BAB 4

1527 Kata
   Suara teriakan terdengar begitu keras, ruangan itu tertutup rapat, tidak ada celah sedikitpun. Seorang pria baru saja lepas dari pasungan di atas ranjang, ia menatap lima orang wanita yang kini terlihat ketakutan dan tersudut di ruangan luas itu.    Kakinya berpijak di atas lantai, sisik kini memenuhi bagian belakang dan beberapa bagian tubuh dan wajahnya. Cancri, pria itu benar-benar hampir berubah menjadi ular. Ia bergerak cepat, ditariknya salah satu wanita dan melemparkannya dengan satu tangan. Wanita itu terhempas di atas lantai, bahkan darah keluar dari hidungnya.    “Aaaa ….” teriakan wanita lain terdengar melengking, mereka ketakutan dan menjauh. Namun, Cancri dengan cepat bergerak dan menarik kaki salah satu dari mereka. Ia melemparkannya, wanita kedua terjatuh tepat di atas ranjang dan memuntahkan darah segar karena terhempas terlalu keras. Cancri maju, ia naik ke atas ranjang dan merobek pakaian wanita itu. Tanpa perhitungan, cancri juga melepas celana dalam yang menutupi kewanitaan wanita itu dengan kasar.    “Sa-kit!” ujar wanita itu keras, ia merasakan kejantanan Cancri dengan kasar memasukinya.    Cancri tidak punya belas kasihan saat ini, pria itu terus menggoyangkan pinggulnya dengan cepat, tanpa henti. Yang ada di otak Cancri hanya kepuasan, dia hanya perlu memuaskan hasratnya yang menggebu-gebu.    “Ahhh am-pun!” ujar wanita itu lagi, ia hanya bisa menangis, ia tidak bisa melawan dan hanya bisa menahan sakit. Cancri tidak mendengar rintihannya, bahkan pria itu tidak peduli pada tangisannya.    Wanita itu menutup matanya, ia merasakan kuluman Cancri begitu kasar pada p****g payudaranya, “Aaaaaarrrrrkkkk!” teriak wanita itu, Cancri menggigit p****g payudaranya dan darah keluar dari bekas gigitan Cancri. Namun, Cancri masih melanjutkan aksinya. Ia terus memaju mundurkan kejantanannya dengan kasar.    Bugh!!!    Seseorang di antara para wanita memukul kepala Cancri, ia berusaha menyelamatkan wanita yang kini masih berada di bawah tubuh Cancri. Menyeringai, Cancri menghentakan kejantannya sangat dalam, sampai wanita yang beberapa menit lalu ia setubuhi membelalakan matanya bahkan merasakan kewanitaannya seakan robek.    “Ingin bermain rupanya,” ujar Cancri pelan. Cancri melepaskan wanita yang ia setubuhi tadi, lalu beralih pada wanita yang memukulnya. Pria itu menggenggam erat pergelangan tangan itu, lalu suara retak tulang terdengar.    “Ahh sa-kit!” ujar wanita itu keras. Segera saja, Cancri mendorong wanita tadi hingga ia terbaring di atas lantai. Cancri menyeringai, ia kembali merobek pakaian wanita itu dan menghentakan kejantanannya. Terasa begitu sempit, bahkan terasa jika selaput darah wanita itu robek. Darah mengucur di kejantanan Cancri, namun dia sama sekali tidak peduli. Ia terus bermain dan mengabaikan mangsanya yang menangis ketakutan.    “Hentikan! Hentikan!” tiga orang wanita berteriak, mereka memukul tubuh Cancri bahkan menendang pria itu dengan keras. Semua itu tidak berpengaruh pada tubuh Cancri, ia terus melanjutkan aksinya, memuaskan diri dan meremas p******a wanita itu kasar.    Greb!!!    Salah satu dari wanita menahan tangan Cancri, mereka harus selamat dan bekerja sama mengalahkan Cancri, mereka harus lari dan menyelamatkan hidup mereka dari monster kejam seperti Cancri.    Cancri yang merasa tangannya ditahan segera menghempaskan pelakunya dengan satu tangan. Suara rintihan kembali terdengar, belum lagi suara tangis wanita yang masih Cancri setubuhi. Darah wanita itu merembes, semakin deras dan tubuhnya terasa hancur.    “Aaaahhh ….” desah Cancri. Ia masih saja bermain, ia tidak peduli saat wanita itu memaki dan menyumpahinya.    “Monster!!!” teriak wanita yang pertama kali Cancri hempaskan, wanita itu berlari dengan kekuatan yang hanya beberapa persen. Ia berusaha menendang Cancri namun kakinya ditarik Cancri dan Cancri segera melepaskan wanita di bawah tubuhnya.    Cancri menyeret wanita itu, ia menjambak rambut wanita tadi dan membuka pakaian wanita itu dengan paksa. Cancri mengatur posisi wanita itu untuk bertiarap, lalu ia memasukan kejantanannya kedalam a**s wanita itu dengan kasar.    “Arrrk!!!” wanita itu berteriak, ia kesakitan, bahkan anusnya mengeluarkan darah. Cancri masih terus memaju mundurkan pinggulnya, kejantannya di hentakan dengan kasar dan dalam.    Dua wanita yang tersisa berjalan mundur, mereka tidak bisa berpikir dengan jernih dan hanya bisa menangis dalam diam. Berteriak, memaki, melawan, semua usaha itu hanya sia-sia.    “Aku takut!” ujar seorang diantara mereka, wanita itu bergetar, ia menatap pria yang terus menghentakan kejantanannya tanpa henti.    “Di-dia benar-benar monster!” kutuk wanita yang satunya lagi.    Keduanya hanya bisa menyingkir, mereka hanya bisa berdoa semoga Cancri tidak memangsa mereka saat ini. Mata kedua wanita itu melihat jelas, betapa kasarnya Cancri. Pria itu terus memompa kejantanannya di lubang a**s wanita malang tadi. Ia tidak peduli dengan wanita yang kini menangis pilu, bahkan sampai mengeluarkan kotorannya dari dalam sana. Yang penting hanya kepuasan, yang penting ia mendapat pelepasan.    “Hentikan!” teriak wanita itu begitu keras, suaranya menggema, dan begitu membisingkan.    Mendengar teriakan lawannya, Cancri menarik kuat rambut wanita itu, ia bahkan tidak peduli saat satu genggam rambut tercabut dari kulit kepala mangsanya. Pria itu bahkan tetap memompa kejantanannya dan menghentakannya sedalam mungkin, sementara mangsanya sudah terkapar dan pingsan.    “Lemah!” maki Cancri. Ia membalik posisi wanita yang pingsan menjadi berbaring, ia akan membangunkan wanita itu dengan cara menyetubuhinya sampai benar-benar mati.    Dimasukkannya kejantanan ke dalam lubang kewanitaan wanita tadi, dengan kasar dan menghentakannya sangat dalam. Cancri bahkan tidak peduli, saat kewanitaan itu robek karena besarnya kejantanan miliknya.    “Jalang!” maki Cancri, ia terus menerus menyetubuhi wanita itu, napasnya sama sekali tidak terengah lelah.    Beberapa menit berlalu, wanita itu sudah benar-benar mengenaskan. Kewanitaannya robek, lubang pada anusnya mengeluarkan kotoran bercampur darah. Melihat mangsanya mati, Cancri melempar jasad wanita tadi ke sudut ruangan. Ia bahkan tidak peduli, saat suara tubuh itu menghantam lantai dengan keras dan kasar.    Pria itu berdiri, kejantanannya masih mengeras, bahkan, dia belum mendapat kepuasan apapun dari jalangnya. Cancri kembali pada wanita yang masih berbaring di atas lantai dan tidak bisa bergerak. Pria itu menjambak rambut wanita malang itu, dan menyeretnya.    “Am-pun,” ujar wanita itu dengan suara gemetar. Darahnya mengalir deras dari kewanitaan yang robek.    Cancri sama sekali tidak peduli, pria memposisikan wanita tadi berbaring di atas meja, ia menyeringai dan memasukan kejantanannya dengan paksa ke dalam lubang a**s.    “Ark!!!” teriakan wanita itu memenuhi ruangan, tubuhnya yang kecil tidak mampu menerima hentakan kasar kejantanan Cancri yang terlewat besar. Wanita itu juga merasakan anusnya robek, darah mengalir, dan ia hanya bisa menangis. Rasanya mati lebih baik, rasanya ia lebih baik mati bunuh diri.    Cancri meremas kasar p******a wanita itu, kuku-kuku Cancri yang tajam masuk kedalam kulit dan darah menetes deras dari sana. Pria itu tidak peduli saat wanita itu kehilangan kesadarannya, ia terus dan terus memaju-mundurkan pinggulnya dengan sangat kasar.    Setelah puas, Cancri melepaskan mangsanya. Ia tidak merasakan kehidupan pada wanita yang masih ia setubuhi itu. Pria itu kembali berjalan ke arah ranjang, ia menatap wanita malang yang mati-matian mencoba kabur. Tangannya terulur dan melemparkan wanita itu dengan kasar, suara keras menghantam dinding baja, namun Cancri tidak peduli.    Pria itu berbaring, ia menatap dua wanita yang tersisa dengan seringaian kejamnya. Ia tidak akan menyiksa, jika saja wanita-wanita itu patuh padanya. Perlahan, ia merasakan tubuhnya tidak sesakit tadi, perlahan pula garis hitam dan sisik yang ada di tubuhnya menghilang. Cancri merasakan tubuhnya begitu lelah, kekuatan monster yang ia gunakan tadi seakan hilang dan membuatnya ingin tertidur pulas. Pria itu menutup matanya, dan tertidur pulas. Napasnya yang sedari tadi memburu, perlahan teratur dan membuatnya terlihat begitu damai.    Setelah Cancri tertidur, dua wanita yang sama sekali belum disentuhnya bergerak cepat. Mereka menyeret tubuh wanita malang yang terlihat sekarat dan sedari tadi memuntahkan darah.    “Helena!” ujar salah satu dari wanita tadi.     “Helena, bertahanlah!” ujar yang seorang lagi. Mereka menarik tubuh wanita bernama Helena, lalu duduk di sudut ruangan.    “Kita harus membunuhnya!” ujar Helena di tengah rasa sakit pada tubuhnya, ia mencoba bangkit namun tubuhnya terjatuh kembali. Ia menangis, matanya menatap ke arah ranjang dengan tajam.    “Ya, kita akan membunuhnya!” ujar wanita dengan surai rambut berwarna merah. Ia juga tidak rela jika harus melayani monster gila di atas ranjang sana, mereka harus membunuh monster itu selagi kesempatan itu ada.    “Aku akan mencekiknya, dan kau! Jaga Helena,” ujar seorang wanita berambut hitam.    Baru saja ia ingin berdiri, pagar besi yang begitu tinggi mengurung mereka, ruangan itu memiliki keamanan yang tidak pernah orang-orang bayangkan.    Pintu baja terbuka, seorang pria tua masuk dan menyeringai, “Jangan sentuh cucu kesayanganku, jalang!” ujarnya kasar.    Sekitar sepuluh orang masuk, mereka bertugas membersihkan kekacauan dan membuang mayat dua wanita itu ke arah belakang mansion.    “Tuan Yama, Nyonya Kim Chaeri menghubungi Anda.” Billian memberikan ponsel kepada Tuan Yama, ia menunduk lalu beranjak pergi saat pria tua itu mengusirnya dengan tatapan mata.    “Ya, Kim Chaeri.”    “Cancri kambuh lagi, bukan? Bagaimana bisa?” suara itu terdengar begitu nyaring.    “Ini akibat eksperimen yang kau, dan Nero lakukan.” jawab Tuan Yama.    “Jangan lupakan dirimu, Tuan. Aku hanya ingin anakku lahir sebagai manusia, kalian yang terlalu banyak melakukan eksperimen kepada anak-anakku!”    “Kau sudah puas? Bahkan kau menyembunyikan kenyataan lain dari anakmu sendiri, ibu yang kejam.”    “Itu bukan, urusanmu!”    “Baiklah, kurasa Li An bisa mengurus tiga tabung yang kau sembunyikan dari anak tampanmu itu, Chaeri.” Tuan Yama mematikan sambungan telepon, ia memberikan ponsel tersebut kepada salah satu eksekutif menengah.    “Beri wanita-wanita itu makan, dan beri mereka obat yang baru kalian teliti. Cancri akan berpesta setelah bangun,” ujar Tuan Yama, ia melangkah pergi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN