Tampaknya seratus koin emas lebih berarti dari nyawamu.

2896 Kata
Alunan musik klasik menyebar ke seluruh penjuru ruangan. Di tengah aula megah tempat perayaan telah menjadi tempat para werewolf berdansa dengan pasangan mereka. "Aku pikir Nona sulung keluarga McKenzie tidak bisa berdansa. Ternyata aku salah." Querro bicara dengan Serra dalam jarak 10 cm. Hembusan nafas hangatnya pun terasa di kulit wajah Serra. Serra tersenyum angkuh. Tidak ada hal yang tidak ia kuasai. Itu adalah anugerah Tuhan yang paling ia banggakan. "Dan kau beruntung bisa berdansa denganku." Querro tertawa hangat. Ia merengkuh pinggang Serra lebih dekat hingga perut ramping Serra menabrak perut kotak-kotaknya yang berbalut setelan mahal. "Aku memang harus mengakui itu. Aku pria paling beruntung malam ini." "Aku suka sekali mulut manismu itu, Querro." Iris biru Serra melengkung indah. "Aku suka caramu menatapku." Querro tenggelam dalam ketenangan di birunya manik mata Serra. Ia menemukan kedamaian di sana. Seperti ia kembali pulang ke mansionnya dan disambut hangat oleh ayah dan ibunya. Aaron kembali masuk ke aula setelah bergelut dengan kekesalannya sendiri. Dan bukannya hilang, kekesalannya makin menjadi ketika ia melihat Serra berada dalam pelukan Alpha Querro. Aaron jelas tahu bahwa selama ia hidup, ia tidak pernah melihat Alpha Querro bersama wanita manapun. Pria itu selalu bersikap dingin dan sulit untuk didekati. Dan saat ini yang ia lihat, Alpha Querro tengah tersenyum hangat pada Serra, mate-nya. Ralat, mantan mate-nya. Kaki Aaron melangkah menuju ke Serra dan Alpha Querro, tetapi sebuah tangan terulur kemudian menahannya. "Alpha, berdansalah denganku." Aleeya menatap Aaron dengan mata lembut yang memiliki maksud lain. Aaron tak menjawab Aleeya beberapa detik. Tatapan matanya terus saja melihat Serra dan Alpha Querro. Dadanya terasa seperti terbakar. Detik kemudian ia membawa Aleeya ke tengah aula, memilih ke posisi paling dekat dengan Serra dan Alpha Querro. Berdansa dengan pikiran tak sedikitpun pada Aleeya. Serra dan Alpha Querro menyadari keberadaan Aaron dan Aleeya, tetapi mereka tidak terusik sama sekali. Tetap terlihat dekat seolah mereka telah kenal dalam waktu yang cukup lama. Alpha Querro jelas menyadari tatapan tajam Aaron. Namun, ia tidak peduli sama sekali. Sedikitpun ia tidak terintimidasi oleh tatapan itu. Ia tahu seberapa tangguh Aaron, tetapi ia tidak berpikir bahwa Aaron lebih tangguh daripada dirinya yang telah 45 tahun hidup di dunia dan menjalani berbagai perang. Dia juga tahu alasan Aaron menatap seperti ingin mencabik-cabik tubuhnya. Tatapan yang menyiratkan kecemburuan dan kemarahan yang tak terbendung. Sangat Alpha Querro sayangkan, bagaimana mungkin Aaron sebodoh itu me-reject Serra. Akan tetapi, ini bagus untuknya. Tak ada halangan baginya untuk mendekati Serra. Sejujurnya meskipun ada halangan, ia tidak keberatan untuk merebut Serra dari Aaron. Dia bisa menghancurkan Dark Moon Pack untuk membawa Serra bersamanya.   "Alpha, selamat atas pengangkatanmu." Aleeya mengulang ucapan selamatnya seperti yang ia katakan tadi. Aaron tidak mendengarkan. Ia masih fokus pada Serra. Hal yang membuat kebencian Aleeya terhadap Serra semakin tumbuh subur. Jalang sialan! Kau sedang menggali kuburanmu sendiri, Serra. Lihat apa yang akan aku lakukan padamu nanti! Aleeya yang awalnya ingin membuat hati Serra hancur karena kemesraannya dengan Aaron malah berbalik emosi karena yang ia inginkan tidak terjadi, ditambah Serra membuat Aaron mengabaikannya. Di sisi lain tempat itu ada Stachie yang merasakan hal yang sama seperti Aleeya. Ia ingin mengubur Serra hidup-hidup karena telah merayu Alpha Querro. Serra telah benar-benar lancang mencoba merebut pujaan hatinya. Apa sebenarnya yang dilihat Alpha Querro pada Serra? Jelas-jelas dirinyalah yang lebih sempurna daripada Serra, pecundang paling terkenal di Dark Moon Pack. Tidak! Stachie tidak bisa terima ini. Bagaimanapun Querro harus jadi miliknya. Ia akan membunuh Serra jika Serra berani bermimpi memiliki Querro. Lucy melihat kemarahan dari dua putrinya. Niat untuk mempermalukan Serra menjadi boomerang bagi dua putrinya yang kini terlihat di bawah Serra. "Beta Steve, kau sangat beruntung memiliki putri-putri yang membanggakan." Seorang Alpha berdiri di dekat Steve. Memperhatikan Serra dan Aleeya yang berdansa berdampingan. "Terima kasih atas pujianmu, Alpha Richard." Steve membalas ramah. Matanya kembali melihat ke arah Serra. Tatapan Steve begitu dingin. Terlalu banyak luka dan kekecewaan di matanya saat ini. Kau membuatku tidak bisa mengasihinya, Naveah. Setiap melihat wajahnya, aku selalu mengingat pengkhianatanmu, Naveah. Steve merasa dadanya begitu sesak. Kenangan masalalu bangkit begitu saja ketika melihat wajah Serra saat ini. Wajah yang begitu mirip dengan mate-nya, ibu Serra. Wanita yang sudah menghancurkan hatinya, membuatnya hatinya mati dan tidak bisa mencintai lagi. Membuatnya hidup dalam kenangan terkhianati dan sakit hati. Steve selalu mencoba untuk mengasihi Serra karena di dalam darah Serra mengalir darah wanita yang ia cintai, tetapi ia tidak mampu. Saat ia melihat sorot mata Serra, rasa marah dan ingin membunuh selalu terlintas di benaknya. Mata itu, iris biru tenang itu bukan milik Naveah. Melainkan milik Orlando, pemimpin bangsa penyihir yang musnah dua puluh tahun lalu karena mencoba menguasai Greenland. Dan penyihir itu adalah ayah kandung Serra. Pria yang sudah membuat Naveah beralih darinya. Tetapi, fakta bahwa Serra bukan anaknya tidak diketahui oleh siapapun. Hanya Serra yang tertinggal dari Naveah. Meski ia begitu membenci Naveah,  ia tidak bisa kehilangan seluruh bagian dari Naveah. Itulah alasan kenapa ia mengakui Serra sebagai putrinya. Awalnya Steve merawat Serra karena ia menanamkan pada dirinya bahwa Serra adalah anaknya dan Naveah. Namun, bagaimanapun kerasnya ia ingin menanamkan itu, kenyataan tidak bisa ia ubah. Serra bukan anaknya. Tak ada setetespun darahnya dalam tubuh Serra.   ♥♥♥   Hanya dalam satu hari semua berubah. Serra menjadi buah bibir se-antero Greenland. Wanita yang tadinya diperbincangkan karena semua kekurangannya kini berganti menjadi primadona. Hewolf beruntung yang bisa melihat Serra malam itu menceritakan bahwa Serra seperti keturunan moon goddes, kecantikan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Semalam para hewolf itu ingin mendekati Serra, tetapi tidak berani karena Alpha Querro telah lebih dulu mendekati Serra. Siapa yang berani mencari masalah dengan Alpha muda yang terkenal ganas itu? Mungkin hanya Aldebara yang bisa mengusik Querro mengingat Aldebara adalah penyatu kaum werewolf di Greenland. Perbincangan tentang Serra sampai ke telinga Aleeya dan Stachie. Dua gadis itu memasuki tempat latihan para werewolf dan telinga mereka memanas karena perbincangan yang mengelu-elukan Serra. "Alpha Aaron pasti akan menyesal karena telah mencampakan Serra. Dan dia juga tidak akan bisa memiliki Serra kembali jika Aplha Querro menyukai Serra." Seroang hewolf tertawa karena kebodohan Aaron. Begitu juga dengan dua kawannya. "Berani sekali kalian membicarakan Alpha kalian!" Sergahan Aleeya membuat tiga pria tadi terkejut. "Kalian harusnya melatih para junior bukan bergosip di sini!" tambah Aleeya membuat tiga pria yang tadi berbincang kini meninggalkan tempat itu. Posisi tiga pria itu masih dibawah Aleeya dan Stachie, jadi mereka tidak akan mencari masalah. Mereka sudah pernah berduel langsung dengan Aleeya dan Stachie untuk mengisi posisi Gamma dan mereka kalah, berakhir dipermalukan dengan mengalami banyak luka. "Serra, wanita sialan itu! Aku ingin sekali membunuhnya!" Stachie menunjukan warna aslinya ketika tinggal ia dan Aleeya saja di lorong tempat pelatihan. "Kita pasti akan menyingkirkannya dengan segera, Stachie. Namun, sebelum itu kita harus mempermalukannya terlebih dahulu. Satu minggu lagi purnama akan tiba. Saat itu kita bisa mempermalukannya karena tidak bisa berubah wujud. Lalu setelahnya baru kita singkirkan dia." Meskipun Aleeya sangat menginginkan Serra tewas, ia tentu tidak akan membuang kesempatan untuk mempermalukan Serra. Senyuman licik terlihat di wajah Stachie. "Aku sudah tidak sabar menunggu itu, Aleeya." Jika Aleeya dan Stachie berada di tempat pelatihan, Serra sendiri berada di kamarnya yang sudah lebih nyaman. Ia duduk di sofa dengan memikirkan pria yang mirip dengan Allard. Itu adalah pertemuan kedua mereka, dan Serra semakin yakin bahwa pria itu memang bukan Allard. Sama seperti Querro yang bukan Dylan. Serra menghela nafas berat. Kenapa Tuhan juga mempertemukan wujud Allard dan Dylan di dunia werewolf. Apakah mungkin mereka bertiga memang akan terikat di kehidupan lainnya? Jika kemalangan di dunia nyata terulang maka Querro dan pria yang ia temui di pesta sama-sama akan mati. Pria itu mati di tangannya karena sebuah ketidaksengajaan dan Querro akan mati karena melindunginya dari orang yang berkaitan dengan pria di pesta. Serra menggelengkan kepalanya. Ia harus memutuskan ikatan tidak beruntung seperti ini. Satu-satunya cara agar terhindar dari kemalangan adalah menjauh sejauh-jauhnya dari pria yang mirip dengan Allard. Pintu kamar Serra terbuka. Membuyarkan semua lamunannya. "Pergilah ke tukang jahit dan ambil pakaian Nyonya Lucy!" seru Debora dengan wajah sinis. Serra menyipitkan matanya tajam. "Tundukan wajahmu saat bicara denganku. Kau jelas tahu siapa nona dan pelayan di sini!" Debora berdecih. "Tampaknya gadis kecil ini sudah merindukan cambukku!" Tangannya melepaskan cambuk yang ada di pinggangnya. Kemudian melecutkan cambuk itu ke Serra. "Ckck, pelayan lancang!" Serra berdecak. Tangannya dengan cepat meraih ujung cambuk Debora. Memilinnya di tangan lalu menyentaknya kuat hingga Debora terpental ke dinding. Cambuk Debora beralih ke tangan Serra. Senyuman mengerikan tercetak di wajah cantiknya. Tanpa menunggu Debora bangun, Serra melecutkan cambuk itu. Menimbulkan suara nyaring yang memekakan telinga. Bersama dengan suara lecutan itu, suara raungan kesakitan terdengar memilukan. "Ketahui posisimu, pelayan sialan!" Serra kembali mengayunkan cambuk di tangannya. Membuat luka di punggung Debora. Tidak mengizinkan Debora beristirahat dari siksaan, ia melayangkannya lagi dan lagi. Hingga suara retakan tulang terdengar memekakan telinga Serra. "Berganti shift, huh!" Senyuman mengejek Serra arahkan pada Debora yang sudah berubah menjadi serigala. Maea, wolf Debora mengaum. Auman yang membuat benda-benda ringan di sekitarnya dan Serra beterbangan. Serra tak gentar sedikitpun. Ia keluar melalu jendela agar lebih leluasa berkelahi dengan Maea. Maea melompat cepat, berkali lebih cepat dari lompatan manusia. Kuku tajamnya mengarah tepat ke Serra, tetapi hanya bisa mencengkram udara dan berakhir di rerumputan. Serigala besar itu membalik tubuhnya cepat. Melihat ke Serra yang saat memandangnya congkak. Maea maju lagi begitu juga dengan Serra. Ketika Maea hendak menerjang Serra, dengan cepat Serra meraih kaki Maea dan menghempaskannya ke pohon besar di taman belakang kamar Serra. Serra memang tidak memiliki kekuatan supranatural seperti Debora, tetapi ia sudah terlatih untuk banyak pertarungan fisik. Tangan Serra mengeluarkan belati. Ia menunggu serigala di depannya untuk bangkit. Serigala besar itu kembali menyerang Serra. Belati tajam Serra beradu dengan salah satu kaki Maea. Membuat Maea mengaum kesakitan. Rasa sakit itu semakin membuat Maea murka. Serigala yang sama angkuh dengan she-nya itu kembali menyerang Serra. Hingga akhirnya belati tajam Serra kembali melukai kakinya yang lain. Maea tidak bisa bergerak dengan dua dari empat kakinya terluka. Ia kembali berganti dengan bentuk manusianya. "Cobalah untuk bersikap kurang ajar lagi padaku, maka yakinlah aku akan membunuhmu saat itu juga!" Serra memperingati Debora tajam. Ia membalik tubuhnya lalu masuk kembali ke kamarnya melalui jendela. Di dalam kamarnya, Olyn membeku. Ia tidak percaya nonanya mampu menghadapi Debora. Ia saja tidak bisa mengalahkan Debora yang lebih kuat darinya. Itulah kenapa Olyn mudah ditindas oleh Debora. "Kau seperti baru melihat hantu, Olyn." Serra melewati Olyn. Kembali duduk ke sofa. "Apakah yang aku lihat ini nyata?" Kemudian Olyn mencubit lengannya sendiri hingga ia memekik sakit. "Ini nyata. Aku tidak sedang bermimpi." Olyn membalik tubuhnya mendekati Serra. "Berhenti memandangku seperti itu!" Serra risih karena pandangan takjub Olyn. Hal yang ia lakukan saat ini masih biasa saja. "Nona, kali ini aku benar-benar bersyukur kau kehilangan ingatanmu." "Itu artinya kau senang aku bunuh diri." Olyn cepat berlutut, duduk di lantai sambil memegang paha Serra. "Tidak! Bukan begitu, Nona." Wajahnya terlihat ketakutan. Serra tertawa geli. Bakat menakut-nakutinya tidak berkurang sama sekali. "Berdirilah, Olyn!" Olyn menggelengkan kepalanya kuat. Gadis lugu itu terlihat sangat menggemaskan dengan wajah cemasnya. "Lupakan saja. Aku hanya bercanda." Olyn melihat Serra hati-hati. Memastikan bahwa nonanya tidak marah. Setelah ia tidak menemukan raut marah di wajah nonanya, ia merasa lega kemudian berdiri. "Olyn, mengenai pakaianmu. Aku akan mengganti secepatnya." "Tidak perlu, Nona. Aku tidak membutuhkan gantinya." Serra menatap Olyn mengintimidasi. Takut, Olyn menganggukan kepalanya. "Ah, tubuh pegal karena pelayan sialan itu!" Serra meregangkan otot lehernya. Kemudian ia melangkah menuju ke ranjang. "Aku akan beristirahat sampai matahari terbenam. Bangunkan aku saat makan malam." "Baik, Nona." Olyn keluar dari kamar Serra. Bakat berbohong Serra telah membuat Olyn benar-benar percaya bahwa nonanya itu memang ingin beristirahat. Serra turun dari ranjang. Ia keluar melalui jendela lalu melompati pagar belakang mansion keluarga McKenzie. Pagi ini ia berencana kembali ke arena tarung untuk mendapatkan uang. Hanya dari sana ia bisa mendapatkan uang untuk mengganti pakaian Olyn yang ia pinjam semalam. Serra kembali ke kota Silverstone. Sebuah kota yang tidak terikat pada pack manapun. Kota yang didatangi oleh berbagai werewolf dari pack berbeda-beda. Serra sampai di arena tarung lagi. Sammy, penjaga tempat itu segera berlari ke Serra ketika melihat Serra. "Nona, apakah Anda ingin bertarung lagi?" tanyanya. "Ya." Wajah Sammy sumringah. "Ayo. Anda akan jadi penantang selanjutnya." Serra tidak menjawab. Ia hanya mengangguk tenang. Pertarungan terjadi antara Serra dan seorang pria bertubuh kekar. Jenis pria berotot berlebihan yang sangat tidak Serra sukai. Serra memenangkan pertarungan itu setelah beberapa serangan. Ia mendapatkan sekantung uang berisi 100 koin emas. Serra melambung-lambungkan uang itu ke udara. Ia bisa membeli keperluannya lagi. Keluar dari arena tarung, Serra diikuti oleh empat pria yang sudah mengamatinya sejak di arena. Di tempat sepi, Serra dicegat. "Apa mau kalian?" tanya Serra. Matanya menatap satu per satu pria yang ada di depannya. "Uang yang ada di tanganmu," jawab salah satu pria. Serra tersenyum mengejek, "Aku mendapatkan uang ini dengan usaha. Jika kalian ingin kalian juga harus berusaha mendapatkannya dariku." Ia menantang empat pria itu. Lawan Serra mendengus serempak. "Lebih baik kau serahkan saja, Nona. Kami adalah petarung yang terbaik di wilayah ini." Pria lainnya menanggapi Serra. "Aku tidak akan menyerahkan apapun yang sudah menjadi milikku pada orang lain, termasuk kalian!" balasnya tajam. Keempat pria itu tidak tahan lagi. Dua dari mereka menyerang Serra. Kemudian dua lainnya menyusul. Empat pria melawan satu wanita, benar-benar tidak seimbang. Namun, bagi seorang Serra itu bukanlah masalah. Serra pernah melawan gangster yang jumlahnya lebih dari dua puluh orang ketika ia menjalankan misinya. Empat pria memang bukan apa-apa, tetapi empat serigala tentu mengancam nyawa. Serra lagi-lagi berada di posisi sulit. Entah kenapa para manusia serigala nampaknya suka sekali bermusuhan dengannya. Belum satu minggu ia berada di dunia immortal dan dia sudah diserang 2 kali oleh banyak serigala. Baiklah, Serra. Nampaknya di manapun kau berada, masalah selalu mengikuti. Kau selalu memiliki musuh baik disengaja ataupun tidak di sengaja. Serra bicara dengan dirinya sendiri. Menang ataupun kalah, hidup ataupun mati, Serra tidak akan mundur. Ia akan mempertahankan apapun miliknya. Perkelahian antara empat serigala dan satu manusia terjadi. Serra tak bisa menghindari serangan-serangan yang dilayangkannya dengan sempurna. Lengan, punggung, dan perut dan pahanya terkena cakaran tajam lawan-lawannya. Meski begitu Serra masih belum menyerah. Ia terlalu keras kepala dan terlalu menjaga harga dirinya. Meski ia manusia biasa, ia juga telah berhasil melukai lawannya. Belati yang ia genggam telah membuat empat serigala di sekelilingnya meneteskan darah. Serra semakin terpojok. Wajah cantiknya juga sudah terkena cakaran. Serra memaki murka, wajah adalah aset yang sangat berharga. Jika di dunia nyata ia bisa operasi plastik untuk memperbaiki luka di wajahnya, tetapi ini dunia werewolf di mana rumah sakit saja tidak ada. Satu serigala hitam menyeramkan melayang ke arah Serra. Tangan Serra menggenggam erat belatinya. Ketika serigala itu tepat berada di depannya, Serra menikam perut serigala itu. Membuat lolongan kesakitan terdengar. Serra memancing kemarahan yang lebih. Tiga serigala melayang bersamaan. Katakanlah Serra bisa menikam satu serigala lagi, tetapi dia akan dicabik oleh dua serigala lain. Dan meski ia sudah memikirkan bahwa ia tidak akan selamat, ia masih tidak mau menyerah. Di dunia inipun kau akan mati, Serra. Mungkin keangkuhanmu memang menyebabkan kau sulit bertahan di dunia manapun. Serra sempat-sempatnya mencemooh dirinya sendiri. Namun, seperti de javu. Serigala keemasan menjadi perisai Serra. Melemparkan tiga serigala yang menyerang Serra pohon dengan suara retakan tulang patah terdengar. Tiga serigala itu berlari meninggalkan kawannya yang tertusuk belati Serra. "Sepertinya kau memang suka mencari masalah." Serigala keemasan kembali ke wujud manusianya. Wujud pria yang Serra temui di pesta, dia adalah Aldebara. Ia menatap Serra yang membeku dengan tatapan dingin. "Seratus koin emas tampaknya lebih berharga dari nyawamu sendiri." "Kau nampaknya cukup lama memutuskan untuk menolongku." Serra mendengus pelan. Pria di depannya tampaknya menikmati tontonan ia dihajar oleh empat serigala. Aldebara tidak menyahuti sindiran Serra. Ia hanya melihat luka-luka Serra. Mata cokelatnya berubah merah. Tanda bahwa ia tengah menggunakan kekuatannya. Terakhir ia menatap luka di wajah Serra, dan kemudian luka di wajah Serra sembuh tak berbekas. Serra menatap Aldebara yang hanya diam saja. "Terima kasih karena sudah menolongku dua kali. Aku pasti akan membalasnya lain waktu." "Tidak perlu. Aku tidak membutuhkan balasan apapun." Setelahnya Aldebara membalik tubuhnya. Ia melangkah satu langkah, kemudian langkah itu terhenti. "Barang belanjaanmu waktu itu kau bisa memintanya pada pekerja di arena tarung." Aldebara kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan Serra yang terus menatap punggungnya. Dia jauh berbeda dengan Allard. Serra merasakan perbedaan itu dengan jelas. Jika itu Allard, maka Allard tidak akan mungkin mau menyelamatkannya. Allard tidak pernah peduli akan kehadirannya. Bagi Allard, ia hanyalah saingan. "Sepertinya takdir memang senang bermain denganku. Semakin aku ingin menghindarinya, semakin aku dipertemukan dengannya. Apakah ini baik atau buruk untukku, hanya Tuhan yang tahu." Serra menghela napas berat. Sudahlah, biarkan saja Tuhan bermain dengan takdirnya. Yang penting saat ini uangnya aman. Serra mengeluarkan koin emas yang ada di sakunya. Ketika itulah ia sadar bahwa luka di lengannya telah sembuh. Ia merasa tidak percaya, kemudian ia memeriksa paha, punggung dan perutnya. Tak ada luka di tubuhnya. Dan terakhir ia memegang wajahnya. Pria itu bukan hanya menyelamatkan nyawanya, tetapi juga sudah menyembuhkan lukanya. Serra tidak terlalu bodoh untuk mengetahui tentang siapa yang menyembuhkan lukanya. Ia pernah menbaca bahwa kaum werewolf bisa menyembuhkan lukanya sendiri dan juga orang lain. Baiklah, sekarang hutangnya pada pria yang tidak ia kenali semakin banyak. Harus dengan apa ia membalasnya? Atau haruskah ia lupakan pertolongan pria itu? Karena jika ia membalas maka ia akan bertemu lagi dengan pria itu. "Aku dilahirkan untuk tahu cara balas budi. Aku harus membalas jasanya lalu kemudian tidak menemuinya lagi." Serra akhirnya menentukan pilihannya.      
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN