Chapter 19

1846 Kata
Pagi yang cerah, dengan matahari yang sudah terlihat menjalankan rutinitasnya di paga hari. Menyinari penduduk bumi untuk awal hari di minggu yang trus berganti. Reina telah siap dengan seragamnya dia mengerai rambut hitamnya,memasang jam tangan warna hitam di pergelangan tangan kirinya lalu mengambil tas dan sepatu yang sudah dia siapkan. Tak lupa ponsel silvernya yang dia selipkan di saku roknya. Gadis itu menuruni anak tangga dengan cepat menuju ruang makan. Dia melirik jam tangan yang dia kenakan masih jam 06.15. masih banyak waktu untuk mengisi perut yang keroncongan. "Pagi bunda," "Pagi sayang, ayo sarapan dulu," Reina duduk sambil menalikan sepatunya. "Ehh kamu ini mau makan masih aja ribet sama sepatu," Gadis itu hanya tersenyum lebar. "Bang Beni kok nggak sarapan, bun?" "Bang Beni udah berangkat katanya ada les pagi hari ini, jadi tadi jam setengah 6 dia udah berangkat," Reina melongo mendengar penjelasan sang Bunda. "Lah trus Reina berangkatnya naik apa? Nggak mungkin kan bun Reina harus goes?" Sonya tak memjawab pertanyaan putrinya dia malah asik berkutat dengan ponselnya. Reina mendengus kesal akibat pertanyaannya tak di jawab oleh sang bunda. "Lima menit lagi sampai, kok," ucapnya pada Reina. "Apa yang sampai? Ojek online?" Sonya mengeleng sambil tersenyum. "Udah kamu mau sarapan nasi apa roti?" "Roti aja bun," Sonya sudah sibuk dengan roti yang tengah dia olesi dengan selai coklat. Sedangkan Reina meminum s**u coklatnya dengan rasa keheranan dengan maksud ucapan sang bunda tadi. Sonya menyodorkan roti tawar kepada putrinya. Kemudian mengecek ponselnya yang bordering menandakan pesan masuk. Dia tersenyum kepada Reina. "Udah buruan kedepan dia udah sampai," "Siapa yang sampai?" Tanya Reina bingung. "Udah ayo sana." usir sang bunda tangannya memegang pergelangan Reina dengan lembut. Berniat menariknya agar beranjak dari duduknya. "Ehh bunda ini s**u coklat Nana belum habis," Sonya mengehentikan langkahnya dan melihat Reina yang tengah menghabiskan s**u coklatnya. Setelah mendapati sang puti yang sudah selesai dengan kegiatannya. Dia langsung menarik Reina menjauh dari meja makan. "Nana bisa jalan sendiri bun, jangan di tarik-tarik." rengeknya pada sang bunda yang tengah menariknya. "Haduh maaf ya nak Davin, harus nunggu lama," ucap Sonya yang sudah sampai di pintu depan. Reina yang berada di belakang sang bunda pun kaget saat nama yang sangat tidak asing baginya terdengar dari mulut sang bunda. "Iya tante gapapa," Senyum khas Davin tercetak jelas di bibirnya. Reina kemudian menyeruak keluar dari belakang tubuh sang bunda. "Ngapain lo ada disini?" tanyanya ketus kepada cowok yang tengah berdiri di depannya. "Reina nggak boleh gitu, Davin baik loh mau nebengin kamu sampai sekolah. Nggak boleh ketus gitu," omel Sonya pada putrinya. "Yaudah buruan berangkat ntar telat lagi," "Iya udah tante Davin sama Reina berangkat dulu," pamit Davin. "Iya titip Reina, ya, makasih loh udah mau nolong tante," Davin tersenyum lalu menyalimi tangan Sonya, "Assalamualaikum, tante." Reina yang masih bengong di tempatnya lansung di tarik oleh Davin. "Ayo," Reina tersadar dan langsung mencium tangan sang bunda, "Bunda Reina berangkat, Assalamualaikum". Davin sudah berada diatas motornya. Dengan helm full face yang menutupi wajahnya. "Ayo buruan," sentaknya pada Reina yang belum juga menaiki jok motor Davin. "Iya iya masih makek helm," Reina melihat helm yang di belikan Davin untuknya dia baru sadar jika helm itu tertera namanya. Dia memasangkan helm itu di kepalanya dan naik keatas motor cowok itu. "Sejak kapan nih helm ada nama gue," ucapnya saat sudah berada di jok belakang Davin. "Sejak lo makek pertama kali," ucapnya dingin. Reina hanya memanyunkan bibirnya kedepan setelah mendengar jawaban cowok dingin di depanya. Davin menstater motornya dan mulai melesat membelah jalanan ibu kota pagi hari ini. "Lo tadi kok bisa sih jemput gue?" ucap Reina di tengah perjalanan suaranya meninggi agar Davin mendengar karena kuping mereka masing-masing terhalang oleh Helm. "Bunda lo telvon gue," suara Davin ikut meninggi. "Kok bisa bunda gue telvon lo?" "Mana gue tau." Reina mengkerutkan dahinya berpikir keras. Kenapa Bundanya bisa memiliki nomor telvon cowok terkutuk ini. Padahal kan Bundanya baru sekali bertemu Davin. *** 15 menit sudah Davin dan Reina menempuh perjalanan ke sekolah. Davin menuju parkiran memarkirkan motor kesayangannya di sana. Reina segera turun dari motor cowok ngeselin itu. Dia segera berjalan menjauhi Davin, karena sekarang dia dan Davin sedang menjadi tontonan para murid yang tengah melihat mereka berdua berangkat sekolah bersama. Hal yang langka, memang Davin dan Reina sudah beberapa kali berboncengan namun saat itu jam pulang sekolah di tambah lagi para murid pun sudah pulang semua jadi tidak ada yang mengetahui kecuali sahabat mereka berdua. "Heh lo mau kemana? Itu helm di lepas dulu," Teriak Davin sambil melepaskan jaketnya. Reina berbalik sadar dengan helm bergambar panda yang masih dia kenakan. Dia melepasnya dan memberikannya pada Davin. "Buru-baru banget lo," ucap Davin datar. "Lo nggak ngerti semua orang pada ngeliatin gue gara-gara boncengan sama lo." Suara Reina di buat sepelan mungkin agar tak di dengar oleh murid lain. "PeDe lo mereka liat gue," "Iya percaya yang katanya ganteng. Sampek di liatin ciwi-ciwi setengah mateng," cibir Reina. Davin menatap tajam Reina, "Apa!" ucap Reina ketus membalas tatapan Davin. "Udah deh, gue mau ke kelas. Risih gue diliatin fans lo itu." Reina pergi dari hadapan Davin. Namun tangannya di cekal oleh cowok itu. Langkah Reina terhenti. "Biarin aja nggak akan ada yang berani nyelakain lo," setelah mengucapkan itu Davin melepaskan cekalannya. Reina terheran sebentar lalu segera melangkah pergi dari parkiran. Setelah kepergian Reina dua orang yang sangat Davin kenali pun datang dengan motor mereka masing-masing. Menghampiri Davin yang masih mematung di parkiran. "Wah si ganteng kesambet apa jam segini udah berangkat," ucap Abi setelah berhasil memarkirkan motornya di sebelah motor cowok dingin itu. Davin tak menjawab dia sibuk dengan ponsel yang dia genggam. Adam melirik helm bergambar panda yang bertengger di jok belakang motor cowok dingin itu. Adam kemudian menyikut lengan Abi. "Dia sama Reina mangkannya pagi kalau berangkat," ucapnya di telinga Abi dengan suara berbisik agar tidak di dengar Davin. "Ohh pantesan." Abi mengangukkan kepalanya mengerti dengan ucapan Adam. Davin kemudian beranjak dari tempatnya berdiri dan meninggalkan kedua temannya. adam dan Abi bertatapan heran dengan sifat Davin yang sekarang suka berubah tiba-tiba. Sadar sudah di tinggal mereka pun menyusul Davin yang mulai jauh di depan. Menuju kelasnya di lantai dua. *** Sepanjang koridor Reina tak henti-henti di tatap oleh para fans Davin. Mulai tatapan tak suka, tatapan iri, tatapan kagum namun juga ada tatapan yang seperti ingin membunuhnya. Namun gadis itu diam saja seperti kata Davin tadi. Iya benar di Sma Dwija tidak ada yang berani melakukan pembullyan karena jika ada yang melakukan itu mereka akan segera di dropout secara langsung detik itu juga. Itu kebijakan yang dibuat oleh Hendi Bagaskara papa Davin selaku pemilik yayasan. Karena mencegah terjadinya kejadian yang tidak di inginkan. Reina sudah sampai di kelasnya dia menuju bangkunya. Namun dia melihat Gerry yang duduk di bangku milik Ara. Dia sedang menggoda Gilsya disana. Gerry adalah cowok paling playboy seangkatan Reina. Dan dia akan mengoda setiap cewek yang akan menjadi mangsanya. Btw soal Gilsya dia pindah tempat duduk memilih bertukar tempat dengan Nita. Alasan Gilsya pindah di seberang meja Reina dan Ara agar bisa dekat dengan mereka berdua katanya. Ada-ada aja emang Gilsya. "Minggir gue mau lewat," Ketus Reina pada Gerry. Cowok itu berdiri memberi jalan untuk Reina agar bisa duduk di bangkunya. Namun lagi-lagi Gerry kembali duduk di kursi milik Ara. "Na, ntar pulang sekolah jalan yuk," Ajaknya pada Reina. Gadis itu menolehkan kepalanya pada cowok playboy itu. "Sorry gue pulang sama abang gue," ketus Reina. "Kalau gitu ntar malem gue jemput, kita pergi ke pasar malam yang baru buka itu," Bujuk Gerry lagi. "Gue sibuk," "Kalau gitu gue kerumah lo aja gimana, ngapel." Gerry masih dengan pendiriannya merayu Reina. "Dateng aja nggak bakal gue ladenin," ucap Reina semakin ketus. "Lo jutek amat deh,Na. biasanya juga lo lemah lembut sekarang jadi kayak singa." Ucapan Gerry barusan sukses membuat Reina melotot kearahnya. Gerry tersenyum sambil melihatkan deratan giginya. "Becanda, Na". Brakkk Itu adalah ulah Ara yang baru saja memasuki kelas dengan wajah memerahnya. Kelas yang tadinya ramai seketika menjadi sepi. Ara membanting keras tasnya di hadapan Gerry yang tengah bertengger di bangkunya. Semua penghuni kelas melihat ke sumber suara. Dito yang sedang tertidur pun langsung terbangun mendengar bantingan super keras itu. "Woy, Ra!" "Apa!" Sentak Ara pada Dito gadis itu melotot seram kearah Dito. Dito yang tadinya emosi dan akan memarahi Ara dengan kata-kata pedasnya pun urung melakukan itu.karena melihat wajah Ara yang menakutkan. "Ngapin lo duduk di tempat gue?!" Sekarang giliran Gerry yang mendapatkan sentakan dari Ara. "Minggir!" belum juga menjawab Ara lagi-lagi mengusir Gerry dari wilayahnya. Cowok itu pun berdiri membiarkan Ara duduk. "Ini kenapa kelas isinya singa betina yang galak semua, sih," gumam Gerry sambil menjauh dari Ara yang tengah mengamuk. Reina yang mendapati raut wajah sahabatnya yang biasanya ceria kini menjadi galak. Dia memberanikan diri menyapa Ara yang masih menahan amarahnya. "Ra, lo kenapa sih dateng-dateng bikin gaduh?" tanya Reina. Gadis itu menarik nafasnya dalam kemudian menghembuskan nafasnya secara kasar. Dia menatap Reina yang tengah menunggu jawabannya. "Ngerti nggak, Na?" suara Ara Nampak bergetar menahan emosi. Reina menggelengkan kepalanya cepat "Enggak," "Gue tampol juga lo nanti," geram Ara pada gadis di sebelahnya. "Santai buk, oke deh ngerti apa emang?" "Aldi, Na. Aldi gebetan gue anak 11 Ips 2 dia jadian sama Nia anak 11 Ips 1. OMG gila emang tuh cowok phpin gue. gue kesel," ucapnya sambil histeris. "Gue bilang juga apa. Cowok model dia itu sebelas duabelas sama Gerry. Lo aja yang nggak percaya sama gue," "Iya mana gue tau sih Na kalau jadinya kayak gini." Ara masih memelas. "Lagian sih elonya juga gitu, punya badan rapuh banget kena sayang dikit langsung nyaman. Di perhatiin dikit udah baper" Reina bukannya menenangkan Ara malah mengolok gadis itu dengan kata-katanya. "Ishh kok lo nyalahin gue sih, Na." Rengek Ara. "Iya udah gue nggak nyalahin lo. Tapi kok lo tau sih kalau Aldi jadian sama Nia?" "Jadi gini kemaren tuh gue pergi beli roti di tempat biasa kita beli. Gue nggak sengaja tuh liat Aldi di café depan toko roti itu. Awalnya mau gue samperin soalnya dia sendirian. Eh pas gue mau nyampe depan café si Nia dateng. Akhinya gue kepo, gue masuk dan duduk membelakangi mereka berdua biar nggak ketahuan. Ehh ternyata gue denger Aldi nembak Nia. Anjir sumpah sakit banget dah hati gue," curhatnya panjang lebar pada Reina. "Iya udahlah, Ra. ikhlasin aja. Bukannya anjing nggak bisa bedain mana tulang sama daging ya. Biarin ajalah si Aldi milih Nia yang 'terkenal' itu. Berarti Allah masih sayang sama lo. Buktinya lo di jauhin sama orang yang salah dan nggak baik buat lo kan," kini Reina berusaha menenangkan Ara. Ara hanya mengangguk lesu dia paksakan bibirnya tersenyum meski hatinya masih memendam kecewa. "Gini kan lo bisa tau mana yang serius sama lo mana yang main-main, lagian masih ada Dito kok Ra tenang aja," ucap Reina asal yang membuat gadis di sebelahnya mencubit pelan lengannya. "Mulut lo Na, kalau ngomong asal mulu," "Hehe abis lo sih gampang percaya sama cowok," "Ahh udah deh gue capek ati, gue mau tidur," Ara mulai meletakan kepalanya di atas meja. Dan memejamkan matanya. Padahal 10 menit lagi akan di laksankannya upacara. Reina yang berada di sebelahnya hanya menggeleng kan kepalanya sambil tersenyum tipis.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN