Keguguran

1357 Kata
 Walau sedang diawasi, Shafira tetap saja tidak menghabiskan makanannya. Leo bangkit dari sofa dan mendekati Shafira. Tak lama Huria mengetuk pintu kamar utama untuk memberikan Shafira obat. "Nona, minumlah obatnya." ucap Huria. "Iya," sahut Shafira sembari melirik Leo yang sedang mengawasinya dari jarak dekat. Shafira menelan semua obat yang diberikan Huria kepadanya. Kemudian Huria pun berlalu sembari membawa piring bekas makan Shafira ke dapur. "Kau istirahatlah!" kata Leo hendak melangkah, namun dengan cepat Shafira meraih lengannya dan langkah Leo pun terhenti. Ia menoleh dan kembali menatap Shafira. "Kak, kau mau kemana?" tanya Shafira. "Kenapa?" Leo balik bertanya. "Eeemm ... aku-aku ...." Leo menyunggingkan senyuman disudut bibirnya sembari meraih dagu Shafira lalu mendekatkan wajahnya. "Ada apa? Apa kau ingin aku temani, hah?" tanya Leo menatap Shafira dengan tatapan tak biasa membuat Shafira merasa tak nyaman. Shafira hanya diam dan menatap Leo yang juga tengah menatapnya. Kemudian tanpa aba-aba apapun, tiba-tiba saja Shafira mencium bibir Leo yang membuat Leo terperanjat. Shafira mengalungkan kedua lengannya di leher Leo sambil terus menciumi bibir Leo. "Sialan! Dia sengaja menggodaku rupanya ... lihat saja apa yang akan aku lakukan setelah ini!" ucap Leo dalam hatinya merasakan gejolak gairah yang ia tahan sedari tadi kembali melonjak dan ingin segera terlepaskan. Leo menarik bagian belakang kepala Shafira seakan menekannya agar ciuman mereka semakin panas.  "Kak, jangan ...." ucap Shafira sembari menggelengkan kepalanya. "Heh, bukannya kau sendiri yang menggodaku tadi? Sekarang kau ingin menolaknya ... sudah terlambat!" ucap Leo kemudian memberikan kiss mark di leher Shafira. Sementara itu tangan Shafira sibuk mendorong tubuh Leo agar mau menghentikan semuanya. Tak hanya itu saja, Leo bahkan mengendus daun telinga Shafira. Leo masih tak perduli lantaran gairahnya telah menguasai dirinya. Leo semakin bersemangat tatkala ia mendengar rintihan serta desahan manja Shafira yang sedang menikmati setiap sentuhan darinya, sampai akhirnya .... "Aaaarrrghhh!!!" teriak Shafira membuat Leo kaget. Leo merasakan tubuh Shafira bergetar. "Sakit!!!" "Kenapa?" tanya Leo bingung. "Punggungku ... luka di punggungku sakit!" sahut Shafira meringis kesakitan. "Eh?" Leo lantas melepaskan tubuh Shafira setelah ia teringat bahwa Shafira sedang terluka di bagian punggungnya. Leo juga melirik pergelangan kaki Shafira yang terbalut perban. "Cih, bagaimana bisa aku melakukannya? Dia sedang sakit! Sialan!" gerutu Leo kesal dalam hatinya. Leo memutar tubuh Shafira untuk melihat punggungnya. "Apa sudah dioleskan obat?" tanya Leo. Shafira menggelengkan kepalanya. "Cih, apa kau ingin aku menghukum Huria? Aku memberikan tugas padanya untuk merawatmu!" kata Leo dengan nada marah. Leo hendak turun dari ranjang itu untuk memanggil Huria dan Shafira tau bahwa Leo pasti akan memarahinya. "Kak, tunggu!" Shafira menahan Leo seakan ingin memohon padanya. "Jangan salahkan Huria, ini salahku!" ucap Shafira lagi. "Kau benar-benar keras kepala!" teriak Leo semakin kesal. "Maaf." ucap Shafira ketakutan. Leo berdengus kesal, namun ia masih berupaya untuk menahan segala emosinya. Padahal rasanya Leo ingin sekali mencekik leher Shafira hingga mati saking kesalnya, namun hal itu tak mungkin ia lakukan lantaran kondisi Shafira yang sedang sakit. "Kau tau apa kesalahanmu, hah? Kau bahkan melakukan dua kesalahan sekaligus, Shafira!" gerutu Leo menahan emosinya. Shafira hanya menundukkan wajahnya karena takut menatap tatapan tajam yang diperlihatkan Leo kepadanya. Namun Leo mencengkram wajahnya lalu mengangkat keatas agar membalas tatapan darinya. "Yang pertama kau begitu keras kepala dan yang kedua kau sudah menggodaku dengan ciumanmu tadi!" kata Leo lagi. "I-itu ... aku hanya ...." "Hanya apa, hah? Katakan, kenapa kau menciumku tadi?" tanya Leo. "A-aku ...." "Jawab!" bentak Leo seolah memaksa Shafira untuk menjawab pertanyaannya. "Aku hanya ingin kau bersikap baik padaku, karena aku sedang mengandung anakmu!" kata Shafira yang lolos begitu saja dari mulutnya. "Hah? Anakku?" ucap Leo terkejut. "Nyonya Miya yang mengatakannya! Dia bilang aku sedang hamil dan anak ini adalah anakmu." kata Shafira lagi. Leo menggertakkan giginya lantaran ia semakin kesal setelah mendengar jawaban dari Shafira yang mengatakan bahwa dirinya sedang mengandung. "Apa Huria tidak memberikan ramuan yang aku perintahkan? Kenapa Shafira bisa hamil? Tidak! Huria tidak mungkin mengabaikan perintahku ... ini pasti akal-akalan mama saja!" ucap Leo dalam hatinya. Leo bergegas pergi begitu saja meninggalkan Shafira di dalam kamar sendirian. Shafira terkejut ketika Leo keluar dari kamar itu dengan membanting pintunya sekeras mungkin. "Cih, bodohnya aku! Kenapa aku tiba-tiba menciumnya tadi? Padahal aku hanya ingin merayunya saja supaya bisa mengambil hatinya seperti apa yang dikatakan Huria, tapi aku malah mengacaukan semuanya, bahkan aku pun mengatakan kalau aku sedang hamil! Kelihatannya dia kesal saat tau aku hamil. Apa jangan-jangan dia tidak mau bertanggung jawab atas anak yang ada di dalam kandunganku ini?" gumam Shafira ngedumel sendirian setelah mengatakan semuanya pada Leo. "Lalu, bagaimana ini???" pekik Shafira semakin kebingungan. Leo segera menghubungi Miya setelah ia masuk ke dalam ruang kerjanya. "Halo sayang! Apa kau ingin mencetak undangan pernikahanmu dan Shafira?" seru Miya terdengar kegirangan di sambungan telepon itu. "Ma! Apa yang mama katakan pada Shafira???" teriak Leo kesal. "Hei, aku tidak budek! Kau bisa bicara dengan nada santai ... tidak usah berteriak seperti itu!" ucap Miya sewot. "Kenapa mama bilang kalau Shafira sedang hamil? Apa memang iya, hah?" teriak Leo lagi. "Cih, kau ini! Aku sengaja mengatakan hal itu supaya dia mau menikah denganmu ... kalau dia tau dirinya sedang mengandung anakmu, dia tidak akan bisa kabur kemanapun. Kau tenang saja, di dalam perutnya hanya ada anak cacing, hehehe." ucap Miya terkekeh geli. Leo semakin dongkol dengan tingkah ibunya tersebut yang terus mencampuri urusannya. "Shafira itu setuju menikah denganku karena ancaman yang kuberikan." gerutu Leo dalam hatinya. "Gara-gara percaya dengan omongan mama, dia merasa kalau sekarang sedang hamil! Bagaimana kalau suatu nanti dia tau kalau mama membohonginya?" tanya Leo menahan kesalnya sembari memijat-mijat kepalanya. "Ya, jangan sampai tau! Kau harus segera menghamilinya supaya dia yakin kalau mama tidak membohonginya dan mama akan segera menjadi nenek!" seru Miya terdengar begitu ceria. Tak kuasa mendengar apa yang baru saja dikatakan ibunya, Leo lanngsung memutuskan sambungan teleponnya begitu saja. "Aaaarrgghhh ... sialan!!! Kenapa jadi seperti ini???" teriak Leo kesal. Beberapa saat kemudian, Leo tampak frustasi memikirkan apa yang akan terjadi bila Shafira mengetahui dirinya tidak hamil. "Apa dia akan bunuh diri?" gumam Leo. "Aaarrrggghhh!!!" Leo kaget mendengar suara teriakan yang begitu jelas dan teriakan itu adalah suara Shafira. Leo segera keluar dari ruang kerjanya dan bergegas melangkah menuju kamar utama. Disana ia melihat Huria sedang menenangkan Shafira yang terduduk di lantai kamar mandi sambil menangis histeris. "Ada apa?" tanya Leo. "Tu-tuan ... darah!" ucap Huria gemetaran. Leo melirik pada darah yang menetes di lantai kamar mandi. "Kenapa? Ada apa ini?" tenya Leo panik, sementara Shafira terus saja menangis. "Tuan, nona bilang dia baru saja keguguran." ucap Huria tak kalah paniknya. Leo terkejut mendengar perkataan Huria barusan. Kemudian ia kembali teringat perkataan Miya yang telah membohongi Shafira mengenai kehamilannya. "Uuugghh, itu pasti darah ...." "Haaah, semuanya tambah kacau!" gerutu Leo dalam hatinya. Tak lama kemudian, dokter pun datang untuk memeriksa keadaan Shafira. Hal tersebut dilakukan Leo agar Shafira tetap tidak mengetahui bahwa Miya telah membohonginya. "Dokter, bagaimana? Apa anakku baik-baik saja?" tanya Shafira tanpa henti meneteskan air matanya. Dokter tampak bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan Shafira. Ia lalu melirik Leo yang tengah menatapnya dengan tajam seakan memberikan isyarat kepadanya. "Ma-maaf, nona ... janinnya tidak bisa diselamatkan." ucap Dokter itu dengan terpaksa ikut membohongi Shafira. "Hhhuuwwaaa!!! Aku memang calon ibu yang tidak berguna!!!" pekik Shafira kembali menangis histeris. "Haaah, sudah kuduga akan seperti ini jadinya!" ucap Leo dalam hatinya sembari tepok jidat melihat Shafira tampak begitu sedih lantaran merasa baru saja keguguran padahal dia hanya mengalami menstruasi rutin setiap bulannya. "Sabar nona, semuanya sudah takdir." ucap Huria ikut bersedih. "Oh ya ampun! Bahkan Huria pun mempercayai omongan mama!" ucap Leo lagi dalam hatinya. "Sa-saya akan memberikan resep obat untuk nona," kata Dokter itu. Setelahnya Dokter itu pun memberikan secarik kertas resep obat yang harus ditebus di apotik. Ia memberikannya kepada Huria. Kemudian, Leo dan Dokter itu keluar dari kamar. "Dokter, apa yang anda berikan tadi? Obat apa? Dia hanya datang bulan saja kan?" tanya Leo. "Tuan, wanita yang sedang datang bulan juga memerlukan vitamin." sahut Dokter. "Jadi anda memberikan vitamin saja tadi?" tanya Leo lagi. "Iya, benar," sahut Dokter itu. "Baiklah, terima kasih!" ucap Leo. "Asistenku akan memberikan bonus untuk anda," sambung Leo. "Terima kasih, tuan." ucap Dokter itu senang mendapatkan uang tambahan lantaran sudah mau ikut bekerja sama untuk membohongi Shafira.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN