Chapter Seven

1163 Kata
Brooklyn Brigde merupakan tempat yang indah untuk dikunjungi saat malam hari. Jembatan gantung tertua di Amerika Serikat yang menjadi landmark kota New York itu benar-benar menjadi tempat favorite Khatrine untuk menenangkan diri ketika mimpi buruknya kembali hadir. Ditemani dengan lampu-lampu yang menyala dan riak air yang menambah kesan indah di dalamnya, Khatrine bisa merasa sedikit tenang. Meskipun tidak setenang saat ia meminum obat. "Kau suka?" Raveno berdiri disebelah Khatrine sambil merapikan topi yang ia pakai agar tidak tertiup angin. Di sampingnya, Khatrine tampak menangguk pelan dengan senyuman tipisnya. "Sangat suka." Khatrine merapikan coat yang ia pakai untuk menghalau angin malam agar tidak menembus kulitnya. "Aku senang kau menyukainya." Raveno ikut tersenyum sambil mengusap puncak kepala Khatrine, kemudian mengalihkan pandangannya ke East River. "Kenapa kau tiba-tiba mengajakku ke sini?" tanya Khatrine. Ini sedikit aneh, karena Raveno tak pernah mengajak Khatrine keluar seperti ini. Biasanya jika ingin berlibur, mereka akan pergi ke tempat yang jauh. Tempat yang tidak diketahui oleh banyak orang. "Kenapa memangnya? Tidak boleh?" “Tentu saja boleh,” Khatrine terkekeh pelan, kepalanya bersandar nyaman di bahu tegap Raveno. Dari sana ia bahkan bisa mendengar suara detak jantung Raveno. "Kau berdebar," Ia memejamkan matanya, menikmati ketenangan itu. "Benarkah jantungku berdebar?" Khatrine mengangguk pelan. "Iya, membuatku merasa nyaman saat mendengarnya." "Mungkin karena aku sedang bahagia." "Bahagia kenapa, Tuan Laszno?" "Rahasia." Raveno tersenyum tipis. Tapi senyumnya menghilang saat Khatrine menyikut perutnya. Ia pun meringis pelan. "Sakit, Khat." "Salahmu sendiri! Kenapa harus rahasia?" Khatrine mengerucutkan bibirnya lalu menolak untuk menatap Raveno dan lebih memilih menatap sekitarnya. Lalu pandangan Khatrine terhenti pada sepasang suami istri beserta anak kecil yang berjalan melewatinya. Ia jadi berpikir, bagaimana jika ia dan Raveno berada di situasi seperti itu? Pasti akan sangat bahagia sekali, membangun keluarga kecil bersama orang yang dicintai. Hah! Tapi Khatrine tidak mau berharap banyak pada Raveno. Ia hanya ingin menikmati kebersamaan ini, sebelum semuanya hilang. Setidaknya sampai ia bisa melepas Raveno nantinya. Mungkin. "Apa yang sedang kau lihat?" Khatrine tersadar dan menggeleng pelan. Ia kemudian melempar senyum tipis pada Raveno. "Tidak lihat apa-apa. Um...bagaimana kabar Shasa?" Ia mencoba mengalihkan pembicaraan. Shasa merupakan anak Raveno dan Sabrina. Gadis kecil berusia sembilan tahun itu menderita kelainan jantung sejak kecil, yang membuatnya harus bolak-balik rumah sakit. Dulu saat pertama kali melihatnya, Khatrine merasa sangat gemas dengan gadis kecil itu. Meskipun dengan selang oksigen dihidungnya, Shasa masih bisa tersenyum dan juga tertawa lepas saat bermain dengan Raveno. Melihat keceriaan Shasa, Khatrine kadang berpikir, bagaimana jika Shasa tahu bahwa Ayahnya berselingkuh? Khatrine tidak bisa membayangkan seperti apa kesedihan yang akan dirasakan oleh Shasa. "Shasa baik. Seminggu yang lalu, dia baru saja keluar dari rumah sakit." "Lalu kenapa kau di sini? Kau seharusnya berada di rumah bersamanya." "Malam ini, aku ingin bersamamu dulu, Khat." Ia menghela nafas pelan sambil merangkul bahu Khatrine. "Karena besok aku harus pergi." "Pergi? Kau mau pergi ke mana?" Raveno membalik tubuh Khatrine, hingga mereka berdiri berhadapan. Tangannya bertengger manis di pinggang Khatrine. Sementara matanya yang biasanya penuh rahasia, kini menatap Khatrine teduh. Raveno menghela nafas sejenak. Ia mengecup kening Khatrine sekilas sebelum berbicara. "Lusa aku harus pergi," "Ke mana?" Raveno langsung merengkuh Khatrine ke dalam dekapannya sembari mengusap punggung Khatrine pelan dan berbisik. "Aku hanya pergi sebentar, untuk pengobatan Shasa. Dokter di sini bilang, jika pengobatan di Prancis lebih baik dari pada disini." Khatrine menghela nafas karena sesak yang ia rasakan. Dengan perlahan ia mengurai pelukan dan menatap wajah Raveno. Tangannya terulur untuk mengusap pipi Raveno. "Jadi malam ini kau ingin menghabiskan waktu denganku? Raveno mengangguk. "Hm," Khatrine menahan senyumannya. "Baiklah. Ayo kita habiskan waktu kita berdua malam ini," Ia berjinjit dan mencium ujung bibir Raveno sekilas. Raveno memejamkan mata, kedua tangannya yang berada di pinggang Khatrine hanya bisa terdiam kaku. Dan ketika Khatrine melepas kecupannya, Raveno pun menunjukan senyumannya. "Aku mencintaimu, Rav." Tubuh Raveno menegang untuk sejenak, tapi ia langsung menjawab agar tidak membuat Khatrine kecewa. "Aku juga, Khat." Khatrine menghela nafas pelan. Selalu saja seperti itu. Tiap kali Khatrine menyatakan cintanya, Raveno pasti akan menjawab seperti itu. Hm...tapi tak apalah, asal Raveno tetap di sampingnya, Khatrine rela meski harus menahan sesak. Karena bagaimana pun, hanya Raveno penyemangatnya. *** Puas berjalan-jalan di Brooklyn Bridge, mereka akhirnya memilih untuk pulang karena malam sudah semakin larut. Khatrine juga sedikit kasihan dengan Raveno yang terus-terusan menguap saat menyetir. "Rav, jika kau mengantuk biar aku saja yang menyetir." Ucap Khatrine untuk yang kedua kalinya. "Tidak usah. Aku masih sanggup menyetir, Khat. Kau tenang saja ya, kita akan baik-baik saja." Raveno menoleh sekilas, tangannya terulur untuk mengusap rambut Khatrine. "Jadi jangan cerewet," Ia mencubit pelan pipi Khatrine, lalu ganti mengusapnya saat melihat pipi wanita itu memerah. "Tapi bagaimana jika—" "Sudah sampai!" Khatrine mengernyit. Ia terkejut saat tahu jika sekarang mereka sudah sampai. Astaga! Gara-gara terus memperhatikan Raveno, Khatrine tidak sadar jika mereka berhenti di basement. "Kau tidak ingin turun?" tanya Raveno. Khatrine mendengus. Ia turun dari mobil, berjalan lebih dulu sementara Raveno mengikuti di belakang. "Hei, tunggu." Raveno mempercepat langkahnya untuk menyusul Khatrine. "Apa?" Khatrine menghentikan langkahnya. "Kau marah?" "Tidak!" "Aku tahu kau marah, Khat." Khatrine berdecih. "Terserah apa katamu saja." Raveno tersenyum geli. Ia maju selangkah dan mengecup kening Khatrine pelan. "Maaf karena tidak mendengarkan ucapanmu," Ia mengusap rambut Khatrine. "Aku tahu tadi kau khawatir, tapi aku tidak mau membuatmu lelah." "Tapi—" "Apa kita akan berdebat? Aku benar-benar sudah mengantuk," Khatrine menghela nafas. "Baiklah. Ayo kita masuk," Raveno tersenyum. Ia menggandeng tangan Khatrine lalu mengajak wanita itu menuju lift. Ia tersenyum saat melihat Khatrine yang masih cemberut. Dengan jahil, ia menarik kedua sudut bibir Khatrine, membuat wajah wanita itu terlihat aneh. "Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Khatrine bingung. Ia hendak memundurkan kepalanya, tapi Raveno menahannya. "Aku ingin kau tersenyum malam ini." Mau tak mau ucapan Khatrine itu membuat Khatrine tersenyum. Ia kemudian berdecih untuk menutupi rasa gugupnya, tapi ia sama sekali tak menyingkirkan tangan Raveno dari wajahnya. Ia menangkup tangan Raveno yang ada dipipinya. "Apa kau akan menginap malam ini?" Tentu saja," "Lalu bagaimana dengan—" "Aku akan menginap. Dan tidak akan ke mana-mana," Ucap Raveno sebelum pintu lift terbuka. *** Malam sudah semakin larut, tapi hal itu tak membuat Khatrine untuk segera memejamkan matanya. Wanita itu lebih memilih untuk terjaga demi memandangi wajah Raveno ada di hadapannya. Sudut bibirnya tertarik keatas. Ia pun memberanikan diri untuk mengusap rambut Raveno yang sudah terlihat lebih panjang dari beberapa waktu lalu. Raveno terlihat terganggu ketika Khatrine menggerakan tangan untuk mengusap rambutnya, tapi tetap saja pria itu tak terbangun,. "Tidur, Khat. Ini sudah malam," Khatrine sedikit terkejut. "Aku membangunkanmu, ya? Maaf." Mata Raveno perlahan terbuka. Pria itu menatap Khatrine dengan mata mengantuk. "Apa yang membuatmu belum tidur?" Khatrine menggeleng. "Bukan hal yang penting." Hanya memikirkan kepergianmu besok. Lanjut Khatrine dalam hati. "Kalau begitu tidurlah. Besok aku sudah harus pergi, Sweetheart." Khatrine langsung tersenyum masam. Astaga! Kenapa pula Raveno harus memperjelas semuanya?! Memikirkan itu benar-benar membuat Khatrine tidak rela jika waktu terus berjalan. "Khat..." "Iya-iya, aku akan tidur." ucap Khatrine sebelum berbalik dan memejamkan matanya. Sementara Raveno memeluknya dari belakang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN