“Kamu tidak ingin aku mati kelaparan, ‘kan, Mas?” Safa berjalan merapikan baju kotor yang masih tersimpan di dalam paper bag. “Aku yang akan membawa makanan ke kamar nanti.” Wanita itu berdecak bahkan tatapan itu langsung dilayangkan ke arah Azril yang justru sedang tersenyum. Sama sekali tidak ada rasa bersalah, tetapi apa mungkin dia benar ingin mengurungnya? Safa menghela napas, lalu segera membersihkan diri daripada berdebat dan suaminya semakin nekat. Ia tidak habis pikir jika Azril memiliki sifat yang menyeramkan di balik sisi kasih sayangnya yang luar biasa. Usai bebersih, hati Safa sudah lebih tenang bahkan tanpa malu lagi menunjukkan rambut cantiknya. Ia memandang wajahnya di depan cermin sembari menyisir rambut hitamnya yang panjang dan sedikit bergelombang. “Mau sampai kapa