Siapa kau?

1109 Kata
Malam purnama hampir tiba. Serra tidak akan bersembunyi, tetapi dia juga tidak memiliki alasan untuk keluar dari kediaman Aldebara. Biarkan malam purnama ini berlalu seperti malam purnama lainnya, tak ada yang bisa ia lakukan jika menyangkut perubahan wujud. Serra yang asli saja tidak mampu melakukannya, apa lagi dirinya yang berasal dari dunia lain. Semua pelayan di kediaman Aldebara sudah meninggalkan kediaman Aldebara, tetapi Serra tidak melihat Aldebara keluar. Atau mungkin Aldebara memilih menyendiri? Dari kepribadian Aldebara, Serra bisa menilai bahwa Aldebara tidak menyukai tempat ramai. Tidak suka menjadi pusat perhatian. Berbeda dengan Allard yang selalu tampak ceria di kerumunan orang. Serra menghela napas. Untuk apa ia membandingkan Aldebara dan Allard. Mereka dua orang yang berbeda. Tentu tidak akan sama. Serra berdiri di balkon lantai dua kediaman keluarga Blake. Bulan purnama telah tiba. Lolongan serigala saling bersautan terdengar di telinga Serra. Ia belum terbiasa mendengar lolongan itu. Dalam hidupnya ia tidak pernah bertemu serigala, dan siapa yang tahu bahwa setelah ia mati satu kali ia malah terjebak dalam dunia serigala. Serra memutuskan untuk kembali masuk ke dalam. Sebaiknya ia istirahat. Besok ia masih harus bekerja. Kaki Serra berhenti melangkah tepat di depan kamar Aldebara. Telinganya mendengar suara retakan tulang yang menggelar. Disusul dengan suara lolongan yang membuat Serra terkejut. Serra masih tidak beranjak. Suara lain terdengar. Suara berisik seperti seseorang sedang terjebak di dalam penjara. Entah apa yang Serra pikirkan saat ini, ia menggapai kenop pintu dan terperanjat melihat seekor serigala emas tengah meronta. Auman keras mengarah ke Serra. Mata serigala itu berwarna merah. Serra pernah melihat serigala ini sebelumnya, dia adalah bentuk lain Aldebara. Aldebara kehilangan kendali atas dirinya. Begitu juga dengan Austin, wolf-nya. Aldebara yang sudah menjadi Austin, terus memberontak dari rantai yang membelenggu keempat kakinya. Kedatangan Serra semakin memperparah situasi. Baik Aldebara maupun Austin sudah kehilangan kesadaran mereka. Bau tubuh Serra membuat Austin frustasi. Ia ingin memakan Serra. Serra tidak mengerti apa yang terjadi saat ini. Ia melihat bahwa Aldebara sedang berusaha keras untuk melepaskan diri dari belenggunya. Mungkinkah ada yang merantai Aldebara? Tanpa berpikir lebih jauh, Serra membuka rantai di empat kaki Austin. Dengan sekejap Serra sudah berada di bawah dua kaki Austin. Mata merah Austin menatap Serra tajam. Tak ada yang bisa Aldebara ataupun Austin lakukan. Semakin mereka menahan diri untuk tidak menggigit Serra, semakin mereka ingin. Taring tajam Austin tertancap di bahu Serra. Rasa sakit menjalar di tubuh Serra. Hingga akhirnya Serra kehilangan kesadarannya di bawah tubuh besar Austin. Sebuah keanehan terjadi. Aldebara kembali ke bentuk manusia. Darahnya yang selalu terasa panas ketika malam purnama kini kembali normal. "Serra!" Aldebara menepuk pipi Serra. Ia memeriksa denyut nadi Serra. Dan segera membawa Serra ke ranjangnya ketika ia masih merasakan denyut nadi Serra. Aldebara menggunakan kekuatan penyembuhnya untuk mengobati Serra, tetapi tidak ada yang berubah. "Apa yang terjadi? Kenapa sekarang kekuatanku tidak berguna padanya?" Aldebara merasa heran. Ia mencoba sekali lagi, dan hasilnya masih sama. Aldebara tidak berhenti di sana. Ia masih memiliki satu cara untuk mengobati Serra. Dan ia yakin jika cara yang ia gunakan akan bisa menyelamatkan Serra. Ia mengambil belati yang ada di nakas, mengiris telapak tangannya lalu meminumkan Serra darahnya. Darah Aldebara adalah obat penyembuh paling ampuh. Selagi denyut nadi masih terasa, maka siapapun yang meminum darahnya akan selamat. Malam ini akan menjadi malam yang mengerikan untuk Serra. Darah Aldebara akan membuat Serra mengalami panas dan dingin yang menyiksa. Aldebara menyelimuti tubuh Serra. Yang harus ia lakukan saat ini adalah menunggu Serra melewati malam. Pikiran Aldebara melayang kembali ke saat ia menggigit Serra. Bagaimana bisa darah Serra mampu menghentikan kutukan Orlando yang sudah 20 tahun bersamanya? Aldebara tidak berpikir itu hanya kebetulan saja, karena rasa darah Serra seperti es yang melawan api. Seperti penawar untuk racun yang mematikan. Serra semakin membuat Aldebara penasaran. Pertama, ia tidak bisa membaca pikiran Serra. Kedua, darah Serra mampu mengendalikan kutukan Orlando. Apa sebenarnya yang tersembunyi di dalam diri Serra? Waktu berlalu, tubuh Serra telah mengalami perubahan dingin dan panas beberapa kali. Terkadang Serra seperti es, terkadang Serra hangat seperti api. Selama waktu itu Aldebara terus menjaga Serra. Mengelap keringat di tubuh Serra, kemudian menyalurkan kekuatannya untuk menghangatkan Serra ketika kedinginan. Alam bawah sadar Serra bekerja. Ia terjebak di sebuah hutan gelap. Sebuah suara yang memanggilnya terdengar. Membuat Serra mencari asal suara itu. Serra! Serra! Serra! Semakin dalam, Serra semakin mendekat ke arah suara. Ia berhenti di depan sebuah goa. Pintu goa yang terbuat dari batu bergeser. Serra melangkah masuk ke dalam sana. Menyusuri lorong gelap yang hanya diterangi cahaya obor. Serra berhenti di depan sebuah peti yang terbuat dari es. Ia mendekat, semakin dekat ke peti itu. Seorang pria bersurai putih berada di dalam sana dengan mata tertutup. Entah kenapa hati Serra berdenyut sakit ketika melihat wajah pria itu. Ia merasa tidak asing dengan pria di dalam peti, tetapi ia juga belum pernah melihatnya. "Tuan, siapa kau?" Serra menatap pria di peti dengan tatapan bingung. Semakin Serra menatap pria itu ia semakin merasa sakit. Tanpa ia sadari air matanya jatuh. Rasa yang ia tak mengerti menyeruak begitu saja. Siapa? Siapa pria itu? Kenapa perasaannya begitu sedih ketika melihat pria itu? Perasaan seperti saat ia kehilangan ayahnya belasan tahun lalu. Serra memukul dadanya. Rasanya sangat sesak. "Apa ini? Kenapa rasanya seperti ini? Siapa kau sebenarnya? Kenapa kau menuntunku ke sini?" Serra mengeluarkan banyak pertanyaan tanpa bisa ia temukan jawabnya. Di dunia nyata, Aldebara melihat air mata jatuh dari kelopak mata Serra yang tertutup. Nampaknya rasa sakit akibat pertentangan darahnya di tubuh Serra begitu menyiksa. Purnama telah berlalu, dan fajar hampir tiba. Tubuh Serra sudah kembali ke suhu normal. Mungkin beberapa jam lagi Serra akan terjaga.   Tok! Tok! Tok! "Masuk!" seru Aldebara. Pintu kamar Aldebara terbuka. Sosok Vallen mendekat ke Aldebara. Vallen terkejut melihat Serra di atas ranjang Aldebara, tetapi wajahnya tetap terlihat tenang seperti biasanya. Vallen hampir sama seperti Aldebara, menyembunyikan emosi di balik wajah datar. "Apakah ada aktivitas di Black Forest?" tanya Aldebara. "Tidak ada, Tuan," jawab Vallen. Aldebara diam. Ia berpikir sejenak. Harusnya jika jiwa Orlando masih ada, maka malam kemarin adalah waktu yang tepat untuk kebangkitan pria itu. Apa mungkin jiwa Orlando benar-benar telah hancur? Tidak. Aldebara yakin jiwa Orlando masih ada. Ia tahu bahwa Orlando memiliki kemampuan membagi jiwanya. Mungkin saat ini jiwa itu masih terperangkap di tempat lain. Tempat yang tidak bisa ia baca sama sekali. "Kau boleh keluar dari sini, Vallen." "Baik, Tuan." Vallen menundukan kepalanya lalu keluar dari kamar Aldebara. Aldebara masih memikirkan tentang Orlando. Apa pun yang terjadi ia akan membunuh Orlando. Meski ia harus menunggu satu juta tahun untuk kebangkitan Orlando, ia akan melakukannya. Hanya dengan membunuh Orlando, ia bisa bertemu dengan mendiang mate-nya tanpa rasa malu. Ia tidak akan menyia-nyiakan pengorbanan Ouryne yang telah membantunya membunuh Orlando.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN