Serra membuka matanya, hal pertama yang ia lihat adalah langit-langit kamar yang berwarna putih. Ini jelas bukan langit-langit kamarnya. Di mana dia saat ini?
"Akh!" Serra meringis. Ia baru saja menyadari bahwa bahunya terluka karena gigitan Aldebara. Tangannya segera menyentuh bahunya yang sudah dibalut oleh perban.
Cahaya matahari membuatnya sadar bahwa ia telah tidak sadarkan diri cukup lama.
"Aku tidak tahu jika kau benar-benar suka mencari mati." Suara dingin Aldebara menusuk pendengaran Serra.
"Sialan! Kau yang sudah membuatku seperti ini!" maki Serra. Ia melupakan sakitnya karena seruan dingin Aldebara.
"Siapa yang menyuruhmu masuk ke dalam kamarku?"
Serra diam. Kemudian ia membuka mulutnya. "Aku mendengar suara rantai besi, aku pikir kau dalam bahaya."
"Ah, kau mau jadi pahlawan?"
Serra benci nada bicara Aldebara yang tenang, tetapi mengejek. Di dunia nyata, kemampuan bicara seperti itu adalah keahliannya.
"Jika aku tahu kau akan menerkamku, aku tidak akan peduli dengan suara rantai sialan itu!" balas Serra ketus.
"Apa pun alasanmu, jangan bertingkah sok pahlawan. Dengan kemampuanmu yang seperti itu kau tidak akan membantu sama sekali. Kau hanya akan merepotkan."
Amarah Serra naik ke ubun-ubun. Bukannya merasa bersalah, Aldebara malah menghinanya.
"Aku nyaris mati karenamu, inikah bentuk permintaan maafmu?" Serra menatap Aldebara tajam.
"Tidak ada yang menyuruhmu ke kamarku, Serra. Kau sendiri yang cari mati!"
Serra ingin meledak. Lebih baik ia menyudahi pembicaraan penuh emosi dengan Aldebara. Ia tidak akan menang melawan Aldebara. Memang benar, di dunia ini ia tidak memiliki kemampuan. Jika saja ia berada di dunianya, maka tidak ada seorang pun yang bisa menghina kemampuannya.
"Mati saja kau, Aldebara!" umpat Serra pelan. Ia bergerak turun dari ranjang. Bertingkah sok hebat seolah tubuhnya sudah cukup kuat untuk bangkit. Dan ia hampir terjatuh jika saja Aldebara tidak bergerak cepat menangkap tubuhnya.
"Bodoh!" hardik Aldebara. Ia kembali mendudukan Serra ke ranjang. "Keangkuhanmu bisa kau lanjutkan kembali setelah kau bisa berjalan dengan benar."
"Kau terlihat seperti pahlawan, tetapi sesungguhnya kau hanya pria arogan yang sangat menyebalkan!"
"Tidak ada yang memintamu menganggapku sebagai pahlawan."
Serra menelan semua kata-katanya. Jika ia membalas Aldebara maka ia akan dapatkan kata-kata tidak menyenangkan lainnya. Ia tidak akan melihat Aldebara merasa bersalah atas dirinya, jadi untuk apa ia memperpanjang dan membuatnya semakin sakit kepala.
"Tetap di sini sampai kau bisa berjalan. Dan ya, rapikan kamar ini setelah kau merasa lebih baik."
"Waw, kau tahu cara menyiksa orang dengan baik." Serra tidak habis pikir. Aldebara bukan hanya arogan tapi juga tidak punya rasa empati sama sekali.
"Kau menyetujui menjadi pelayanku. Dan merapikan kamarku adalah tugasmu. Jadi, di mana letak aku menyiksamu?"
Serra ingin membelah isi kepala Aldebara guna melihat apa sebenarnya yang ada di sana. Saat ini ia sedang sakit, tidak bisakah ia mendapatkan hari libur?
"Baiklah. Baiklah. Aku akan melakukannya. Jika kau sudah selesai kau bisa pergi dari sini. Jika kau berada lebih lama lagi maka kepalaku akan pecah."
"Aku pikir kau lupa ini kamar siapa, Serra."
Serra diam. Benar. Ini kamar Aldebara. Persetan dengan siapa si pemilik kamar. Yang jelas ia tidak bisa bertahan lebih lama dengan Aldebara.
Semua terasa salah bagi Serra. Baik Aldebara diam maupun banyak bicara, yang terjadi hanya akan ada penghinaan.
"Aku akan pergi ke kediaman mantan Alpha Kevyn. Aku harap setelah kembali dari sana kau sudah merapikan kamar ini," seru Aldebara.
"Baik, Tuan." Serra segera menuruti perintah Aldebara agar Aldebara segera keluar dari kamar.
Aldebara segera meninggalkan kamarnya. Ia masih memiliki urusan lain.
"Augh! Dasar sialan! Terbuat dari apa Aldebara itu?" Serra memaki kesal.
Aldebara masih bisa mendengar makian Serra. Hanya ada satu orang yang berani memakinya, dan orang itu adalah Serra. Kehilangan ingatan membuat Serra menjadi sangat pemberani, atau mungkin tidak takut mati lagi. Pikir Aldebara.
Seperginya Aldebara, Serra teringat akan bayangan dari alam bawah sadarnya. Wajah pria di dalam peti es berputar di benaknya. Siapa sebenarnya pria itu?
Serra semakin sakit kepala. Ia berhenti memikirkan hal-hal yang tidak bisa ia temukan jawabannya. Ia memutuskan untuk melanjutkan istirahatnya.
♥♥♥
Di kediaman mantan Alpha Kevyn, semua tetua dan penghuni Dark Moon Pack telah berkumpul. Hari ini nama-nama yang akan mengikuti kompetisi antar pack akan dibacakan.
Mantan Alpha Kevyn mendekat ke api suci. Kemudian ia memadamkan api itu dan mengambil papan nama yang ada di dalam tungku.
Setiap pack hanya bisa mengirimkan sepuluh peserta. Sepuluh peserta yang dipilihkan oleh api suci.
Di tangan mantan Alpha, sudah ada sepuluh nama.
"Nama-nama yang aku sebutkan akan menjadi peserta kompetisi dan mereka tidak akan bisa mundur dari kompetisi karena sudah terikat oleh api suci." Mantan Alpha Kevyn menatap ke seluruh penghuni pack-nya.
"Darren Galleo, Aleeya McKenzie, Ameera Clarista, Marco Blaze, Calvin Greez, Stachie McKenzie, Gabriel Danz, Alexander Veloz, Aaron Lightwood dan ,,,," mantan Alpha Kevyn mengerutkan keningnya. Suasana jadi hening karena reaksi sang mantan Alpha. "Agatha Serraphine."
"Apa?" Steve terkejut mendengar nama terakhir yang disebutkan oleh mantan Alpha. Kedua putrinya mungkin bisa bertahan dalam kompetisi berbahaya itu, tetapi Serra? Jelas Serra akan tewas dalam kompetisi yang hanya bisa diikuti oleh werewolf kuat.
Reaksi para werewolf yang ada di aula kediaman keluarga Lightwood berbeda-beda. Beberapa mengatakan jika Serra mencari mati dengan mengikuti kompetisi, beberapa lagi mengatakan bahwa Serra terlalu bodoh. Dan yang lainnya mengatakan bahwa Serra sedang kehilangan akal sehat.
Aleeya dan Stachie adalah dua orang yang tersenyum mendengar nama Serra disebutkan. Mereka tahu Serra adalah gadis bodoh, dan hari ini mereka memastikan bahwa Serra bukan hanya bodoh, tapi i***t. Di kompetisi mereka akan melawan serigala buas yang disegel oleh Aldebara. Dengan Serra yang tidak bisa berubah maka Serra hanya akan mengantarkan nyawa mereka.
Mungkin saja Serra sedang mencoba bunuh diri untuk yang kedua kalinya. Pikir Aleeya dan Stachie.
Aldebara tahu jelas tidak mungkin Serra memasukan namanya ke api suci. Karena Serra bersamanya ketika malam purnama dalam keadaan yang untuk berjalan saja tidak bisa. Aldebara tidak tahu siapa yang memasukan nama Serra di sana, ia juga tidak bisa melakukan apa pun karena siapa saja yang sudah terikat api suci tidak akan bisa mundur.
Namun, sesuatu membuat Aldebara bingung. Api suci hanya akan memilih werewolf yang kuat, werewolf yang setidaknya bisa berubah wujud. Sedang Serra, dia tidak termasuk kualifikasi itu. Serra bahkan tidak akan bertahan sampai tengah kompetisi.
Keanehan tentang Serra kini bertambah. Membuat Aldebara semakin penasaran. Apa sebenarnya yang tersembunyi dibalik keanehan itu.
"Nama-nama yang telah disebutkan, diharapkan untuk maju ke depan." Mantan Alpha Kevyn kembali bersuara.
Nama-nama yang disebutkan kecuali Serra maju ke depan.
"Tuan, Serra tidak ada di sini. Dia berada di kediaman Tuan Aldebara." Steve memberitahu mantan Alpha Kevyn.
"Denzo, jemput Serra dan bawa kemari." Mantan Alpha Kevyn memberi perintah pada kepala pelayan di kediamannya.
"Baik, Tuan." Denzo memberi hormat lalu meninggalkan aula.
Sembilan orang yang telah berada di depan. Mendekat ke api suci sesuai urutan nama mereka. Mengiris telapak tangan guna meneteskan darah ke api suci. Setiap darah yang bercampur dengan api suci akan membuat api berwarna sesuai dengan wolf mereka.
Bagian Serra adalah bagian yang ditunggu oleh semua werewolf di aula itu. Entah bagaimana reaksi api suci ketika menerima darah Serra.
Aaron selesai menyatukan darahnya dengan api suci. Warna api suci berubah menjadi coklat, warna wolf Aaron.
Denzo datang bersama Serra. Wajah Serra terlihat begitu tenang meski ia tahu dari Denzo bahwa ia menjadi peserta kompetisi yang bisa merenggut nyawanya. Serra tidak tahu bagaimana bisa namanya ada di sana, tetapi yang jelas orang yang memasukan namanya di sana pasti menginginkan ia mati.
Serra tidak pernah takut mati. Pekerjaannya di masalalu selalu berhubungan dengan kematian, jadi bagaimana mungkin dia takut.
Tatapan mata semua werewolf tertuju pada Serra. Seperti Serra adalah tontonan paling menarik saat ini. Melihat wajah cantik Serra membuat mereka lupa bahwa mereka telah mengejek Serra.
"Iris telapak tanganmu dengan belati ini, lalu teteskan di api suci." Mantan Alpha Kevyn menyerahkan belati pada Serra.
Serra menatap lama api suci yang berwarna biru di depannya. Kemudian ia mengiris telapak tangannya dan meneteskan darah ke api suci.
Tidak ada yang terjadi pada api suci. Ia tetap tidak berubah warna. Seperti dugaan semua werewolf yang ada di sana. Tidak ada wolf dalam diri Serra.
Serra menyerahkan kembali belati pada mantan Alpha Kevyn. Ia melangkah ke barisan para werewolf di aula itu.
"Kompetisi akan diadakan 2 minggu lagi. Siapkan diri kalian, siapa pun yang menjadi pemenang akan mendapatkan hadiah tambahan 10.000 koin emas." Mantan Alpha Kevyn menutup pertemuan hari itu.
Hadiah bukanlah yang dicari oleh para werewolf yang ikut dalam kompetisi. Mereka hanya ingin menjadi yang nomor satu di kompetisi bergengsi itu. Menjadi yang salah satu orang yang paling disegani diseluruh pack.
Serra yang hanya sedikit mengerti tentang kompetisi juga tidak tertarik dengan hadiah uang. Namun, ia yang selalu menjadi nomor satu di badan intelejen juga menginginkan posisi nomor satu di kompetisi. Bagi Serra hanya ada satu posisi yang tepat baginya, pemenang. Ia tidak terima kekalahan, dan tidak suka jadi pecundang. Ya, meskipun saat ini ia sudah jadi pecundang karena tidak bisa menemukan wolf, tetapi itu bukan salahnya. Takdir yang sudah membuatnya seperti ini.
Peserta kompetisi meninggalkan aula, begitu juga dengan Aldebara dan pemilik rumah. Setelah semua orang mengosongkan aula, api suci bereaksi. Memancarkan warna putih yang begitu menakjubkan. Warna yang tidak ada sejak ribun tahun lalu. Warna yang melambangkan white wolf, wolf yang kelahirannya sangat langka, sama seperti dengan golden wolf.