Chapter 17

1230 Kata
"Kita latihan jam 1 aja, setelah sholat jumat agak telat juga nggak pa-pa," Ucap Davin selaku ketua tim. "Oke," jawab anggota Tim yang lain dengan kompak. Dan mulai meninggalkan Ruang khusus anggota Tim basket Sma Dwija. "Lo nggak nganter Reina pulang,Vin?" Tanya Abi setelah mereka sudah berada di parkiran. Davin menggeleng, "Dia pulang sama abangnya," "Nggak les privat lo?" tanya Adam. Davin kembali menggeleng dan mulai memakai helmnya. "Gue balik duluan," pamitnya kepada ketiga sahabatnya. Yang hanya di jawab dengan anggukan. Davin menstater motornya dan mulai meninggalkan sekolah yang sudah sepi. Motor Davin sudah tak terlihat dari pandangan dan hanya meninggalkan debu tipis akibat laju motor yang kencang. Rama, Adam dan Abi masih melihat lurus kedepan. Memandang debu tipis itu yang juga ikut menghilang perlahan. "Lo ngerti nggak?" suara Abi terdengar tiba-tiba. "Ngerti apa?" ucap Rama dan Adam bersamaan. "Cie jodoh ngomongnya barengan." sontak Rama dan Adam menjintak kepala Abi keras. "Eh eh gue di keroyok, ampun woy." rengeknya pada kedua sahabatnya. "Salah lo sendiri orang udah bener-bener dengerin lo malah becandain," sentak Adam geram dengan Abi. "Yaelah baperan lu pada," jawab Abi sambil membenarkan rambutnya. "Tadi lo ngomong apa?" kini giliran Rama yang berbicara. "Sejak Davin kenal Reina kayaknya dia balik lagi kayak dulu, deh," ucap Abi. "Maksud lo?" Tanya Adam tak paham. "Yah lo parhatiin nggak sih Davin sekarang jarang bolos, trus tadi ulangan juga cepet banget ngerjainnya, trus pas di kantin tadi gue tawarin rokok nggak mau. Kayaknya sejak Reina ada di hidupnya dia udah mulai melupakan semuanya, deh," jelas Abi panjang lebar. "Gue berharap juga gitu sih," timpal Adam. "Reina kayaknya berpengaruh besar dengan keadaan Davin saat ini. Kayaknya dia juga yang udah buat Davin luluh setelah dua tahun terpuruk." Rama pun ikut berkomentar. "Iya kita doain aja yang terbaik lah moga aja sohib kita bisa move on, tapi lo nggak cemburu kan Ram?" Tanya Abi pada Rama. "Cemburu kenapa?" "Yakan lo deket sama Reina siapa aja lo nyimpen perasaan sama dia," ucap Abi asal yang langsung mendapat jintakan keras dari Rama. "Ngaco lo Reina udah gue anggep kayak adek gue sendiri mana mungkin gue cemburu," ucapnya tegas. "Udahlah Ram omongan Abi aja lo ladenin. Yuk pulang keburu sholat jumatnya jadi sholat subuh nih," ajak Adam melerai Abi dan Rama. Mereka berdua pun menurut perintah Adam. Rama masuk kedalam mobilnya sedangkan Abi dan Adam menaiki motor mereka masing-masing. Tak berselang lama mereka pun mehilang dari area sekolah. Di tempat yang agak jauh dari mereka bertiga berbincang tadi seorang cowok tengah tersenyum kecut memandang mereka bertiga yang sudah menghilang dari pandangannya. Dia mendengar semua percakapan mereka. "Dan gue nggak akan pernah rela lihat lo bahagia lagi, Vin," ucapnya dengan nada penuh dendam. Cowok itu pun memasuki mobilnya dan pergi dari sekolah itu. *** Mobil sedan mewah berwarna hitam terparkir rapi di area tempat parkir pemakaman umum. Seorang cowok terlihat turun dari mobil itu. Menampakan dirinya yang mengenakan pakaian serba hitam tak lupa dengan topi juga kaca mata hitam yang dia kenakan. Cowok itu melangkah dijalan setapak yang di pinggir area pemakaman yang berjejer penjual bunga. Langkahnya terhenti saat melihat penjual yang tengah tersenyum padanya. "Mau nyekar ya,mas?" ucapnya dengan logat jawa kental. Cowok itu tersenyum, "Iya,bu. saya ambil yang biasanya," ucapnya pada penjual bunga itu. Si penjuak pun menyodorkan sebuah keranjang bunga tabur beserta air mawar di dalamnya. "Ini mas," Cowok itu menerima keranjang itu, "Makasih bu, saya permisi dulu," ucapnya sopan dan berlalu dari sana. Cowok itu terus menyisir jalan setapak di antara gundukan pusara-pusara yang ada disana. Sampai langkahnya terhenti melihat pusara yang terawat dengan batu nisan yang tertera nama seorang gadis. Dia menjongkokkan tubuhnya mengusap batu nisan itu dan menaburkannya bunga bersama air mawar tadi. Dia membaca doa sebetar lalu mengusap nisan itu berkali-kali. "Sorry ya, gue baru bisa jenguk lo sekarang," ucapnya dengan nada pelan. Dia terdiam menghembuskan nafasnya panjang dan membuka kaca mata hitamnya. "Nggak kerasa udah hampir dua tahun lo ninggalin gue. Nyusul papa lo yang udah tenang disana. Kehilangan lo adalah mimpi buruk buat gue, Tha. Gue jatuh sejatuh jatuhnya saat kabar itu terdengar di telinga gue. Awalnya gue gak percaya tapi setelah gue tau sendiri ternyata bener lo pergi ninggalin gue sendiri. Sampek gue merubah semua yang ada dalam hidup gue. Merubah gue yang hangat menjadi sosok yang dingin. Betapa rapuhnya gue saat itu, mungkin saat ini pun masih sama," ucapnya penuh kesedihan. "Tha, lo ngerti nggak Rama sama yang lain nyuruh gue ikhlasin lo. Tapi gue masih belum mau karena nggak ada yang bisa gantiin posisi lo dihidup gue. Lo berharga, Tha, buat gue. Lo wanita kedua yang berpengaruh dalam hidup gue setelah mama gue. gue males banget buat jalanin hidup gue sejak lo pergi, rasanya gue males buat ngelakuin hal dalam hidup gue. Bahkan cita-cita gue udah ikut pergi dengan kepergian lo. Hahaha lebay ya gue." cowok itu terkekeh pelan sebulir air matanya tak terasa turun. "Gue jujur ini, Tha. Tapi gue berusaha buat ikhlasin lo. Karena terakhir lo bilang ke gue kalau gue nggak boleh jadi cowok cengeng. Nggak boleh jadi cowok males. Gue harus jadi cowok yang tegas dan pemberani. Gitukan kata lo," "Sebenarnya udah ada seseorang yang mirip banget sama lo, Tha. tapi gue masih ragu. Gue juga nggak mau buru-buru. Biar Tuhan sendiri yang deketin gue dengan dia. Nanti gue janji bakal kenalin dia ke lo. Biar lo tau dia gimana," ucapnya sambil mengusap batu Nisan bertuliskan Luvia Anetha Kurniawan. Cowok itu berdiri dan memakai kacamata hitamnya. "Gue pamit dulu, Tha. lain kali gue kesini lagi," pamitnya dan berlalu meninggalkan pusara itu. "Udah selesai,Mas?" Tanya penjual bunga tadi pada cowok itu setelah sampai di warung bunga tadi. "Udah bu, ini keranjangnya," ucapnya sambil menyodorkan keranjang yang sudah kosong yang dia bawa tadi. Penjual bunga itu pun menerimanya, "Mas Davin kemana aja kok nggak pernah kesini sejak dua bulan lalu?" Tanya penjual itu lagi. "Lagi banyak urusan, Bu," ucap Davin sambil tersenyum. "Ohh gitu," "Kalau gitu saya pamit, Bu. Assalamualaikum," pamitnya sopan dan berlalu dari sana. Davin memasuki mobil hitamnya dan mulai meninggalkan area pemakaman itu. *** Sedan hitam mewah milik Davin sudah terparkir di area parkir Sma Dwija. Cowok itu keluar dengan seragam Basket berwarna merah hitam kebanggan Sma-nya. Davin berjalan menuju lapangan basket menghamipiri teman-temanya yang sudah berkumpul disana. Tak terkecuali Rama,Adam dan Abi yang sudah datang. "Sorry gue telat," Ucapnya saat sudah berada di antara teman-temanya. "Iya nggak pa-pa, Vin. santai aja," Ucap Dio teman satu tim Davin. "Habis rutinan lo?" Tanya Adam pelan pada cowok itu. Davin hanya mengangguk singkat dan kemudian berlari ketengah lapangan di susul teman-teamnya yang lain. Rama, Adam, dan Abi masih tak berkutik di tempat belum mau beranjak dari duduknya. "Ternyata Davin belum ikhlas," ujar Abi pandangannya menatap Davin dari kejauhan. "Butuh waktu kali nggak kayak membalikan telapak tangan," jawab Adam bijak. "Kita doain aja yang terbaik buat dia," ucap Rama menimpali. "Seberharga gitu ya Netha sampek buat Davin susah move on," "Tepatnya dia juga merasa bersalah, Bi." Abi mengangguk mendengar jawaban Adam. Suasana menjadi hening seketika. Tak ada yang bersuara. Dan tiba-tiba... "Woy lu bertiga mau ghibah apa mau latihan!?" teriak Reza di tengah lapangan yang membuat ketiga cowok itu beranjak dari duduknya. Davin dan timnya memulai latihan untuk hari ini. Ya, hari selasa dan jumat adalah hari dimana Davin dkk mengikuti extra basket. Itu alasan mengapa Davin meminta Reina mengajarnya setiap hari Senin, Rabu dan Kamis. Menghindari bentrokan antara jadwal lesnya dan Latihan basketnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN