Setelah kejadian dimana Shinta memarahi Indira membuat hubungannya dengan Shinta dan Lia sedikit berbeda walaupun mereka duduk berdekatan tapi Indira merasa seperti orang asing. Berbagai cara sudah Indira lakukan tapi sampai saat ini Indira tidak tahu apa kesalahanku bahkan masalah ini berkembang sampai ke Mita.
"Kita harus bicara deh sama mereka berdua" usul Mita namun Indira hanya diam "gue tahu lo baik dan gak tegaan tapi sampai saat ini mereka tu aneh banget" dalam hati Indira menyetujui perkataan Mita tapi tidak tahu apa yang harus dilakukan "ya udah pikirin lagi secara abis ini kita ujian" Indira hanya mengangguk pasrah.
Fajar tidak tahu apa yang terjadi dengan Indira karena setiap kerumah atau mereka keluar Indira tidak pernah menceritakan masalah ini pada Fajar walaupun Fajar tahu ada yang berbeda darinya.
"Beberapa hari lagi ujian ya?" Indira mengangguk "sudah siap?" Indira mengangkat bahu membuat Fajar menghembuskan nafas pelan "gimana masalah kamu sama Shinta dan Lia?" Indira langsung menatap Fajar bingung "aku pacar kamu jadi tahu apa yang terjadi walaupun kamu tidak cerita" sekali lagi Indira hanya diam "selesaikan atau diamkan dan berakhir menjadi masalah baru di kemudian hari buat kamu."
"Aku gak pernah menjanjikan apa-apa sama Lia" ucap Indira seketika membuat Fajar menatapnya "Lia minta aku agar bisa dekat dengan kakak tapi yang dibicarakan Shinta beda dengan apa yang Lia kirim ke aku pesannya" Indira menyerahkan ponsel yang berisi pesan Lia terakhir "terserah kakak percaya sama siapa dan malah melibatkan Mita padahal hubunganku sama Mita baru baik semenjak disini" Indira menatap Fajar yang menatapnya lembut "kami berdua memang akan bicara tapi setelah ujian akhir dan mengenai ini terserah kakak percaya siapa" Indira meninggalkan Fajar di ruang tamu seorang diri.
Indira harus fokus ujian dan selama ujian Indira meminta Fajar untuk tidak bertemu yang ternyata dituruti tapi dengan pengawasan Ryan tetangganya yang juga teman satu angkatan Indira. Sesuai perjanjian dengan Mita dimana mereka menyelesaikan masalah dengan Lia dan Shinta, mereka berempat mencari tempat di fakultas yang enak untuk berbicara.
"Jadi apa salah kita berdua?" tanya Mita langsung.
"Indira bilang kalau dia gak jadian sama Mas Fajar gara-gara gue" ucap Shinta "lo jangan mutar balikkan keadaan donk."
"Kapan gue bilang gitu ke lo?" Indira menatap Lia yang hanya diam "masalah Kak Fajar ya jangan disangkut pautin sama ini lah kalau memang suka dekatin bukan kaya gini."
"Semua senior dekat sama lo gara-gara Mas Romi senior lo" ucap Lia menatap Indira tajam.
"Mas Romi juga senior gue jadi karena Mas Romi" tebak Mita menatap Indira dan Lia namun Indira hanya diam "hak Mas Romi dekat sama siapa bahkan sampai pacaran lalu masalahnya dimana? Romi atau Fajar sumber masalah disini?."
"Lo juga bilang ke anak-anak kalau gue gak suka Indira dekat sama Mas Fajar" ucap Shinta menatap Lia.
"Lo selalu berhasil memutar balikkan fakta" Lia menatap Indira dengan wajah sedih "pinter ya lo cari muka ke cowok-cowok" sindir Lia "sampai teman cewek juga ada bicara gitu tentang gue."
Indira menatap Lia tajam membuat Shinta dan Mita menatapnya dengan tanda tanya "gue gak pernah ngomong apapun tentang lo ke anak-anak."
Lia masih memberikan tatapan sedih "terserah kalian percaya siapa" Lia beranjak pergi meninggalkan kami dan kami hanya memandang kepergian Lia.
"Gue balik kos" ucap Shinta "sepertinya kita jaga jarak sementara" Indira diam tidak menjawab perkataan Shinta.
Mita dan Indira turun kebawah tidak lama Mita meninggalkan Indira di gazebo sendiri karena harus menunggu jemputan. Indira menatap wajah anak-anak yang memandangnya dengan tanda tanya namun Indira berusaha tidak mempedulikan, Indira memutuskan ke kantin membeli sesuatu yang bisa membuat kenyang. Suasana kantin yang ramai tidak seimbang dengan kondisi hati yang kosong.
"Lagi ada masalah?" tanya Dio yang tiba-tiba duduk di sebelah Indira membuat menatapnya sekilas "mana yang lain?" menatap sekitar sekali lagi Indira hanya diam.
"Indira, kosong kan?" tanya Clara yang mengambil tempat di sebelah Indira "lo gak suka sayur?" Indira hanya bisa tersenyum masam dan mengangguk pelan "sini gue makan" Indira menarik piring menghentikan gerakan Clara "lo rabies? lo itu jangan buang-buang makanan banyak yang gak makan kaya lo" membuat Indira dan Dio saling pandang atas apa yang dilakukan Clara.
"Setidaknya lo gak merasa sendiri" ucap Dio sebelum pergi.
Clara punya kakak perempuan yang menempuh pendidikan S2 di tempat kami dan ternyata Clara nyambung jika diajak bicara membuat tidak terasa waktu telah sore dan baru menyadari jika ponsel Indira berbunyi dari tadi.
"Disini ternyata" ucap Fajar membuat kami berdua menatapnya "halo Clara" Fajar tersenyum ke arah Clara "ayo pulang kalau udah selesai" Indira mengangguk dan langsung berpamitan pada Clara.
Fajar tidak bertanya mengenai bagaimana hasil dari pertemuan selama perjalanan Indira mendengarkan Fajar bercerita keadaan di RSJ membuatnya hanya bisa tersenyum karena semangat Fajar untuk berada diantara orang-orang tersebut.
Dio
Gue udah bilang sama Mas Wahyu dan ok kamu ikut penerimaan mahasiswa baru.
Mereka berdua tadi membicarakan mengenai kegiatan anak baru dan ingin ikut berpatisipasi, sebenarnya mudah saja Indira ikut karena ada Fajar yang akan melakukan semua tapi Indira tidak mau gosip tidak enak menghampiri mereka berdua.
Dio
Startnya besok jadi aku jemput kerumah.
Indira
Gak usah aku bisa sendiri.
Dio
Tidak ada penolakan jadi bersiap besok aku jemput pagi.
"Siapa?" Fajar menatapnya sekilas karena dari tadi Indira tersenyum sambil membaca pesan "sudah baikan?" Indira menatap Fajar bingung "melihat reaksimu berarti sudah baikan" Fajar tersenyum sambil mengacak rambutnya.
Kadang Indira berharap bahwa apa yang Fajar lakukan ini adalah nyata lalu bagaimana jika dia tahu Indira mempunyai kekurangan. Keinginan Fajar untuk menjadi pacarnya sudah berjalan hampir setengah tahun tanpa ada pertengkaran besar lalu sampai kapan hubungan ini bertahan.
Sikap Fajar selayaknya pacar tapi Indira tidak tahu bagaimana hatinya mengenai hubungan ini bahkan Fajar akan menjadi khawatir dengan keadaan dirinya apabila badan Indira tidak enak sedikit saja.
Keesokan harinya Dio benar-benar melakukan kata-katanya saat bilang Ryan menjemput. Dan akhirnya Indira berangkat dengan Ryan ke kampus. Kampus sepi karena memang pada liburan cuman beberapa orang saja yang ada.
"Ikutan lo, Dir?" tanya Dito ketua komting kami.
Indira mengangguk "dipaksa Dio mana tu orang?" tanya Indira balik.
"Lah Dio gak ikut dan aslinya gue juga gak ikut tapi disuruh buat nemenin lo" sahut Ryan santai.
"Asem Dio dikira gue anak kecil apa" ucap Indira sedikit emosi.
"Sorry telat ketiduran gue" kata Wahyu "langsung aja kali ya" kami hanya bisa mengangguk.
Wahyu memberitahukan apa saja yang harus dilakukan dan games-games apa yang diberikan ke anak-anak baru. Kita diminta untuk kasih ide dan praktek diesok hari setelah mendapatkan kesepakatan kami akan datang besok pagi jam 8 untuk aplikasi gamesnya
"Indira pulang sama siapa?" tanya Mala namun Indira hanya mengangkat bahu "kayaknya gue tahu lo pulang sama siapa" goda Mala
Indira mengikuti pandangan Mala dimana Fajar berbicara dengan Wahyu dan Romi.
"Belum tentu sama dia lagi dan tadi gue sama Ryan" ucap Indira agar tidak berharap.
Mala menanyakan masalah dengan Shinta dan Lia tapi Indira tidak bisa mengatakannya karena itu adalah aib mereka semua dan sampai sekarang tidak tahu di mana masalahnya.
"Ayo pulang" ajak Fajar ketika menghampiri kami berdua "Mala kita duluan ya" pamit Fajar yang langsung menggenggam tangan Indira.
Beruntung sekarang sepi jika tidak akan banyak pembicaraan tidak baik mengenai kami berdua walaupun Indira percaya Fajar akan membelanya habis-habisan hanya saja Indira tidak mau terlalu banyak pertikaian seperti dengan Lia dan Shinta.