengan pelan nyaris berbisik sebelum dirinya kehilangan kesadaran.