Chapter 3

1584 Kata
Pukul: 06. 30          Seperti halnya kemarin Alana yang menyuruh Ello untuk tidak bekerja dan sekarang hal itu terjadi lagi. Wanita itu terus saja menahan tubuhnya dengan manja. "Sekarang kau ingin apa?" tanya Ello. Alana semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Ello yang tidur di sampingnya. "Aku ingin nonton bioskop." jawab Alana antusias. "Baiklah kita akan nonton, tapi nanti saat aku pulang kerja." balas Ello. "Jangan bekerja untuk satu hari ini saja." mohon Alana. "Besok kan sudah weekend dan aku tidak akan bekerja, jadi biarkan aku bekerja untuk hari ini." ucap Ello. "Tapi aku ingin pergi denganmu hari ini." balas Alana. "Setelah aku pulang nanti kita akan langsung pergi nonton, bagaimana kau setuju?" tanya Ello sambil menatap wajah Alana yang sedang berpikir. "Baiklah tapi jam berapa kau akan pulang?" tanya Alana. "Aku akan usahakan untuk pulang cepat" jawab Ello. Alana mengangguk lalu meletakkan kepalanya di ceruk leher Ello. "Sekarang lepaskan pelukanmu karena aku ingin mandi." ucap Ello. "Biarkan seperti ini, lima menit saja." pinta Alana. "Baiklah." ucap Ello menyetujui lalu tangannya bergerak untuk mengelus rambut Alana dengan lembut.                                                                                               ***   Pukul: 08. 00          Sekarang Ello sudah akan berangkat untuk bekerja, tapi Alana tetap saja menempel padanya. Alana tetap saja memeluk lengan Ello dengan possessive, ia sebenarnya tidak ingin Ello pergi. "Aku harus berangkat sekarang." ucap Ello supaya Alana mau melepaskan tangannya. "Janji jangan pulang malam-malam. Aku menunggumu." ucap Alana lalu melepaskan pelukannya pada lengan Ello dengan berat hati. Ello tersenyum saat melihat wajah Alana yang sedikit cemberut. Ini sudah seperti ia yang akan pergi jauh saja. "Jaga dirimu dan juga bayi kita. Hubungi aku jika terjadi sesuatu." ucap Ello sambil mengecup bibir Alana sekilas, lalu dirinya berjongkok di depan perut wanita itu. "Baik-baik di sana ya sayang. Jangan buat Bundamu kesakitan." ucap Ello pada perut Istrinya "Dia sebenarnya tidak ingin di tinggal oleh Ayah nya." ucap Alana sambil mengelus rambut Ello. Ello mendongakkan wajahnya dengan tersenyum, ia sangat menyukai sentuhan lembut seperti ini dari Istrinya. "Sebenarnya kau atau bayi kita yang tidak ingin aku tinggal?" tanya Ello lalu berdiri setelah selesai mencium perut Istrinya tersebut. "Kita berdua tidak ingin kau tinggal." balas Alana sambil melingkarkan tangannya di leher Ello. "Sebenarnya aku juga tidak ingin meninggalkanmu sendirian seperti ini, tapi aku juga harus tetap bekerja." ucap Ello sedikit sedih, karena sebenarnya ia juga sangat khawatir dan takut saat harus meninggalkan Alana seperti ini. "Lebih baik kau mengambil cuti selama aku hamil." saran Alana dengan antusias. Ello terkekeh mendengarnya. Bagaimana bisa Alana memberikan-nya saran yang konyol seperti itu? "Aku tidak bisa cuti selama itu. Delapan bulan bukanlah waktu yang sebentar." ucap Ello. "Aku hanya menyarankan." balas Alana dengan sedikit cemberut karena saran darinya di tolak oleh Ello. "Baiklah, kalau begitu aku akan berangkat sekarang." ucap Ello lalu mengambil tasnya. Jika terus saja berbicara seperti ini maka dirinya tidak akan berangkat-berangkat. "Hati-hati." ucap Alana setelah selesai mengecup kedua pipi Ello. "Iya, kau juga harus menjaga diri." balas Ello lalu berjalan keluar. Alana hanya bisa memperhatikan Ello yang terus berjalan menjauh hingga punggung pria itu sudah hilang dari penglihatannya.   ***   Pukul: 13. 00           Ello masih sibuk berkutat dengan pekerjaannya sampai sekretarisnya datang dan duduk di depannya. Orang itu baru saja menjadi sekretaris Ello sebulan yang lalu, karena sekretaris Ello yang lama sudah dipecat karena terlalu sering melakukan kesalahan. "Pak Mario, apa perlu saya membelikanmu makanan?" tanya sekretaris Ello. "Apa kau lapar?" tanya Ello balik. "Sebenarnya iya tap-" "Baiklah kita akan lanjutkan setelah makan siang." potong Ello. "Apa, Bapak mau makan siang dengan saya?" "Tentu saja, Tiffany." balas Ello lalu berdiri dari duduknya. Tiffany juga ikut berdiri dengan badan yang sedikit terhuyung dan Ello dengan refleks memegang bahu wanita itu supaya tidak terjatuh. "Kau tidak apa-apa?" tanya Ello. "Iya Pak, maaf." jawab Tiffany sedikit gugup. Mereka berjalan bersama ke kantin kantor. Karena jam makan siang sudah lewat, jadi kantin sudah sepi. "Pak Mario, ada saus di bibir anda." ucap Tiffany. Ello langsung mengusap bibirnya menggunakan tisu tapi sebelum itu sebuah tangan sudah terlebih dulu membersihkan bibirnya dengan tiba-tiba. "Apa yang kau lakukan?" tanya Ello dengan nada tidak suka. Ia sangat tidak menyukai jika ada orang lain yang menyentuh tubuhnya, apalagi jika dia adalah seorang wanita. Cukup Alana yang boleh menyentuhnya sesuka hati dan tidak untuk orang lain. "Ma...maaf, saya refleks." ucap Tiffany ketakutan. "Aku harap kau tidak mengulanginya lagi." balas Ello lalu berdiri. Nafsu makannya sudah hilang dengan seketika. "Sekali lagi saya minta maaf." "Selesaikan makanmu dan setelah itu kembali ke ruanganku." ucap Ello lalu berjalan pergi kembali ke ruangannya.                                                                                                       ***   Pukul: 17. 00           Alana sudah siap dengan pakaiannya dan sekarang ia sedang duduk di sofa ruang tamu untuk menunggu Ello pulang. Ia ingin menanyakan kapan pria itu sampai rumah, tapi ponsel Ello tidak aktif dan ia tahu betul jika Ello tidak akan mengaktifkan ponselnya jika sedang bekerja ataupun sedang mengemudi. Alana berpikir jika Ello sedang berada di perjalanan untuk pulang. "Bunda sudah tidak sabar untuk pergi jalan-jalan dengan Ayahmu." ucap Alana pada perutnya sambil mengelus lembut. "Cepatlah lahir dan dirimu akan bisa melihat Ayahmu yang sangat tampan dan baik hati." ucap Alana sekali lagi dengan senyum yang tidak bisa di sembunyikan. Alana terus saja berbicara dengan anaknya yang belum lahir itu sambil menunggu Ello untuk pulang.   Pukul: 20. 00   "Baiklah saya permisi dulu, Pak Mario." pamit Tiffany saat perkerjaannya baru saja selesai. Ello menyandarkan punggungnya ke sandaran kursinya. Punggungnya sangat pegal dan sekarang sudah menjadi rasa sakit karena harus terus duduk dari tadi, bahkan matanya sudah sangat berat, meminta untuk di tidurkan. Ia mengambil ponselnya lalu menghidupkan benda tersebut. Betapa terkejutnya Ello saat melihat begitu banyak panggilan dan juga pesan dari Alana. Detik itu juga ia ingat jika dirinya punya janji dengan wanita itu. From : Alana Pukul : 17. 15 Kapan kau pulang? From : Alana Pukul : 17. 45 Apa pekerjaanmu belum selesai? From : Alana Pukul : 18. 10 Aku menunggumu. Apa kau sedang dalam perjalanan pulang? From : Alana Pukul : 18. 30 Apa kau ingin membuat kejutan untukku?, makanya kau tidak mau menjawab pesan dan juga panggilanku. From : Alana Pukul : 19. 00 Aku tahu ponselmu tidak aktif tapi tolong buka ponselmu dan hubungi aku, setidaknya balas pesanku. Aku sangat khawatir. Form : Alana Pukul : 19. 10 Kau baik-baik sajakan? Sungguh Ello sangat sesak membacanya. Bagaimana bisa dirinya lupa dengan janji yang sudah ia buat sendiri. Membayangkan Alana sedang menunggunya sendirian dengan perasaan cemas itu sungguh membuat Ello merasa sangat bersalah. Dengan cepat pria itu langsung mengemasi barangnya, dan setelah itu buru-buru pergi ke parkiran. Ello mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang. Ia merasa bersalah, khawatir dan juga takut di saat yang bersamaan. Bagaimana jika Alana marah kepadanya? Bagaimana jika wanita itu kecewa? Dan apa yang harus ia lakukan jika Alana tidak mau mempercayai ucapannya lagi?. Memikirkan semua itu sudah membuat mata Ello berair, sungguh Alana memang benar-benar kelemahannya. Ello berlari untuk sampai pintu apartemennya. Ia memasukkan password pintunya dengan terburu-buru, lalu masuk dengan penampilan yang sudah acak-acakan dan juga nafas yang memburu. Alana melihat Ello yang sedang berjalan ke arahnya dengan perlahan. Ia beranjak dari sofa yang sudah ia duduki selama tiga jam lamanya itu. "Alana, aku mi-" "Pembohong!" potong Alana dengan nada membentak, lalu ia sedikit berlari untuk pergi ke kamarnya. Ello mengacak rambutnya dengan frustrasi. Ia membuang jaz dan juga tas kerjanya dengan kasar lalu berjalan untuk menemui Alana. Akan sangat sulit jika wanita itu sudah marah. Ello menaiki ranjangnya dengan perlahan. Ia memegang bahu Alana yang sedang tidur membelakanginya, ia tahu jika wanita itu belum tidur. "Sayang." panggil Ello lembut sambil menarik pelan bahu Alana. "Aku minta maaf. Aku mohon jangan marah seperti ini, kita akan pergi jalan-jalan besok, seharian penuh." ucap Ello sangat lembut. "Maafkan aku. Aku tadi benar-benar lupa karena terlalu serius dengan pekerjaanku." ucap Ello sekali lagi. Alana membalikkan tubuhnya ke arah Ello yang sekarang sudah berbaring di sampingnya. "Kau memang lebih mementingkan pekerjaanmu daripada aku. Jika seperti ini kenapa kau menikahiku?. Apa kau berpikir jika aku akan menghabiskan uangmu saat kita pergi jalan-jalan? Makanya kau lebih memilih bekerja yang jelas-jelas akan mendapatkan uang!" ucap Alana emosi. Dirinya sudah terlanjur kecewa dengan Ello. "Tidak seperti itu, aku mohon jangan salah paham. Maafkan aku." balas Ello semakin takut kalau Alana tidak mau memaafkan dirinya. Pria itu semakin mendekat dan akan memeluk Alana tapi dengan kasar wanita itu langsung mendorong dadanya menjauh. "Aku akan pulang ke rumah Ayah dan Ibu." ucap Alana sambil duduk. Ello membelalakkan matanya terkejut dengan ucapan Alana barusan. Ini gawat karena wanita itu memang sudah benar-benar marah. Ello langsung menahan Alana dengan memeluk tubuh wanita itu dari belakang dengan erat supaya dia tidak bisa pergi. "Aku mohon, aku mohon, aku mohon jangan tinggalkan aku." lirih Ello ketakutan. "Lepaskan aku!, aku ingin pulang." ucap Alana sambil berusaha melepaskan pelukan Ello. "Setidaknya pikirkan tentang bayi kita dan jangan seperti ini. Kau ingin apa? Aku berjanji akan menurutinya" ucap Ello sambil menarik bahu Alana ke belakang secara perlahan supaya wanita itu kembali berbaring. "Aku mohon jangan pergi." pinta Ello tapi Alana tidak membalas ucapannya. Wanita itu lebih memilih untuk berbaring memunggungi Ello. Ello bisa sedikit lega karena Alan menuruti ucapannya untuk tidak jadi meninggalkan apartemen ini. Bagaimana jadinya jika Alana benar-benar pergi dan pulang ke rumah kedua orang tuanya, apa yang harus ia ucapkan? Ello kembali memeluk Istrinya itu dari belakang. Bahkan ia belum sempat untuk berganti pakaian. Rasa lelahnya kembali terasa dan dirinya membutuhkan istirahat, padahal ia ingin menjaga Alana tapi apa daya jika tubuhnya sudah tidak kuat lagi untuk tetap sadar. Ello tertidur dengan tetap pada posisinya, mungkin jika tetap seperti ini terus-terusan ia akan bisa sakit.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN