Chapter 11

1752 Kata
Selamat membaca ;) ••• Sedangkan di tempat tidur yang di tiduri Jordan, pria itu mengerang kesal saat tidurnya di ganggu terlebih wajahnya basah karena di siram air. "Mia! Apa yang kau lakukan?" Tanyanya dengan suara serak khas bangun tidur. "Menyirammu karena kau tak bangun-bangun!" Santai Mia menjawab. "Apa servis semalam yang aku berikan padamu benar-benar membuatmu lelah sehingga—" perkataan Mia terhenti saat Jordan langsung menarik tubuhnya ke tempat tidur lalu menjadikan dirinya di atas Mia. Dan respons Mia hanya datar saja. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya dingin, tangan wanita itu berada di kedua sisi ranjang, tidak menahan tubuh Jordan yang terus menempel padanya. "Well, melakukan ini—" Jordan langsung mencium singkat bibir wanita itu, tapi reaksi wajah Mia tetap sama— datar, berbanding terbalik dengan kedua tangannya yang terkepal, ingin sekali menonjok wajah tampan pria itu. Perlahan tangannya yang terkepal kembali rileks dan terulur menyentuh d**a bidang Jordan. "Hentikan Mia." desis Jordan saat tangan wanita di bawahnya ini terus membelai dadanya dengan s*****l. Mia terkekeh pelan, ada seulas senyum licik terbit di bibirnya, tangannya terus mengelus titik merah sedikit lembab yang terdapat di d**a pria itu, hasil karyanya semalam, benar-benar membuatnya puas. Puas menghajarnya! "Apa kau mau servis tambahan dariku, karena sepertinya servis semalam kurang—" Belum juga Mia menyelesaikan ucapannya, Jordan terlebih dulu bangkit dari tubuh wanita itu. "Tidak perlu, kau malah akan kembali menyakiti tubuhku hingga mati rasa. " dengus Jordan, kepalanya menggeleng saat ingatan tentang semalam membuatnya ngeri sendiri. Bayangkan saja, hanya karena sebuah kecupan yang di berikannya saat wanita itu tidur semalam berimbas mengenaskan padanya. Mia tiba-tiba bangun dari tidurnya dan langsung memberikan servis menyakitkan di tubuhnya sampai memerah memar dan ngilu karena tonjokan dan cubitan dari wanita itu. "Kalau begitu jangan macam-macam padaku!" Ketus Mia ikut bangun dari rebahannya. "Lihat saja aku pasti akan kembali menaklukkanmu. " desis Jordan menatap tajam gadis di sampingnya itu. "Coba saja kalau bisa." Mia balas menantang. *** Katherine dengan perlahan membuka matanya, mengerjap dan menyesuaikan pandangannya ke sekeliling. "Di mana ini? Oh aku ingat aku, ini tempat Emily." Gumamnya pada dirinya sendiri. Setelah dia ingat bahwa semalam dia mabuk berat di sebuah klub lalu seorang pria menggendongnya keluar dan bertemu kakaknya. Lalu dia muntah dan kesadarannya langsung hilang saat itu juga. Dan kenapa dia bisa di sini? Karena semalam tepat pukul sepuluh lebih dia terbangun di apartemen kakaknya yang di lihatnya tengah tertidur lelap. Dan entah kenapa Katherine malah menghubungi Emily—sahabatnya, meminta alamat tempat tinggalnya karena ia ingin bersama sahabatnya itu untuk berkeluh kesah menceritakan semua yang di alaminya, hingga mereka tertidur lelap. "Emily?" Seruan Katherine pada Emily sepertinya tak menyahut, karena sahabatnya itu benar-benar tidak ada, Katherine menoleh saat suara ponselnya di nakas mini samping tempat tidur berbunyi. "Halo." "Kau di mana? Saat terbangun aku tak menemukanmu?" Suara Liza menyahut di seberang sana. "Tenang saja aku di rumah sahabatku. " "Kat, apa kau masih—membenci..." Belum selesai Liza mengucapkan kalimatnya, Katherine lebih dulu menyela. "Apa yang kau bicarakan, benci? mana aku bisa membencimu yang selalu menyayangi adiknya, aku hanya canggung saja, kita baru saja bertemu setelah sekian lama. " ucap Katherine dengan seulas senyum terbit di bibirnya—Meski Liza tak melihatnya. "Lizana.... " ucap Katherine saat tak mendapat sahutan dari sang kakak. "Ahh, ya...." "Kenapa diam saja?" tanyanya. "Ahh tidak, aku hanya tengah memikirkan sesuatu." "Jangan memikirkan hal berat, meski pun kita terpisah lumayan lama, aku tahu dirimu, sikapmu di dalam dan luar sangatlah berbeda, jadi aku mohon jangan bertindak bodoh seperti apa yang kau lakukan dua tahun yang lalu. Oke?" Tapi malah terdengar kekehan di seberang, membuat Katherine mendengus. "Apa yang kau tertawakan aku serius dengan ucapanku, bila kau melakukan hal gila lagi aku akan membunuhmu, kakakku sayang. " ucap Katherine penuh peringatan. "Iya, iya aku tak akan macam-macam, bahkan aku sudah melupakan kejadian itu berkat beberapa orang yang selalu benar-benar di sisiku termasuk dirimu." "Good. Kalau begitu aku tutup teleponnya. " Lalu sambungan terputus, Katherine bangkit dari ranjang dan suara ponselnya kembali berdering—terdapat nama Ronal di sana, rekan kuliahnya dan ia ingat ucapannya pada Emily yang akan menjadikan wanita itu model. "Halo." sapa Katherine. "Kat, aku membutuhkan bantuanmu," "Aku akan membantu bila kau merenggut temanku jadi salah satu modelmu bagaimana?" Sesaat tak ada jawaban sampai akhirnya jawaban 'ya' terdengar dari seberang sana. "Kalau begitu, nanti siang tepat jam 11 aku akan menemuimu. " Setelah sambungan terputus, wanita itu melangkah keluar kamar dan masih tak mendapati sahabatnya itu. "Ke mana dia pagi-pagi buta seperti ini?" gumamnya. *** Stella mondar-mandir di balik toilet kamar hanya dengan jubah sepaha yang di kenakannya, sedangkan pakaian yang kemarin di pakainya malah terkenal air hingga basah dan sekarang dia panik sendiri, bagaimana dia keluar hanya dengan tampilan seperti ini, bisa-bisa ia di terkam oleh macan di luar sana. Setelah berkelabat dengan segala kerecokan di kepalanya, akhirnya Stella pasrah dan memutuskan menemui pria itu untuk meminta baju ganti. Tapi sekelebat tebakan membuat otaknya di penuhi prasangka buruk, apa ini jebakan? Lelaki itu kan bisa menyuruh seseorang mengantarkan pakaian untuknya tapi... Ahh sudahlah! Dengan langkah waspada Stella melangkah mendekati pintu, membukanya lalu menyembulkan wajahnya menatap sekeliling memastikan kondisi kamar yang baru kemarin di tempatinya dan ternyata aman karena kedua matanya yang memicing tak mendapati pria itu. Malah yang ada hanya bibi Irma yang baru masuk, tidak lupa pakaian yang di bawa wanita baya itu di tangan keriputnya. Gaun, itu dia, kenapa tidak dari tadi?! Batin Stella kesal. Tubuhnya mulai -ralat sendari tadi sudah menggigil— ingin di hangatkan. "Nona, kenapa kepala Anda menyembul seperti itu?" kekehan bibi Irma terdengar melihat tingkah nonanya itu. Stella mencebik, tampak menggemaskan. "Aku waspada saja kalau pria itu masih ada di kamar ini, aku bahkan tak mempunyai pakaian ganti. " Irma tersenyum tipis. "Ini saya bawakan pakaian ganti untuk Anda, tuan Kenzu yang menyuruh saya." Stella langsung keluar dari bilik kamar mandi dan melangkah mengambil gaun di tangan bibi Irma. "Terima kasih bibi. " ucap Stella tulus dan Bibi Irma tersenyum membalasnya. "Kalau begitu setelah selesai, nona bisa keluar karena makanan sudah siap dan tuan Kenzu sudah menunggu. " "Makan? menunggu aku?" beo Stella yang di angguki bibi Irma. *** Stella keluar dari kamarnya dengan gaun berenda selutut pemberian bibi Irma–ralat maksudnya pemberian Kenzu melewati bibi Irma. Langkah Stella berjalan kearah pantry dan sesampainya, kedua matanya sudah mendapati sosok Kenzu yang sudah terlihat rapi dan tampan di kursi makan Sudah rapi? Kapan dia mandi? Batin Stella dengan bodohnya. Ya jelas, kalau di hitung menit wanita itu di kamar mandinya, pasti Kenzu sudah membersihkan dirinya di kamar mandi lain. Well, bukan tidak mungkin hotel ini hanya mempunyai satu kamar mandi. "Sudah selesai?" tanya Kenzu membuat Stella mengalihkan tatapannya karena tertangkap basah tengah memandangi lelaki tampan bersetelan formal itu. Dan kenapa juga jantungnya tiba-tiba berulah—berdebar tak karuan saat menatap pria itu! Ahh Stella ada apa denganmu?! "Kenapa diam saja, kemarilah kau tak lapar? " Kenzu menyuruh Stella mendekat padanya saat wanita itu tampaknya malu karena tertangkap basah memandanginya terbukti dari perilaku wanita itu yang langsung mengalihkan wajah dengan kedua pipi yang merona. Ahh cantik sekali! Kenzu terkekeh geli, pesona tampannya benar-benar tak terelakkan! "Mendekat Stella, apa aku harus menyeretmu agar bisa duduk di sampingku dan kita mulai makan?" ucap kenzu lagi saat tak mendapat respon Stella yang hanya mematung di tempatnya. "Oke kalau begitu," "Ehh." Stella langsung saja bergerak mendekat saat melihat Kenzu yang setengah beranjak—pasti akan menyeretnya. Dasar tak sabaran! Tepat saat akan mendaratkan bokongnya di salah satu kursi makan yang jaraknya lumayan jauh tapi masih sejajar dari Kenzu, tubuhnya malah tertarik—ternyata lelaki itu mendudukkan dirinya tepat di sebelahnya. "Duduk sini." katanya dan Stella pasrah—Tatapannya kemudian tertuju pada beberapa hidangan yang menggugah selera makannya—Membuat air liurnya ingin menetes. "Tatapanmu benar-benar bernafsu, makanlah." suruh Kenzu dengan nada santai saat melihat wanita di sebelahnya itu menunjukkan tatapan menggoda pada hidangan di hadapan mereka. Tanpa basa basi lagi, Stella langsung melahap makanan saji di hadapannya itu dengan lahap, tak memedulikan Kenzu yang terkekeh geli melihat cara makan wanita cantik itu, sangat lahap sekali, seperti tidak makan satu bulan saja Hingga Stella menghentikan acara makannya saat merasa tengah di perhatikan. "Kenapa melihatku seperti itu? Kau tidak makan?" tanyanya malu karena terus di perhatikan. Kenzu mengendikan bahunya. "Perutku tiba-tiba kenyang saat melihatmu makan." Stella mencebik ketus. "Apa lagi itu? Kau mencoba menggombal atau menyindirku?" Senyuman lebar Kenzu semakin terlihat saat melihat wanita di hadapannya ini mengembungkan pipinya kesal. "Tapi aku tak peduli, makanan lezat tak boleh di tolak." lanjut Stella. "Makan saja, masih banyak stok makanan—" "Kau pikir perutku balon, meski pun aku makan banyak, belum tentu aku menghabiskannya tapi—hanya sebagian. " "Sama saja, sebagian itu banyak dari setengah hidangan ini." dengus Kenzu menatap hamparan makanan di hadapannya. Dan Stella hanya meringis malu. "Kau juga makanlah, ini enak sekali!" Stella menyodorkan daging panggang ke depan mulut Kenzu—Menyuapinya. Sesaat pandangan mereka bertemu, wajah Stella sangat dekat dengan wajah tampan Kenzu yang susah untuk di tolak pesonanya, sampai tatapan itu teralihkan dengan suara berat Kenzu. "Memang enak—," Kenzu menggantungkan kalimatnya, tatapannya tak lepas dari bibir Stella yang tampak menggoda membuat sang empu bibir mengerjap gugup terlebih saat melihat jakun pria itu naik turun saat menelan makanan yang di berikannya. Mereka masih betah di posisinya tanpa ingin saling menghindar, hingga di detik selanjutnya kedua mata Stella membulat terkejut mendapat perlakuan Kenzu. Entah pria itu melakukan apa yang jelas seperti tengah membersihkan sisa-sisa kecil makanan yang bertender manis di sekitar mulutnya, membuat jantung Stella kembali berdebar dengan kencang. "Tapi lebih enak mencicipimu." katanya dengan seringai menggoda, sedangkan Stella masih syok—terpaku di tepatnya dengan kedua pipi bersemu merah membuat Kenzu gemas sendiri. Di detik selanjutnya Stella tersadar segera menjauhkan tubuhnya dari pria berbahaya di hadapannya itu. Tubuhnya jadi panas dengan tiba-tiba terlebih kedua pipinya, sedangkan Kenzu ingin sekali terbahak akan reaksi tubuh wanita itu—terlihat gelisah sekali. "Kau kenapa? Kenapa tak lanjutkan makanmu?" tanya Kenzu pura-pura polos melihat Stella yang terlihat kelimpungan dengan suhu tubuhnya yang berubah drastis. "Tubuhku panas! Aku tak mau lanjut makan, aku malah ingin berendam sekarang juga!" imbuh Stella. Mendengar kata random yang di keluarkan Stella, membuat pikiran sesat Kenzu aktif seketika. Boleh juga servis tambahan! Batinnya menyeringai. "Kalau begitu, ayo kita berenang-" Ajakan Kenzu terhenti saat pekikan seorang wanita terdengar di indra pendengarnya dan lelaki itu langsung menggeram kesal. Kenapa orang-orang suka sekali meneriaki namanya?! ••• Terima kasih telah membaca♡ Jika berkenan tinggalkan jejak love²♡ + Kom²nya ya hhe :D
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN