Chapter 2

1115 Kata
Jam menunjukkan pukul 7 malam. Setelah selesai sholat dan belajar, Reina turun untuk menemui sang bunda. Dia menemukan bundanya sendang menonton sinetron di ruang keluarga. Langkah kaki Reina yang mendekat tidak membuat Sonya sadar akan kehadiran anak keduanya. Kalau ibu-ibu sedang asik menonton sinetron pasti lupa akan segalanya. Reina berdehem kecil untuk menunjukan keberadaannya. "Eh, Reina. Sini sayang," ucap Sonya sambil menepuk sofa di sebelahnya. Reina mengangguk dan duduk di samping Sonya. Wanita itu masih saja sibuk melihat sinetron kesayangannya. "Bang Beni kemana, bun?" tanya Reina sambil memakan camilan di toples. "Di kamar, paling jiga lagi main game," jawab Sonya. Reina hanya mengangguk dan bermain ponsel. "Bun, Nana pamit keluar ya? Mau beli barang kebutuhan sebentar," pamit Reina. "Dimana? Biar di anter bang Beni aja. Udah malam kan ini," ucap Sonya menyarankan. Reina menggeleng, "Nggak usah, bun. Reina pergi ke minimarket depan komplek. Jalan kaki bisa kok," Reina masih kekeh dengan perkataannya. "Iya sudah, hati-hati ya," Reina pun mengangguk dan segera pergi mengambil cardigan beserta dompetnya. Di depan rumahnya, tukang ojek yang tadi dia pesan sudah datang. Reina pun segera di antarkan menuju minimarket depan komplek perumahannya. *** Di lain tempat, di sebuah rumah besar nan megah. Terdengar pertengkaran kecil yang di lakukan oleh penghuni rumah tersebut. "Davin nggak mau Ma!" Sentak seorang cowok yang berusia 17 tahun pada mamanya. "Nilai kamu semua jelek,Papa kamu juga dapet laporan kalau kamu suka bolos pas jam pelajaran. Davin walaupun kamu cucu pemilik yayasan jangan seenaknya kamu berbuat disekolah." Tutur Aruni, Mama Davin. "Pokoknya kamu harus ikut les privat dengan guru yang telah Mama pilihkan,sekarang kamu udah semester 2 Davin sebentar lagi kamu kelas 12, kalau kamu gak berubah, Mama akan suruh Papa kamu buat mindahin sekolah kamu di luar kota agar kamu kapok." tegasnya lagi, kini dia benar-benar marah dengan anak bungsunya itu. "Ma, Davin bisa belajar sendiri, lagian nilai Davin jelek semua itu cuma gak sengaja, Ma." Davin merengek pada mamanya. "Mama nggak mau tau, kamu tetap akan ikut les privat atau kamu pindah sekolah di luar kota." Aruni masih bersikeras dengan niatnya. Davin hanya pasrah dia tidak bisa berbuat apa-apa sekarang, selain menuruti apa yang di inginkan mamanya. Pindah sekolah diluar kota buat Davin adalah mimpi buruk dan ia tak ingin mimpi buruk itu terjadi padanya. Ia tak ingin jauh dari orang-orang yang dia sayang. Sudah cukup ia merasakan kehilangan dan berpisah dengan orang yang amat ia sayangi. jadi ia tak akan mengulangi mimpi buruk itu lagi. Davin pergi dari hadapan Mamanya, ia berjalan menjauh dari ruang keluarga melangkahkan kakinya keluar rumah. entah Davin sedang kacau saat ini. Davin membiarkan kakinya membawa dirinya pergi entah kemana. Davin berhenti melangkah. Dia mengamati sejenak apa yang tengah dia lihat sekarang. Sampai pandangan Davin terpaku kepada seorang gadis yang tengah di krubung cowok-cowok jalanan. dia menyimpulkan bahwa gadis itu sedang dalam bahaya. *** Sepulang dari minimarket Reina langsung pulang dengan berjalan kaki. Namun, di tengah jalan akan memasuki kompleks perumahannya dia melewati sekumpulan cowok yang tengah nongkrong di depan pos keamanan yang kosong. "Wah, ada cewek bro," ucap salah satu cowok yang duduk di sana. "Cantik lagi," Imbuh cowok lain yang asik menyesap rokok di tangannya. Mendengar suara yang setengah berbisik itu, Reina mempercepat langkah kakinya. ia takut jika dia akan di ganggu sekumpulan cowok itu.Tebakan Reina benar, sekumpulan cowok itu sekarang tengah mencegat jalannya. "Mau kemana sih, buru-buru banget sini aja dulu sama kita," ucap cowok dengan postur tubuh lebih tinggi dari yang lain. "Sorry, gue mau lewat." Reina berusaha menerobos kumpulan cowok itu tapi sayang usahanya sia-sia.tenaganya tak cukup untuk mendorong tubuh para cowok itu. "Minggir! Kalian gak denger kalau gue ngomong mau lewat." Nada biacara Reina dia buat meninggi meski hatinya sedang ketakutan. "Widih berani juga ternyata," ucap cowok yang tengah mengampit sebatang rokok diantara jari di tangan kirinya. Lalu tangan kanannya mencekal lengan Reina dengan kasar. "Kalian mau apa sih!" pekik Reina, suaranya seperti berteriak saat ini. Hatinya was-was. Reina berusaha berdoa dalam hati agar ada seorang yang bisa menolongnya saat ini. Reina memejamkan matanya takut sampai suara seorang cowok yang tiba-tiba datang membuatnya sedikit lega. Seketika sekumpulan cowok jalanan itu menoleh serempak ke sumber suara. Tak terkecuali Reina. *** Davin melangkahkan kakinya cepat kearah kerumunan itu. "Kalian mau apa sih!" pekik gadis itu suaranya seperti berteriak saat ini. "Heh, lepasin cewek itu!" Suara Davin yang tiba-tiba membuat sekumpulan cowok tadi menoleh padanya. Tak kecuali gadis yang sedang di cekal oleh salah satu cowok disana. "Siapa lo nyuruh-nyuruh gue?" ucap cowok yang sedari tadi memegang lengan gadis itu dengan kuat. "Gue pacarnya, kenapa?" jawab Davin lantang. "Oh pacarnya toh, boleh dong gue dibagi masak iya lo sendirian yang miliki nih cewek," ucap cowok tadi dengan senyum mengejeknya. Davin emosi mendengar ucapan cowok itu, seolah mendapat sasaran empuk atas kekesalanya beberapa menit lalu. Davin maju untuk menghajar cowok yang tengah memegang tangan gadis yang akan dia tolong. Bugh bugh... Suara tonjokan terdengar beberapa kali. Gadis yang di cekal tadi sudah lepas dari genggaman cowok tadi. Dia tak tau harus berbuat apa, dia hanya bisa melihat Davin mengebuki cowok-cowok jalanan itu. Sampai sekumpulan cowok jalanan tadi pergi dari hadapan Davin dan gadis itu. Davin mendekat, "Lo gak pa-pa?" Tanya Davin pada gadis yang tengah terduduk di aspal sambil menunduk. "Gue gak pa-pa, makasih ya," suara gadis itu bergetar, dia masih takut. "Lain kali kalau keluar jangan sendirian, ini udah malem gak aman buat cewek kluyuran malem-malem, sendirian pula," ucap Davin mengingatkan. Gadis itu menggangguk. Iya dia Reina. Gadis yang Davin tolong dari sekumpulan anak jalanan tadi. "Rumah lo mana?" tanyanya datar sambil melihat raut wajah Reina samar yang tengah ketakutan. "Perumahan permata blok C," jawab Reina singkat. "Biar gue anter." Sambungnya, Davin pun membantu Reina berdiri dan memunguti barang-barang Reina yang tadi sempat jatuh.Reina mengangguk dan berjalan di samping Davin. Di perjalanan mereka hanya diam asik dengan pemikiran mereka masing-masing. Sampai Reina berhenti di depan gerbang rumahnya. "Ini rumah elo?" Tanya Davin setelah tau Reina sudah berhenti melangkah. "Iya, makasih udah nolongin gue," ucap Reina sambil mengambil barang-barangnya dari tangan Davin. Davin hanya mengangguk. Ternyata cewek yang dia tolong adalah tetangganya hanya beda blok saja. Reina melihat sedikit luka di sudut bibir Davin. Luka itu adalah luka tonjokan yang tadi sempat mendarat di wajah Davin saat berkelahi. "Sudut bibir lo berdarah, biar gue bantu obatin." Reina segera beranjak untuk masuk kerumah dan mengambil kotak P3K. namun dengan cepat tangan Davin mencekal lengannya. "Gak usah, gue bisa obatin sendiri," tolaknya dengan nada datar. Reina mengangguk paham. Tangan Davin melepaskan cekalannya. "Gue pamit." Tanpa menunggu jawaban Reina, Davin melangkahkan kakinya menjauhi gerbang rumah Reina. Reina hanya memandangi punggung kokoh Davin yang mulai tak terlihat oleh pekatnya malam. "Iya, makasih." Gumam Reina lirih, dan mulai masuk ke halaman rumahnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN