Chapter 12

1327 Kata
"Gue lupa belom cerita. Rama itu sahabat gue dari kecil trus pas kita umur sepuluh tahun dia pindah ke Jakarta ikut ayahnya yang bangun bisnis disini. Kita lama nggak ketemu pas liburan kelas tiga Smp dia ke jogja nemuin gue. Namun, cuma sebentar dan kita kepisah lagi. Selama kepisah kita nggak perna komunikasi. Sampai akhirnya gue pindah ke sini dan ketemu dia lagi," jelas Reina panjang Lebar. "Gila ya, Na. lo bisa deket sama cowok ganteng kayak Rama," ucap Gilysa sambil menggelengkan kepalanya heran. Reina hanya terkekeh pelan. "Lo itu udah di deketin Davin sekarang malah gue dapat kabar lo sahabatnya Rama. Na, lo bener-bener beruntung," Ara mengucapkan kata terakhirnya dengan ekspresi kagum. "Lebay kalian semua. Orang biasa aja juga," ucap Reina masih dengan senyumannya. *** Mata elang Davin memicing saat melihat seorang gadis tengah berjalan gontai di koridor yang sepi. Cowok itu menghampiri gadis didepan sana. Dan langsung menarik lengan gadis di depanya dengan kasar. "Ish Davin lepasin!" berontak Reina sambil berusaha melepaskan cekalan cowok itu. "Davin, lo mau bawa gue kemana?!" Davin masih diam. Cowok itu melangkahkan kakinya menyusuri koridor yang sepi akibat jam pelajaran yang masih berlangsung. Davin berhenti saat keduanya berada di taman belakang sekolah yang nampak sepi. "Davin, lepasin!. sakit tau." Rengek gadis yang berada di sampingnya. Davin menyadari bahwa dia masih mencekal lengan Reina kuat sampai Reina mengeluh kesakitan. "Sorry," ucapnya sambil melepaskan cekalannya. Davin lalu duduk di bangku panjang di taman itu. "Merah kan tangan gue, lo sih. Kalau mau ngajak gue kesini bilang aja nggak usah pakek kekerasan juga kan," omel Reina tanpa henti. Davin melirik Reina cowok itu menarik tangan Reina agar gadis itu duduk di bangku panjang di sampingnya. Davin memegang lengan Reina lembut. Melihat pergelangan tangan Reina yang memerah akibat ulahnya. "Sorry gue nggak sengaja gue minta maaf" ucapnya sambil terus mengelus pergelangan gadis itu. Reina hanya mengangguk. Heran dengan perubahan sifat Davin yang sekarang terlihat memperdulikannya. Dan yang wajib untuk di catat, cowok itu baru saja meminta maaf. Iya,mengucapkan kata yang selama ini sulit dia katakan kepada orang lain. "Masih sakit?" tanya Davin terus mengelus pergelangan tangan Reina. "Udah enggak, kok." setelah gadis di sampingnya mengucapkan itu Davin melepaskan pergelangan Reina dari tangannya. Davin menatap lurus ke depan. Mata elangnya menatap bunga mawar putih yang tertanam beberapa meter di depannya. Reina melirik sekilas kearah cowok itu dan ikut melihat kearah pandangannya. Suasana seketika menjadi hening tak ada yang berniat membuka percakapan. Sibuk dengan pikiran masing-masing. "Lo ngajak gue kesini buat bolos?" Tanya Reina hati-hati. Davin mengangguk pelan. Cowok itu masih melihat ke depan. Sedangkan Reina gadis itu diam kembali. Baru kali ini dia membolos saat jam pelajaran berlangsung. Sejak kepindahannya Reina tak pernah bolos namun sekarang dia berada di taman belakang sekolah dengan seorang yang amat terkenal di sekolah ini. Davin melirik kearah gadis disampingnya yang menampakkan kecemasan di wajahnya. "Kenapa? Lo takut ketahuan bolos?" Reina menoleh kearah cowok disampingnya, "Bukan takut tapi gue nggak perna bolos." Davin terkekeh pelan melihat kecemasan yang terukir di wajah gadis disebelahnya. "Tenang aja lo nggak akan di hukum. Habis ini juga bakal jamkos karena para guru ada rapat," ucap Davin memberi tau. "Seriusan?" Davin hanya menggangguk sekilas. Ada sedikit kelegaan di hati Reina atas penjelasan Davin. Namun dia tiba-tiba teringat sesuatu. "Kalau Ara nyari'in gue gimana? Gue tadi pamit ke toilet bentar soalnya" "Nggak akan," "Ish sotoy lu yah, udah ah gue balik aja." Reina hendak berdiri namun tangannya di tarik Davin agar kembali duduk. "Nggak usah, disini aja temenin gue," ucapnya datar. Reina melihat Davin sekilas dengan tatapan sebalnya. Setelah itu memanyunkan bibirnya kedepan. Davin yang melihat kejadian itu tersenyum tipis. "Lo itu udah jelek, nggak usah di tambahin jelek kayak gitu, makin ancur tau nggak," semprot Davin sadis. "Ishh lo mah ngatain mulu. Kayak lo cakep aja," ucap Reina tak mau kalah. "Emang gue cakep," ucap Davin PeDe. "Yeh rupa kayak gorengan pinggir jalan aja bangga," timpal Reina nggak mau kalah. "Dari pada lo, kayak bakwan lima ratusan," ejek Davin. "Heh mendingan juga gue bakwan masih ada gizinya nah loh gorengan ada apanya? Minyaknya?" Davin melirik Reina datar. Setelah itu memanyukan bibirnya kedepan menirukan gaya Reina beberapa menit lalu. Reina yang mengetahui pun memukul lengan cowok itu keras "Ihh Davin lo nyebelin banget deh," rengek Reina tak terima di ejek seperti itu. Dia terus memukul lengan kokoh Davin. "Eh eh udah, iya iya gue minta maaf," ucap Davin agar gadis di sebelahnya menghentikan pukulannya. Reina berhenti memukul Davin. "Awas lo lakuin itu lagi, gue koyak tuh muka lo," tegasnya lantang. Davin terkekeh pelan saat berhasil membuat Reina kesal. Di tempat yang sama terlihat seorang berdiri agak jauh agar tak diketahui oleh dua orang yang sedari tadi saling mengejek. Dia tengah tersenyum melihat pemandangan di depannya. Dia benar-benar lega melihat kedua orang itu tengah tersenyum. Seperti sudah melupakan hal menyedihkan yang telah menimpa mereka. "Semoga ini awal dari kebahagian yang selama ini sempet hilang dari kalian," ucapnya masih dengan senyuman dan berlalu pergi dari tempat dia berdiri. *** "Ishh lo kemana sih, Na?" Ara gelisah di kelasnya. Beberapa menit lalu gadis itu berpamitan kepada Ara untuk pergi ke toilet. Ara sudah memberi tawaran kepada Reina untuk mengantarkan namun gadis itu menolaknya. "Hp lo pakek ketinggalan lagi." gerutunya. Gilsya yang sadar akan gelagat Ara yang Nampak khawatir pun menghampiri gadis itu. "Ra lo kenapa?" Tanya Gilsya lembut pada Ara. "Ini loh Sya, Reina belom balik juga, gue takut dia kenapa-kenapa, hpnya pakek acara ketinggalan lagi," ucap Ara dengan nada khawatir. "Udah ya kita cari aja gimana? ini juga jamkos kan?" ajak Gilsya yang langsung di jawab anggukan Ara. Ara dan Gilsya segera melangkah kan kaki keluar kelas mencari keberadaan Reina. Karna khawatir Ara tak bisa di sembunyikan dia segera bergegas mencari sahabatnya. Namun tiba-tiba.. Brukk 'Pakek acara tabrakan segala sih kayak sinetron aja'. Batin Ara Ara terhuyung kedepan namun dengan sigap Gilsya memegang lengan Ara kuat. Mencegah gadis itu agar tidak terjatuh. Dia segera mengeluarkan kata-kata pedasnya tanpa menoleh kearah pelaku. "Kalau jalan tuh pakek mata jangan pakek...." Ara menengok meilhat siapa yang berani menabraknya. Mulut Ara menganga begitu juga dengan Gilsya di sampingnya. Ucapan pedas yang akan dia keluarkan pun dia rem mendadak agar tidak sampai keblabasan. Wajah Ara pucat pasi sedangkan Gilsya terkejud dengan orang yang saat ini menatap mereka dengan pandangan dingin. Cekalan di lengan Ara di lepaskan. Ara tak bisa menahan keseimbangan tubuhnya. Tubuhnya kini terhuyung namun dengan cepat lengannya di tahan oleh seorang yang menabraknya tadi. Ara menatap cowok di depanya yang tengah menahannya agar tidak jatuh. "Lo nggak niat buat berusaha berdiri, lo berat," ucapnya enteng. Ara membulatkan matanya tak suka dengan ucapan cowok itu yang secara tidak langsung mengatainya gemuk. "Kalau nggak niat nolongin, nggak usah!" ketusnya sambil berdiri namun cowok itu tetap membantunya berdiri tak menghiraukan tatapan membunuh Ara. "Lain kali kalau jalan liat-liat gunain mata lo dengan baik," ujar cowok itu dingin. "Ishh lo yang nabrak malah lo yang ngomel." seketika rasa takutnya berubah dengan rasa kesal dengan cowok itu. Cowok itu masih menatap Ara datar tanpa Ekspresi. Menatapnya lekat sebelum dia berucap kembali. "Reina di taman belakang jangan ganggu dia. Dia baik-baik aja. Biarin dia sama Davin. Jangan lo susul kesana," ucap cowok itu dengan santainya. Ara membulatkan matanya begitu juga dengan Gilsya yang hanya diam sedari tadi. Dia tidak percaya jika cowok itu tau bahwa dia dan Gilsya akan mencari Reina. Padahal dia belum menceritakannya. Namun cowok itu sudah mengerti. Rama tau jika Ara akan mencari Reina, itu sebabnya dia memberitahui gadis itu bahwa Reina tak kenapa-kenapa bersama Davin di taman belakang sekolah. Rama tersenyum tipis. "jangan ganggu dia saat ini, biarin aja," Setelah mengucapkan kalimat itu Rama segera pergi dari hadapan Ara dan Gilsya yang masih diam di tempanya. "Ra, itu tadi Rama kan?" ucap Gilsya yang masih Nampak kebingungan. "Bukan dia hantu." Ara menjawab dengan asal-asalan yang langsung mendapatkan jitakan dari Gilsya di kepalanya. "Ganteng gitu dibilang hantu." Ara tak menghiraukan ucapan Gilsya. Dia memilih masuk ke kelas kembali kerena Rama telah melarangnya mencari Reina.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN