Bab 28 Menjadi orang paling beruntung, itulah yang aku rasakan sekarang. Kehidupan yang semula suram tanpa tujuan, tiba-tiba dipenuhi kerlip lampu harapan. “Bu, Rara pamit pulang dulu, ya.” Usai mencuci piring, aku meraih jemari Ibu dan menciumnya dengan khidmat. Tak enak dengan Mas Laksa jika berlama-lama. Mungkin dia ingin istirahat juga. Andai kamarku tak sempit dan jelek, aku bisa saja mempersilakannya tidur siang di kamarku dulu. “Gak nunggu Mbak kamu pulang dulu, Ra? Mungkin dia juga kangen. Selama di sini, Ibu lihat dia sangat bergantung sama kamu. Apa-apa cerita semua ke kamu.” Ibu menatapku yang baru saja melepaskan tangannya. Aku melirik wajah Ibu, ingin mengatakan mengatakan semuanya tentang Mbak Rahma. Hanya saja, aku belum sampai hati untuk bercerita. Lebih baik langsung
Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari