"Ya, buu." Ia menjawab telepon itu dengan mengepitkan ponselnya di antara bahu dan telinga. Ia sibuk mengambil pulpennya yang jatuh ke bawah meja. "Pesan ibu gak kamu bales. Giliran telepon malah diangkat." Ia menghela nafas. "Belum baca. Ini aja baru sempet megang hape." "Kamu kebiasaan deh," ibunya mengomel. "Ibu mau ngasih tahu, kamu kan lagi di Sabang. Nah ada anak kenalan ibu, dia dulu tetangganya kakek kamu. Terus cerita lah banyak karena sudah lama gak ketemu. Dia punya anak cowok...." Ia sudah tahu ke arah mana obrolan ini. Hahaha. Ia selalu menolak tawaran ibunya. Soalnya bagaimana ya? Cowok-cowok itu agak-agak klimis dan ujung-ujungnya suka padanya hanya karena ia cantik dan pintar. Ia hanya menjadi piala kebanggan bagi mereka. Bukan menjadi sosok perempuan yang benar-benar