Elard tidak mampu berkata-kata lagi. Jawaban Kalila membuatnya kalah telak. Kesalahannya sangat fatal dan digunakan oleh gadis itu sebagai senjata untuk membungkamnya.
Rasa kecewa atas sikap Kalila tak mampu diutarakan. Menurut Elard, dia memang pantas mendapatkan perlakuan seperti itu. Bagaimanapun juga Kalila berubah seperti itu karena ulahnya.
Gadis mana yang tidak sakit hati di hari pernikahannya didatangi seorang wanita hamil yang mengaku sebagai selingkuhan calon suaminya?
Masih untung Kalila tidak mempermalukan keluarga besar Al-Fathan. Gadis itu justru memilih pergi mengasingkan diri ketimbang memperpanjang masalah.
“Lila sudah waktunya pulang,” ujar Elard setelah keluar dari ruang kerjanya.
Kalila tidak mau melihatnya. Matanya fokus menatap layar komputer sedangkan jemarinya dengan lincah menari diatas keyboard.
Meskipun begitu dia tetap menjawab ucapan Bos-nya barusan. “Bapak pulang saja. Aku akan pulang telat karena masih banyak pekerjaan.”
“Sudah pukul 8 malam. Kamu harus segera pulang Lila,” ujar Elard lagi.
“Iya, Pak. Tenang saja. Aku tidak akan menginap di kantor.”
“Pulang sekarang Kalila!” titah Elard tak mau dibantah.
Suara ketikan rusuh dari keyboard menunjukkan betapa kesalnya Kalila dengan Bos-nya yang mengganggu pekerjaannya.
Tinggal sedikit lagi pekerjaannya selesai dan kini terganggu keberadaan Elard. Dengan santainya Bos-nya duduk di pinggir meja, membuat fokus Kalila terpecah antara ingin lanjut bekerja atau berdebat dengan Elard.
“Besok masih ada hari belum kiamat. Buat apa bekerja sekeras ini? Kamu seharusnya mematuhi perintah dari atasan mu.”
“Ngomel aja terus,” bantah Kalila sembari melirik tajam Elard. “Memangnya aku seperti ini karena siapa, ha?!”
“Kalila—”
“Apa?!” Kalila menjawab dengan tak santai. Mendengkus berulang kali sambil menetralkan degup jantungnya. “Lebih baik kamu pulang saja daripada mengganggu ku,” ujarnya lagi.
“Ini perusahaan milik keluargaku. Aku bebas mau melakukan apapun. Kenapa kamu malah mengusirku?”
“Oh, begitu ya. Baiklah, aku yang akan pergi jika kamu berniat menginap di sini.”
Kalila mematikan komputer. Lalu memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Elard yang masih berada di tempatnya semula.
Gadis itu sama sekali tidak peduli dengan Bos-nya. Bahkan berani membantah perintah atasannya yang baru. Menurutnya, Elard hanya atasan sementara dan tidak perlu dihormati secara berlebihan.
Saat pintu lift akan tertutup, Elard bergegas menahan pintu menggunakan sebelah kakinya hingga terbuka kembali, barulah dia masuk dan berdiri di samping Kalila.
“Kita makan malam dulu sebelum pulang ke apartemen.”
Kalila tak berkenan menjawab. Lebih asik menatap nomor lift yang kini menunjukkan angka satu. Beberapa saat kemudian pintu terbuka, dia melangkahkan kaki keluar dari kotak besi menuju ke arah lobi.
Lagi-lagi Elard tertinggal dibelakang. Sekretarisnya tak peduli dengannya. Seolah menganggapnya sebagai makhluk tak kasat mata.
“Kamu belum makan malam Lila.”
“Urusannya apa denganmu?”
“Ingat kamu punya riwayat sakit GERD. Jangan membiasakan perut dalam keadaan kosong!”
Kalila membalik badannya, posisinya ada di depan Elard dan kini dia menatap Bos-nya dengan tatapan mengejek. “Terus kenapa?” tanyanya dengan mengangkat sebelah alisnya.
Elard paham saat ini tidak memiliki hak untuk mengatur Kalila. Namun, dia tak akan menyerah dalam mencari maaf dari gadis yang telah disakitinya.
“Sepertinya kamu lupa dengan syarat yang kedua,” ujar Elard dan Kalila pun langsung terkekeh pelan.
“Sayang Elard maunya apa?”
Seketika ekspresi dan nada bicara Kalila berubah. Bukannya membuat Elard senang tapi membuatnya sedih.
“Lila— aku sungguh mengkhawatirkan kesehatanmu. Kita makan sebelum pulang ke apartemen ya.”
“Aku akan pulang dan makan di apartemen.”
Kalila membalik badannya kembali, melanjutkan langkahnya menuju mobil yang telah disiapkan oleh satpam.
Perdebatan kedua orang itu disaksikan beberapa petugas keamanan perusahaan. Meskipun begitu, mereka tak berani ikut campur masalah para petinggi perusahaan.
“Kalila biarkan aku menyelesaikan—”
“Semuanya telah selesai empat tahun yang lalu,” sahut Kalila sebelum masuk ke dalam mobilnya.
Brak ... suara pintu mobil tertutup dengan keras. Bukan Kalila yang melakukannya melainkan Elard.
"Mau apa kamu masuk ke dalam mobilku?!" Tanya Kalila dengan galak.
"Ikut kemanapun perginya kamu," jawab Elard sembari menyandarkan punggungnya pada kursi.
Dia pun memijat pangkal hidungnya karena kepalanya terasa pusing akibat belum makan siang dan bekerja tanpa istirahat sedari pagi.
Ditambah lagi Kalila mengajaknya berdebat setiap waktu. Keduanya selalu berbeda pendapat dalam semua hal. Tak hanya masalah pekerjaan saja melainkan batasan saat berada di kantor.
Elard ingin selalu dekat dengan Kalika. Namun, Kalila menjunjung tinggi sikap profesional saat bekerja. Menolak ajakan makan siang, makan malam dan jalan-jalan dari Bos-nya.
“Turun sekarang juga! Aku tidak mau memberi tumpangan pada pria asing,” usir Kalila.
“Apa aku ini asing bagimu, Lila?”
“Tentu saja. Bukankah aku sudah berkata jangan berharap lebih pada hubungan kita. Aku melakukan hal gila ini semata-mata untuk membantu Eithan.”
Tak ada jawaban. Hening. Elard terdiam setelah mendengar jawaban menyakitkan dari Kalila.
Begitu pun dengan Kalila. Gadis itu memalingkan wajahnya ke arah luar jendela kaca mobil. Memperhatikan para satpam yang melihat ke arahnya.
“Aku berharap kita bisa kembali dekat meski sebatas teman,” ujar Elard setelah terdiam cukup lama.
“Kamu pikir aku mau dekat dengan pria yang telah menghancurkan hidupku? Elard, sepertinya otakmu harus di cuci. Bawalah ke salon untuk melakukan cuci otak agar tidak terlalu banyak menghayal.”
“Kalila!” seru Elard. “Tolong hargai aku sebagai orang yang lebih tua darimu.”
“Sejak tadi aku sudah berusaha bersikap baik. Tapi, kamu yang sengaja memancing emosiku. Seolah memang ingin aku injak-injak harga dirimu.”
“Ka—”
“Apa lagi Sayangku?” sahut Kalia cepat.
Elard kembali terdiam ketika Kalila tersenyum melalui kaca spion tengah. Bukan jenis senyum manis melainkan senyum yang sengaja dibuat-buat untuk menggoda seorang pria.
Kemudian Kalila menjalankan mobilnya dengan kecepatan standart, meninggalkan halaman perusahaan Kalelard menuju ke arah tempat makan langganannya.
Tidak peduli dengan manusia yang masih terdiam seperti patung di kursi belakang. Elard juga tak ingin mengeluarkan suara lagi. Gadis yang kini duduk dibalik kemudi membuat harinya seperti berada diatas roller coaster.
Beberapa saat yang lalu Kalila mengeluarkan kalimat pedas dari bibirnya, tiba-tiba berubah centil lalu memanggil Elard dengan sebutan ‘Sayang’ menggunakan suara menggoda.
“Kita sudah sampai—” ujar Kalila sebelum menutup pintu mobil.
Elard sempat tertidur sebentar selama perjalanan, tak terasa dia sudah sampai di depan warung pecel lele yang menjadi destinasi wajib para wisatawan ketika berkunjung ke Jogja.
Dan, Kalila turun lebih dulu tanpa peduli dengan Bos-nya. Saat membuka kedua mata, Elard merasakan nyeri yang luar biasa hingga dia tak sanggup turun dari mobil.
Tok ... tok ...
Suara ketukan pintu membuat Elard terperanjat kaget, tadi dia ingin istirahat sejenak ternyata malah kebablasan tidur betulan. Bergegas dia membuka kaca mobil ketika tukang parkir ingin bicara padanya.
"Maaf, Pak, saya sengaja membangunkan Bapak karena permintaan dari mbaknya tadi."
Elard melihat ke sekeliling warung pecel lele, dia tidak menemukan keberadaan Kalila, padahal gadis itu tadi duduk di meja lesehan.
"Bapak mencari mbaknya?" tanya tukang parkir saat melihat wajah Elard yang terlihat kebingungan.
"Iya, Pak. Apa Bapak tahu keberadaannya?"
"Mbaknya tadi sudah selesai makan dan menitipkan makanan ini untuk Bapak." tukang parkir memberikan plastik berisi nasi, lele goreng dan sambal pada Elard.
Elard bertambah bingung saat mendapatkan bungkusan makanan dari Kalila. "Teman saya ada di mana Pak?"
"Mbaknya sudah pulang naik taksi online. Oh, iya, hampir saja lupa. Bapak disuruh pulang sendiri karena mbaknya buru-buru pulang ke rumah," terang tukang parkir.
Elard tak pernah menyangka jika Kalila akan berbuat setega itu padanya. Meninggalkan dia didalam mobil saat ketiduran tanpa pamit. Justru menitipkan pesan dan bungkusan makanan pada tukang parkir.
"Terimakasih, Pak," ujar Elard dengan memberikan uang pecahan 50 ribu sebagai ucapan terima kasih.
Sebelum berpindah tempat duduk dibalik kemudi, Elard melihat jam yang melingkar di tangannya, ternyata sudah pukul 11 malam itu berarti dia ketiduran selama 3 jam.
Elard menghembuskan nafas kasar, berulang kali untuk menetralkan deru nafasnya yang tiba-tiba terasa sesak, seperti ada beban berat yang menimpanya, terasa nyeri hingga dia menepuk-nepuk dadanya sendiri. “Kamu kenapa berubah seperti ini Lila?”