Pagi menyapa. Ayam tetangga berteriak membangunkan anak manusia. Hujan masih mengguyur muka bumi dari semalam. Menyebabkan hawa dingin yang membuat kebanyakan manusia enggan bangkit untuk memulai aktivitas. Begitu juga dengan Kinan. Masih bergelung nyaman memeluk guling dengan selimut menutupi hampir seluruh tubuh. Inginnya sepanjang hari seperti ini. Di tambah tamu bulanan yang sedang datang. Jadi tidak ada kewajiban untuk menghadap Tuhan di waktu subuh. Kinan memang punya kebiasaan bangun siang saat tamu bulanan datang. Tapi sayangnya ini bukan hari libur. Kinan masih memiliki tanggung jawab pada perusahaan.
Dengan langkah gontai, Kinan menyiapkan keperluan mandi. Semoga saja kamar mandi depan kosong. Biasanya, Kinan sudah berada dalam kamar mandi bahkan sebelum azan subuh berkumandang. Pasalnya, ada lima kamar tanpa kamar mandi di sini. Dan hanya dua kamar mandi umum. Kalau tidak cepat, ya bisa dipastikan akan mendapat giliran mandi paling akhir.
Karena sedang malas menuju jalan utama untuk mencapai halte, Kinan menggunakan aplikasi ojek Online untuk mengantarkan sampai depan kantor. Untung saja hujan sudah agaj reda. Jadi bisa menggunakan kendaraan bermotor. Selain harga lebih murah juga untuk menghindar dari kemacetan. Biasanya Kinan memilih berjalan untuk tiba di kantor. Ya, hitung-hitung olah raga.
Memasuki perusahaan, mata karyawan lain menatap dengan iba. Ah, pasti undangan Kelvin sudah tersebar. Kinan menghela nafas pelan. Sebentar lagi pasti akan ditodong dengan pertanyaan-pertanyaan.
“Nan, Lo enggak papa kan?” tanya Linda prihatin. Linda jelas tahu bagaimana hubungan antara Kinan dan Kelvin. Mereka melakukan tes masuk bersama. Sampai diterima dan di tempatkan pada divisi yang sama dengan Kinan. Bisa dibilang, Kinan lumayan dekat dengan Linda. Linda menjadi pendengar yang baik saat Kinan menceritakan kisahnya dengan Kelvin. Entah suka maupun duka.
“Gue baik-baik saja kok. Memangnya kenapa? Apa yang membuat Gue enggak baik-baik saja,” jawab Kinan mencoba biasa saja. Walau suaranya terdengar sedikit bergetar. Tersenyum lebar menyembunyikan luka yang sebenarnya ada. Untuk masalah perselingkuhan Kelvin sampai menghadirkan janin, Kinan belum menceritakannya. Katakan lah terlalu bodoh, karena Kinan merasa itu aib Kelvin yang Kinan tidak mempunyai hak untuk menyebarkannya.
“Ayo duduk dulu sini. Cerita sama Gue. Apa yang sebenarnya terjadi sama Kalian. Perasaan adem ayem saja. Terakhir Lo cerita ke Gue habis makan malam bareng kan sama Kelvin? Habis itu Lo gak cerita apa pun ke Gue. Dan boom, tiba-tiba Kelvin menyebar undangan yang nama mempelai wanitanya bukan Lo. Gue bingung asli. Sumpah deh Gue bingung,” cerocos Linda. Tidak dapat menerima dengan mudah kejadian ini.
“Jangan kan Lo Lin. Gue sendiri juga bingung. Bohong sebenarnya kalo Gue bilang enggak kenapa-kenapa. Karena nyatanya, hati Gue itu sakit banget. Sialan. Padahal Gue sudah setia enam tahun bareng Dia. Tapi Lo tahu? Dia khianati Gue. Dia ada main di belakang Gue. Gue juga enggak tahu apa salah Gue sampai Dia tega. Gue sakit hati Lin,” ucap Kinan diakhiri tangis. Kinan padahal sudah berusaha semaksimal mungkin untuk tidak menangisi ini dari semalam. Tapi Linda malah bertanya. Tahu kan, jika wanita akan menangis jika di tanya ‘kenapa’?
Linda mendekati Kinan dan membawa gadis yang tengah bersedih itu masuk dalam pelukan. Menenangkan dengan membisikkan kata-kata penyemangat. Huh, Linda menyesal sudah bertanya tadi. Harusnya membiarkan saja Kinan dengan sifat sok kuatnya. Menunggu sampai gadis itu siap untuk membagi cerita. Untung ruang ini masih sepi. Jadi Kinan tidak terlalu malu. Linda melotot melihat Indra, teman satu divisi hendak masuk ruang. Dengan isyarat mata, melarang Indra untuk tidak masuk terlebih dahulu. Indra yang bingung memilih menuruti. Ah, Linda bernapas lega. Satu masalah berhasil terselesaikan dengan mudah.
Kinan melepaskan peluk. Tersenyum seperti biasa seolah tangis tadi tidak pernah terjadi.
“Masih ada waktu sebelum mulai kerja kan?” tanya Kinan. Linda mengangguk sekali.
“Anter ke Kantin dulu yuk. Gue belum sarapan,” ajak Kinan.
Kinan memang belum sempat sarapan. Hanya selembar roti untuk mengganjal perut. Rencananya akan makan nanti siang sekalian. Sayangnya menangis ternyata menggunakan tenaga. Sehingga ganjalan roti satu lembar tadi sudah hilang dan menyebabkan rasa lapar.
Menuju kantin perusahaan yang terletak di lantai dasar, Kinan masih saja mendapati wajah iba orang-orang yang melihat. Huh, Kinan tidak butuh itu semua. Lagi pula Kinan malah bersyukur karena Tuhan telah menunjukkan sifat asli Kelvin sebelum melangkah pada jenjang yang lebih serius.
“Sini Gue pesenin. Lo mau makan apa?” tanya Linda menawarkan diri. Laura menaikkan alisnya. Tumben Linda mau memesankan makanan mereka.
“Gue nasi goreng sama teh manis hangat saja deh.” Laura mengeluarkan satu lembar berwarna biru pada Linda.
“Enggak usah deh. Hari ini Gue yang bayar,” ucap Linda.
Menunggu Linda datang membawa pesanan, Kinan menyibukkan diri dengan handphone. Membaca pesan masuk yang belum sempat terbaca dari semalam. Lumayan banyak juga ternyata. Ada nama Linda juga di antara mereka. Ah, ternyata Linda sudah menanyakan kondisinya dari semalam. Di tambah Kinan tidak membalasnya. Pasti Linda mengkhawatirkan Kinan barangkali melakukan hal bodoh. Mood Kinan tambah buruk saat mendapati nama Fatur di daftar pesan yang belum dibaca. Ada tiga pesan yang Fatur kirimkan.
“Bodo amat ah. Cape Gue ngeladenin itu bocah,” gumam Kinan. Mengabaikan pesan dari Fatur. Yang isinya sudah bisa Kinan tebak. Apalagi jika bukan uang. Belum lama juga Kinan sudah mengirim uang untuk Fatur. Catat, untuk Fatur sendiri. Bukan untuk keluarganya yang lain. Belakangan ini memang Kinan lebih memilih mengabaikan pesan Fatur. Jika ada hal urgent juga pasti Adel atau Abel mengiriminya pesan kok.
“Nih. Nasi goreng spesial pakai sosis buat Lo,” ucap Linda meletakkan sepiring nasi goreng yang masih mengepulkan uap panas.
“Dan ini, teh manis hangat spesial pakai gula batu.” Linda meletakkan segelas teh yang katanya spesial menggunakan gula batu.
“Hilih sok-sok an pakai spesial-spesial segala,” cibir Kinan.
“Diam Lo ah. Tinggal bilang terima kasih apa susahnya sih,” dengus Linda.
Kinan tertawa.
“Terima kasih Lindakuh yang baik dan pengertian,” ucap Kinan dengan nada meledek.
Kinan menyantap nasi gorengnya. Memasukkan sesuap demi sesuap untuk menyapu bersih piring berukuran lumayan besar itu. Sedang Linda hanya memesan jus stroberi. Sudah mengisi perut saat di rumah tadi. Di sini hanya untuk menemani Kinan yang tengah patah hati. Kinan dalam mood buruk cenderung lebih banyak makan. Jadi, Linda sengaja memesankan nasi goreng porsi besar untuk Kinan. Teman yang pengertian kan Linda.
“Sudah?” tanya Linda begitu Kinan menghabiskan teh manisnya. Satu porsi besar nasi goreng spesial sudah berpindah sepenuhnya pada perut Kinan.
“Sudah. Yuk balik. Bentar lagi jam delapan,” jawab Kinan. Mengajak Linda untuk segera kembali.
Jam masuk kantor, Kinan menyibukkan diri. Tidak membiarkan sebentar saja bersantai. Bahkan rela meminta pekerjaan Linda. Kinan ingin kesibukan untuk menghalau pikiran tentang pengkhianatan Kelvin yang terbayang. Sialan. Padahal Kinan sudah sedikit lupa kemarin. Gara-gara undangan laknat semua ingatan yang berusaha di hilangkan malah kembali lagi. Juga dengan kenangan enam tahun menjalin hubungan.
Menghela nafas panjang. Menyugesti diri sendiri bahwa semua baik-baik saja dan bisa kembali pada semula. Bukan hubungan Kelvin dan Kinan. Tapi kehidupan Kinan sebelum bertemu Kelvin.
Hari ini si pelaku penyebar undangan malah tidak terlihat batang hidungnya. Mungkin sudah cuti menjelang pernikahan. Entah. Tapi Kinan yang di sulitkan. Karena yang penasaran, memberondong Kinan dengan pertanyaan-pertanyaan. Kinan ingin menghilang rasanya.
“Lin, belanja kuy,” ajak Kinan pada Linda.
Linda mengangguk mengiyakan. Demi temannya yang sedang patah hati, Linda rela menemani Kinan ke mana pun.
“Belanja bulanan?” tanya Linda. Mereka tengah menyantap makan siang di kantin.
“Mau beli dress Gue. Buat datang ke pernikahn mantan harus maksimal dong. Biar menyesal sudah dua in Gue,” jawab Kinan santai. Tujuannya memang itu. Membeli dress mahal untuk dikenakan di acara pernikahan Kelvin. Kinan rela mengeluarkan uang tidak sedikit untuk menampar Kelvin dengan penampilannya.
“Wah. Bagus itu. Nanti sebelum kondangan. Lo ke salon dulu. Kan lucu kalo pengantinnya malah lihat Lo terus,” ucap Linda diakhiri tawa jahat. Huh, bagi Linda pengkhianatan itu pantas mendapat rasa penyesalan yang besar.
“Iya. Bener juga Lo. Eh Lin. Gue datang bareng siapa ya? Kalo sendiri kaya ngenes banget. Sama Lo juga sama saja kelihatan ngenes. Datang ke pernikahan mantan kan harus bawa gandengan yang dari tampang sama dompet harus lebih unggul,” kata Kinan.
Linda ikut berpikir. Benar juga kata Kinan. Bisa-bisa dipermalukan nanti. Linda menjentikkan jarinya. Dengan semangat berbisik pada Kinan.
“Pake aplikasi pacar saja Nan. Lo download dulu, daftar. Terus cari cowok yang Lo mau. Terus tinggal kirim pesan sih. Bayarnya per hari deh kayanya. Saudara Gue kemarin ada yang pakai aplikasi itu juga. Ya kasusnya mirip-mirip kaya Lo,” beri tahu Linda.
“Heh, berarti Gue cari Pacar Sewaan, begitu?” tanya Kinan tak percaya. Ya Tuhan, dalam benaknya saja tidak pernah terpikirkan untuk mencari pacar sewaan.
Linda mengangguk semangat. Pacar sewaan menjadi opsi yang paling tepat saat ini.
Kinan menggeleng-gelengkan kepalanya. Kinan merasa seperti wanita yang tidak laku sampai-sampai menyewa pacar.
“Ogah ah. Kaya enggak laku banget Gue,” tolak Kinan cepat.
“Heh Kinan pintar. Ini tuh pilihan satu-satunya. Mana bisa nyari pacar yang lebih ganteng dan lebih tajir dari Kelvin dalam waktu dekat ini? Oke kalo yang lebih tajir dari Kelvin sih banyak. Orang Dia saja begitu-begitu doang. Tapi kan Kelvin lumayan tuh tampangnya. Lagian ya Non, kalaupun ada yang tajir plus ganteng, mana ada yang mau sama Lo?” cibir Linda.
“Kurang ajar banget Lo,” dengus Kinan.
Tawa Linda berderai melihat wajah kecut Kinan.
“Ya sudah deh nanti malam Gue coba,” pasrah Kinan. Sepertinya mencari pacar sewaan menjadi pilihan Kinan akhirnya.
“Nah begitu dong. Ini demi mencari bibit unggul. Pas kemarin Gue liat sih benaran deh, tampangnya gila, cakep-cakep banget. Tapi kalo dompetnya sih Gue kurang tahu ya.” Linda mengedikkan bahunya.
Istirahat selesai. Kinan kembali berkutat dengan laporan keuangan. Kinan dan Linda berada pada satu divisi yang sama. Divisi keuangan. Meneliti angka demi angka. Menghindari kesalahan input yang nantinya dapat merugikan perusahaan. Kinan pernah melakukannya. Dan mendapat teguran langsung dari atasannya. Dan berjanji tidak akan mengulangi. Saat itu Kinan bahkan sampai menangis karena tidak tahan di bentak. Ya Tuhan, itu mungkin menjadi kejadian paling memalukan dalam hidup Kinan. Pasalnya, Kinan di marahi di depan karyawan lain. Karyawan lain yang masih satu divisi dengannya. Linda juga melihatnya. Dan segera mendekat setelah kepala divisi selesai melampiaskan amarahnya.
Pukul empat tepat, Kinan keluar dari pintu kantor bersama Linda. Linda terlebih dahulu mengambil kendaraannya. Sebuah mobil sedan keluaran terbaru. Linda memang berasal dari keluarga berada. Tidak bekerja saja sebenarnya sudah mampu untuk membeli keperluan hidup. Namun Linda memilih bekerja. Dengan tujuan mencari pengalaman. Bukan mencari pundi-pundi uang. Jelas saja. Gaji Linda satu bulan tidak ada apa-apanya di banding dengan uang bulanan yang orang tua gadis itu berikan. Pada saat-saat tertentu, Kinan merasa Linda begitu beruntung. Dan Kinan iri. Tapi mau bagaimana lagi, ini sudah menjadi takdir hidup Kinan. Mau tidak mau, suka tidak suka ya harus tetap menerima.
“Kuy,” seru Linda begitu Kinan memasuki mobil miliknya.
Linda begitu tergila-gila dengan belanja. Mampu menghabiskan jutaan rupiah sekali belanja. Sebenarnya mengajak belanja Linda merupakan pilihan yang salah. Linda akan menghabiskan berjam-jam untuk memasuki satu toko dan toko lainnya.