Safa menghela napas, lalu menggeser duduknya agar saling berhadapan. “Tidak sama sekali, Mas.” Hatinya penuh sesak mengingat dirinya pernah egois yang selalu menginginkan yang sempurna, tetapi sadar ia tak bisa terus menuntut dan mengingat semua yang terjadi dalam hidupnya sudah menjadi ketentuan Allah. “Aku bisa kembali mengukir impian itu bersamamu.” Meski Azril dan Faqih berbeda, tetapi Safa tak membandingkan. Ia menjalani pernikahan penuh ikhlas serta dirinya berjanji memberi yang terbaik untuk suaminya. Bibir Azril pun merekah penuh haru. Matanya memandang intens dan langsung merengkuhnya penuh syukur. Hatinya sendu tak terhitung banyak salah yang diperbuat. “Sekarang apa kamu bahagia hidup bersamaku?” Azril menguraikan dekapan, lalu tangannya mengusap kelopak mata Safa yang ter