Sejak kedatangan CEO baru, suasana di Kalelard setiap hari selalu mencekam. Tiba-tiba saja Elard melakukan pemeriksaan pada semua petinggi perusahaan. Hari ini sasarannya adalah manajer keuangan dan manajer operasional.
Kabar yang santer beredar mengatakan bahwa keduanya melakukan kecurangan hingga mengakibatkan perusahaan rugi besar. Hal itu dikatakan langsung oleh Kalila sebagai sekretaris CEO yang baru.
Selama satu tahun ini penjualan Kalelard mengalami penurunan drastis. Eithan pikir masalahnya ada di bagian marketing perusahaan. Ternyata ada orang dalam yang bermain-main dengannya. Dan, parahnya lagi dia tidak tahu akan hal itu.
“Keysya belum keluar dari ruang rapat?” tanya Kalila yang baru datang dari toilet.
Nawa menggeleng cepat. Dia menggigit jarinya, perasaan cemas semakin menjalar pada hatinya, teringat akan perkataan sahabatnya sebelum memasuki ruang rapat.
“Sepertinya akan ada PHK besar-besaran,” ujar Daniel.
Kalila duduk di samping Nawa. Menepuk kepala gadis itu dengan sayang. “Tenangkan hati dan pikiranmu. Saat ini Pak Eithan sedang mode serius jadi kamu harus fokus dengan pekerjaan. Jangan sampai kedua tanduknya keluar seperti kemarin.”
Kemudian Kalila melihat ke arah Daniel. Lalu berkata, “Kali ini aku setuju denganmu. Sudah waktunya tikus-tikus yang selama ini bersembunyi di balik nama saudara harus diberantas.”
“Selain ganteng, gagah dan pintar— Pak Elard itu tipe yang tak pandang bulu memberantas kecurangan. Aku sih yakin jika Pak Eithan sudah tahu ada tikus yang mencoba menggerogoti keuangan perusahaan tapi membiarkan para tikus itu karena masih ada hubungan dengan keluarga Al-Fathan,” ungkap Daniel.
“Ada bagusnya kita memiliki CEO baru. Semoga saja Kalelard secepatnya bisa kembali sehat.” Kalila selalu percaya dengan kinerja Elard. Meski dalam hal percintaan dia bodoh tapi saat memimpin perusahaan tak perlu diragukan lagi kemampuannya.
Ketiganya kembali ke ruangan masing-masing saat jam istirahat selesai. Meninggalkan pantry dalam keadaan bersih dan rapi seperti semula.
Keysya sebagai staff keuangan mengikuti pemeriksaan di ruang rapat. Sudah lebih dari empat jam berlalu namun belum ada tanda-tanda pemeriksaan akan selesai.
Sementara Dina sebagai staff HRD tengah berada di dalam ruangan Eithan. Ada beberapa karyawan di bagian keuangan dan operasional yang tidak lulus saat tes wawancara. Tapi, mereka diloloskan saat pengumuman. Hal itu baru diketahui oleh Eithan setelah memeriksa daftar karyawan barunya bulan lalu.
Drett ... drett ...
Ponsel Kalila berdering dan dia melihat nomor tak dikenal pada layar ponselnya. Baru akan menggeser layar hijau panggilan telah mati.
Beberapa saat kemudian ada satu pesan masuk yang membuat Kalila kaget. Dia pun buru-buru meninggalkan meja kerjanya dan berlari ke arah lift.
Ada tamu penting perusahaan yang sedang tertahan di lobi. Resepsionis bukan sengaja bersikap tidak sopan melainkan aturan baru yang dibuat oleh Elard.
Semua tamu yang ingin berniat bertemu dengan CEO harus atas persetujuan dari Kalila. Jika tidak, mereka tak diperkenankan masuk.
“Assalamualaikum, Bunda. Maaf, Bun tadi Lila makan siang di pantry lupa bawa ponsel,” ujar Kalila dengan nafas tersengal-sengal. Di tangannya memegang sepatu agar bisa berlari kencang.
“Waalaikumsalam, Sayang,” Jawab Bunda Aisha.
Wanita cantik bersuara lembut itu langsung memeluk Kalila. Terkekeh pelan saat melihat penampilan mantan calon menantunya.
Tubuh Kalila seketika menegang. Tak menyangka Bunda Aisha akan memeluk dan mencium kedua pipinya.
Sesaat setelah melepaskan pelukan, Bunda Aisha masih menatap lekat wajah gadis yang telah dianggap sebagai anak kandungnya itu, lalu tangannya terulur membelai lembut pipi Kalila.
“Cantik banget Lila. Bunda kangen banget sama kamu, Nak.”
“Lila juga kangen sama Bunda. Maaf ya Bun. Setiap Bunda ke Jogja Lila tidak pernah datang untuk menyapa.”
“Gapapa, Nak. Bunda paham dengan kondisimu. Justru harusnya Bunda yang meminta maaf padamu.”
Tak mau membahas kejadian empat tahun lalu, Kalila mengajak Bunda Aisha menuju ke ruangan Elard, sebelumnya memakai sepatu kembali.
Keduanya berjalan sambil bergandengan tangan. Bukan Kalila yang mengajak tapi Bunda Aisha. Kelakuannya mirip sekali dengan sang mama tiap pergi dengannya.
***
Kalila masih menemani Bunda Aisha karena kedua putranya belum selesai melakukan pemeriksaan pada karyawan yang terduga melakukan fraud.
Gadis itu menjelaskan jika perusahaan Kalelard tengah mengalami masalah yang serius. Ada beberapa petinggi perusahaan yang terlibat dalam kasus korupsi besar-besaran hingga membuat Kalelard diambang kehancuran.
Bu Aisha masih bersikap tenang karena percaya dengan kemampuan putra sulungnya. Lagipula perusahaan yang dipegang oleh Eithan tidak terlalu besar. Menurutnya masalah dengan mudah akan diatasi oleh Elard.
“Lila sekarang tinggal dimana?”
“Apartemen YYY, letaknya tak jauh dari kantor Kalelard.”
“Eh, Mas Elard juga tinggal di apartemen itu. Baru tadi malam kasih tahu Bunda alamatnya.”
Kalila mengernyitkan kening. Setiap hari bertemu terus dengan mantan tunangannya tapi dia tidak tahu pria itu tinggal dimana.
“Lila baru tahu Mas Elard tinggal satu apartemen denganmu?” tanya Bunda Aisha lagi.
Dengan sungkan Kalila mengangguk sebagai jawaban. “Meski Lila bekerja sebagai sekretaris Mas Elard bukan berarti hubungan kami kembali seperti dulu Bunda.”
Bunda Aisha mengambil kedua tangan Kalila yang ada di atas pangkuan. Menggenggamnya erat lalu berkata lagi, “Bunda paham jika kesalahan Mas Elard sulit untuk dimaafkan. Dan, Bunda tidak akan memaksa Lila supaya memaafkannya.”
“Terima kasih ya, Bun. Lila sudah diperbolehkan bekerja di Kalelard selama empat tahun ini.”
“Seharusnya Bunda yang berterima kasih sama Lila. Karena Lila telah membuat putra bungsu Bunda kembali ke Indonesia. Meskipun tidak mau tinggal di Jakarta setidaknya Mas Eithan mau pulang dan lepas dari perempuan urakan itu.”
Eithan sejak lulus SMA sampai umur 23 tahun tinggal di Aussie. Disana dia telah memiliki pekerjaan yang cukup menjanjikan. Dia juga sempat dekat dengan seorang perempuan tapi tak direstui oleh Bundanya. Bukan karena faktor kekayaan melainkan pekerjaan.
“Padahal pacar Mas Eithan cantik banget, Bun,” jawab Kalila.
“Percuma cantik jika tubuhnya dipamerkan pada semua orang. Pokoknya Bunda nggak mau punya menantu yang berprofesi sebagai model.”
Kalila senang ngobrol dengan Bunda Aisha. Mungkin karena beliau adalah sahabat Mama Indira. Jadi, sudah saling mengenal dan hubungan keduanya sangat dekat.
Setelah batalnya pernikahan Kalila dan Elard. Hubungan dua keluarga sempat memanas. Hampir dua tahun lebih mereka saling mendiamkan meskipun si pelakor sering membuat gara-gara. Sengaja membuat berita bohong di media yang menyudutkan keluarga besar Dirgantara.
Berkat campur tangan Opa Reiga (Orang tua Pak Aksa) kini hubungan keluarga Al-Fathan dan Dirgantara sudah membaik. Mereka pun telah menjalin kerjasama antar perusahaan lagi.
Tepat pukul 2 siang, Elard kembali ke ruangannya. Wajahnya merah padam menahan amarah dan dasi yang dipakainya pun berantakan.
“Assalamualaikum, Bunda,” ucapnya saat melihat Bunda Aisha.
“Waalaikumsalam, Mas. Kenapa berantakan sekali?”
Bunda Aisha memberikan tangannya untuk dicium putra sulungnya. Setelah itu, membantu merapikan rambut Elard yang acak-acakan.
Kemudian mengajak Elard duduk di sofa. Beliau penasaran siapa yang telah membuat putranya marah. Selama ini Elard tak pernah semarah ini saat menghadapi karyawan yang melakukan kesalahan.
“Bunda sudah lama sampainya?” tanya Elard.
“Lumayan tapi nggak merasa bosan karena ada Lila yang menemani,” jawab Bunda Aisha sembari menatap ke arah Kalila.
Sebagai bentuk sopan santun, Kalila ikut menyunggingkan senyuman dan langsung dibalas oleh Elard.
“Terima kasih, Lila. Kamu telah meluangkan waktu untuk menemani Bunda.”
“Iya, Pak. Kalau begitu saya pamit. Masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan.”
Sebelum Kalila beranjak dari sofa, Bunda Aisha memberikan sebuah paper bag yang berisi aneka macam lauk buatannya sendiri.
“Lila harus banyak makan biar tidak kurus. Bunda sengaja masak banyak lauk untukmu. Tinggal masukkan ke dalam microwave sebelum makan.”
“Terima kasih, Bunda,” ujar Kalila sembari berlalu meninggalkan ruang kerja Bos-nya.
Sesampainya di luar dia bertemu dengan Eithan yang penampilannya sama seperti sang kakak. Wajahnya memerah, rambut acak-acakan dan kemeja berantakan.
Sebelum masuk, dia menghampiri sahabatnya lebih dulu, ingin membicarakan soal karyawan titipan.
“Kamu kenal Dina dari mana?” tanya Eithan setelah duduk di depan meja kerja Kalila
Gadis itu mendengkus kesal mendengar pertanyaan konyol dari sahabatnya. “Ya, dari tempat kerja lah.”
“Maksudku kamu menemukan Dina dimana?”
“Kamu pikir Dina benda yang hilang di jalan. Ada-ada saja pertanyaannya.”
“Bu Alya bilang Dina adalah orang titipanmu,” ujar Eithan lagi.
Plak! Kalila memukul Eithan menggunakan berkas yang ada di tangannya. Kesal karena sahabatnya percaya begitu saja dengan informasi yang disampaikan oleh manajer HRD. “Teruslah bodoh jangan pintar!”
Eithan mengelus kepalanya yang terkena pukulan. Hanya Kalila yang berani memperlakukan Bos-nya dengan kasar. Dia juga tak segan-segan memberikan nasehat pada Eithan jika melakukan kesalahan.
“Dendam sama Kak Elard kok aku yang jadi pelampiasan,” cibirnya.
“Sana masuk! Bunda sudah menunggu sejak tadi.”
“Kamu sudah bertemu dengan Bunda?”
“Hm,” Jawab Kalila.
Eithan berdiri dari tempat duduknya, kemudian memberikan kotak dessert yang dikirim oleh klien pada Kalila, tipe sahabat yang baik meskipun mereka jarang akur.
“Selidiki Bu Alya. Sepertinya beliau yang menjadi biang masalah di Kalelard,” titah Kalila saat sahabatnya telah meninggalkan meja kerjanya.
Eithan menghentikan langkahnya, kemudian membalik badan, menatap Kalila dengan menyipitkan mata. “Kamu tahu sesuatu?”
Kalila mengangguk, melambaikan tangan pada Eithan agar mendekat padanya. “Lihat lah—” ujarnya ketika Eithan telah berada di dekatnya.
“Apa yang mereka lakukan?”
“Melakukan transaksi yang menguntungkan. Hanya itu tujuan utamanya. Dia ingin mencari modal untuk mendirikan perusahaan,” terang Kalila.
Eithan tersenyum kemudian menepuk dua kali puncak kepala Kalila. Tidak sia-sia dia menggaji Kalila mahal. Kinerjanya bagus dan cepat tanggap tanpa diberi perintah lebih dulu.
“Aku akan mentraktir mu makan di restoran padang,” ujar Eithan.
“Ogah! Terlalu murah untuk membayar informasi penting yang aku berikan,” tolak gadis itu.
Saking seriusnya menatap layar komputer, Kalila dan Eithan sampai tak menyadari jika di depan pintu ada Elard yang menatap keduanya dengan tatapan tajam. Bahkan kedua tangannya telah mengepal kuat.
Beberapa saat kemudian terdengar teriakan Kalila. Tiba-tiba Elard datang dan memukul Eithan hingga tersungkur ke lantai.
“Hentikan Elard!” bentak Kalila.
Bugh ... Bugh ...
Elard memukul wajah adiknya seperti orang kesetanan. Sedangkan Eithan sama sekali tak berniat membalas.
“Elard apa yang kamu lakukan, ha?! Hentikan sekarang juga atau aku akan keluar dari Kalelard.
Elard terkekeh pelan, menghentikan pukulannya namun tangannya masih mencengkeram erat kerah kemeja sang adik. “Kamu membelanya Lila?”
“Tentu saja aku membela Eithan. Dia itu sahabatku.”
“Sahabat kamu bilang?! Asal kamu tahu saja Lila, dia itu menyimpan perasaan padamu,” sahur Elard.
“Oh, iya kah? Jadi perasaanku tidak bertepuk sebelah tangan selama empat tahun ini.”
Elard beranjak dari tubuh sang adik. Kemudian mendorong tubuh Kalila sampai menabrak tembok. Sebelah tangannya mencengkeram erat rahang gadis itu. “Coba ulangi sekali lagi ucapanmu barusan,” ujarnya lirih namun nada suaranya terdengar mengerikan.