19 - Sesuatu yang Aneh

1242 Kata
Zeth menahan kuapannya dengan sebelah tangannya, tangannya yang lain mengusap pelan matanya yang masih sulit untuk dibuka. Ia sangat mengantuk. Ketika ia kembali memutar tubuhnya untuk mencari posisi yang nyaman, tiba-tiba saja tangan yang besar memukul punggungnya dengan cukup keras. Terkejut dengan serangan yang tiba-tiba itu, Zeth langsung terbangun dan melihat tangan seseorang di samping kasurnya. “Leon! Kau keterlaluan!” sahut Zeth keras sambil melempar bantal tidur ke arah seorang lelaki dengan rambut berwarna hitam pekat dengan mata yang berwarna hijau cerah. Leon hanya tertawa lepas. Kemudian menarik kaki Zeth yang masih berada di kasurnya. Kasur itu tingkat, dan kasur milik Zeth berada di bagian teratas. Dengan cepat Zeth memutar tubuhnya, melepas tangan Leon yang mencengkeram keras, dan dengan mudah mendarat di lantai kamar tidurnya. Dengan mata dan mulutnya yang tersenyum puas, Leon berkata, “Bangun, pemalas. Jika tidak kita akan terlambat untuk masuk kelas!” Zeth mencibir pelan, tetapi matanya langsung terbelalak ketika melihat jam yang ada di meja belajarnya. Tinggal lima belas menit lagi sebelum kelas pertamanya dimulai! “Kenapa kau tidak membangunkanku lebih awal?” tanyanya kesal sambil cepat-cepat berlari ke arah lemarinya dan langsung mengambil seragam miliknya. “Sudah dari tadi aku mencoba! Tidurmu sangat pulas, bahkan Kyle menyerah untuk membangunkanmu,” kata Leon sambil melempar sebuah buku ke arah Zeth, yang dengan mudah ia tangkap. “Hari ini akan ada tes kemampuan sihir.” Zeth mengerutkan keningnya. “Bukankah kita sudah melakukan tes itu?” Mulutnya langsung mengeluarkan kata-kata itu. Tetapi aneh, entah kenapa Zeth tidak ingat sama sekali kapan ia melakukan tes itu. Seperti ada sesuatu yang hilang … “Duh, apa kemarin kau tidak mendengar pengumumannya, bocah malas?” tanya Leon dengan pandangan tidak percaya pada Zeth. “Hari ini kita akan menjalankan tes ulang, karena kita akan diajar oleh profesor yang baru.” “Profesor baru? Ke mana profesor sebelumnya? Apa ia berhenti?” Sekali lagi, entah kenapa pertanyaan itu dengan mudah keluar dari mulutnya. Membuat lidahnya sendiri terasa gatal. Leon hanya menjawab pertanyaan Zeth dengan menaikkan kedua bahunya. “Kurang tahu. Tapi yang jelas, kudengar profesor baru ini masih sangat muda! Bahkan seumuran dengan kita.” “Erh … seseorang yang seumuran kita sudah menjadi seorang profesor. Aku merasa beberapa tahun ini aku menyia-nyiakan hidupku …” kata Zeth pelan. Tawa Leon semakin kencang, kemudian ia melingkarkan tangannya pada bahu Zeth. “Ayo cepat, jangan sampai kita terlambat di kelas baru ini, jika tidak ingin ditandai oleh profesor baru kita untuk satu tahun ke depan!” . . Kening Zeth semakin lama semakin berkerut ketika melihat pemandangan di sekitarnya. Entah kenapa ia merasa bahwa dirinya baru pertama kali melihat semua bangunan, jalan, dan hal-hal lainnya selama ia berjalan menuju akademinya. Padahal, sudah lebih dari enam bulan ia tinggal di asrama akademi sihir itu. Rasanya sangat tidak enak, seperti ada sesuatu yang mengganjal di dadanya, ketika sesuatu itu hampir ia dapatkan, bel pertama kelas sudah mulai berbunyi. Dengan panik, Zeth dan Leon langsung berlari menuju kelasnya. Meski ia merasa baru pertama kali berada di sana, dengan mudah ia sampai di kelasnya tanpa salah jalan sekali pun. Hal ini semakin membuat Zeth merasa tidak nyaman. Seorang lelaki dengan potongan rambut hijau tua menggunakan kacamata tanpa bingkai melambaikan tangannya pada Zeth dan Leon, senyuman lebar terpampang di wajahnya. “Akhirnya kalian datang!” “Setidaknya, terlihatlah sedikit panik karena aku hampir terlambat datang!” sahut Zeth sambil melempar bukunya pada Kyle. Kyle menangkap buku yang dilempar oleh Zeth dengan mudah, setelah terkekeh pelan ia berkata, “Ayolah. Sudah enam bulan aku dan Leon satu kamar denganmu, dan selama ini kau selalu sulit untuk dibangunkan!” Zeth mengerutkan keningnya tidak senang. “Biasanya aku tidak pernah sulit untuk dibangunkan!” Leon dan Kyle hanya tertawa geli mendengar bantahan dari Zeth. Dari pintu masuk, Zeth bisa mendengar suara langkah kaki seseorang yang menggunakan sepatu hak tinggi. Seorang gadis dengan rambut berwarna merah marun yang terurai sampai pinggangnya, dan mata yang berwarna emas murni memasuki ruangan itu. Bibirnya yang kecil dilapisi oleh lipstik berwarna merah muda terlihat sangat lucu. Tidak hanya Zeth, tetapi teman-teman sekelasnya yang lain juga terpana oleh seseorang yang baru mereka lihat pertama kali … tunggu, apa benar Zeth baru melihat orang ini pertama kali? Entah kenapa ia merasa telah mengenal orang ini sebelumnya … Sebuah ingatan tiba-tiba terlintas di benak Zeth. Namun, ingatan itu seketika hilang sebelum ia menggapainya dengan jelas. Gadis yang ada di depan kelasnya saat ini tersenyum ramah kepada semua orang di kelas itu. Matanya sempat terhenti beberapa detik saat memandang Zeth, terlihat dirinya sedikit terkejut. Namun, tidak lebih dari satu detik kemudian wajahnya kembali tenang seperti biasa. “Selamat pagi, semuanya. Mulai hari ini, aku yang akan menjadi profesor yang akan mengajari kalian semua tentang sihir dasar tingakat dua, dan juga mengenai sejarah sihir.” Seorang siswa mengangkat tangannya tinggi, kemudian berkata, “Profesor! Boleh aku tanya sesuatu?” Dengan anggukan kepala yang anggun, profesor itu menjawab, “Tentu.” “Berapa umurmu, Profesor?” tanya siswa itu dengan berani setelah mendapat jawaban darinya. Meski terdengar tidak sopan, seorang gadis yang menjadi Profesor kelas Zeth saat ini terkekeh pelan. “Umurku 17 tahun. Jadi, tidak perlu terlalu formal padaku. Bukankah kita semua seumuran?” Semua orang di kelas itu terkejut dan semakin menghormati gadis ini. Merasa suasana kelas itu tidak sekaku sebelumnya, beberapa pertanyaan lain langsung dilontarkan kepadanya. “Yaampun, seseorang yang seumuran denganku sudah bisa mengajar praktik ilmu sihir di akademi ini! Profesor, sihir tingkat berapa yang bisa kau alirkan?” “Hanya sihir tingkat tujuh …” “OoOooOoh!” seluruh kelas itu semakin heboh mendengarnya. “Apa kau juga tinggal di asrama akademi ini, Profesor?” “Betul. Untuk apa menyia-nyiakan uang untuk menyewa tempat lain jika kau mendapat kamar gratis, kan?” “Berarti kami bisa bertanya padamu mengenai sihir jika kau ada waktu luang, ‘kan?” “Tentu saja. Aku sangat senang jika kalian ingin mempelajari sihir dengan serius.” Tidak hanya pintar, orang ini juga cantik dan humoris! Mata Leon langsung bersinar cerah melihat sosok yang sangat sempurna hadir di depannya. “Profesor, apa kau punya seorang kekasih?” tanya Leon terdengar lebih tegas dari biasanya. Zeth dan Kyle melihat wajah lelaki itu sedikit memerah. “Saat ini masih belum. Tapi, aku punya seseorang yang cukup berarti di hidupku,” jawab Profesor itu tanpa ragu. Wajah Leon langsung kecut seketika, terlihat dia benar-benar kecewa. Zeth dan Kyle semakin tertawa melihatnya. Apa dia baru saja jatuh cinta pada pandangan pertama? “Oh ya? Apa dia seumuran dengan kita, Profesor?” Entah kenapa, wajah gadis itu langsung kosong seketika. Kemudian ia mengerutkan keningnya cukup dalam. “Iya. Dia juga baru berumur 17 tahun,” jawabnya sedikit ragu, kemudian ia mengusap keningnya yang mulai dibasahi oleh keringat dingin. Tetapi, mungkin hanya Zeth yang menyadari perubahan gadis itu. Semua orang yang ada di kelas itu tetap menanyakan berbagai macam hal pada sang Profesor yang bahkan tidak berhubungan dengan kelas yang diajarnya sama sekali. Di akhir, sebuah pertanyaan menarik perhatian Zeth. “Meski umurnya sama dengan kami, pasti orang itu sangat hebat karena bisa mencuri hatimu, ‘kan?” Jura hanya tersenyum mendengarnya. Wajah Leon semakin lama semakin kecut. “Oh iya, Profesor. Kau belum memberi tahu namamu, ‘kan? Kau sendiri yang bilang kami tidak perlu terlalu formal padamu.” Gadis itu tersenyum lembut sambil terkekeh pelan. Kemudian ia berkata, “Benar juga. Antusias kalian membuatku lupa siapa diriku sebenarnya, dan tujuanku yang sebenarnya.” Semua orang di kelas itu tertawa mendengar perkataannya. Mata gadis itu menatap Zeth dengan lekat, matanya yang semurni emas terlihat lebih cerah dari sebelumnya. “Namaku Jurianna un Reicon. Panggil saja Jura,” lanjutnya. Zeth langsung berdiri dari duduknya, tidak sengaja menggebrak meja yang ada di depannya. Semua mata tertuju padanya, tetapi langkah kakinya sangat mantap, tidak berhenti sampai ia berdiri di depan gadis itu. Awalnya, Zeth kira seseorang yang bernama Jura ini akan terkejut dengan apa yang dilakukannya secara tiba-tiba. Namun, senyuman cerah malah menghiasi wajah kecilnya. “Akhirnya kau ingat, ya?” katanya pelan. Zeth ikut membalas senyumannya, seketika dadanya terasa lega karena kepalanya yang seperti dipenuhi oleh kabut langsung jernih seketika. “Maafkan aku yang terlambat menyadarinya, Profesor.” []
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN