22. Dia Terlihat Berbeda. Ajeng menatap pantulan wajahnya di cermin. Kantung matanya menghitam seperti panda. Kata-kata Naren tadi malam masih berputar-putar di kepalanya seperti kaset rusak. “Good night, Sashi. Cium bibirnya ditunda dulu ya sampai kita nikah.” Memangnya siapa yang berharap dicium bibirnya? Astaga ... Ajeng mengacak-acak rambutnya frustrasi. Antara malu dan ingin menggetok kepala Naren pakai palu. Memangnya Ajeng harus berpikir seperti apa kalau kepala Naren terus menunduk dan ... Ah, sudahlah. Ajeng tak mau memikirkannya lagi. Ia bahkan sudah tidak punya muka untuk bertemu Naren pagi ini. Mendesah, Ajeng mengambil sisir dan mulai merapikan rambutnya. Ia harus mengantar orangtuanya ke bandara. Kalau bisa sekalian kabur dari keraton. Naik di bagasi pesawat juga tida