---**---
1 Bulan kemudian.,
Mansion Abraham Althaf, New York, USA.,
Taman Belakang Mansion.,
Pagi hari.,
Terdapat dua mobil sport dengan logo perusahaan mereka, Althafa. Merk mobil sport yang merupakan anak perusahaan yang berada dibawah naungan Althafiance Corporation.
Mobil berbeda warna itu berbaris berdampingan di halaman belakang mansion. Menunggu sang pemilik memakai, mengendarainya.
Pria berpakaian serba hitam. Dengan jas hitam melekat menutupi tubuh seksinya, pria itu berjalan menuju belakang mansion.
Pandangannya tertuju pada satu pria dan satu wanita yang sangat dia cintai itu. Pria itu lalu membuka suaranya.
“Giliran aku yang memeluk Mommy.”
Ucapnya menggeser pelan tubuh pria berkaos biru dongker itu.
“Mom, aku izin pergi karena ada urusan selama beberapa hari di luar kota.”
Wanita itu hanya menggelengkan pelan kepalanya kalau kedua putranya sudah bersikap posesif terhadap dirinya seperti ini setiap pagi.
Yah! Pria itu adalah Dyrta, Adyrta Abraham Althaf. Dyrta memeluk Mommy nya dengan lembut. Mengelus pelan punggungnya.
Lalu melepas pelukannya dan mencium singkat kening Mommy nya. Dia kembali melanjutkan kalimatnya.
“Mom, aku izin pergi karena ada urusan selama beberapa hari di luar kota.” Ucapnya menangkup wajah Mommy nya dengan kedua tangan kekarnya.
Wanita yang akrab disapa sebagai Mrs. Abraham itu lebih sering menghabiskan waktunya dengan berkebun bunga, sebagai kegiatan favoritnya. Karena dia sendiri juga seorang diri di mansion yang hanya ditemani dengan banyak maid dan bodyguard.
Anta, dia tersenyum mendapat perlakuan romantis dari putra bungsunya, Dyrta. Dia juga bahagia, karena kedua putranya tidak pernah absen untuk menjumpainya sebelum mereka pergi meninggalkan mansion. Seakan berlomba-lomba untuk menunjukkan sikap romantis mereka yang diturunkan oleh Daddy mereka, Zu.
Dia sedikit melirik putra sulungnya, Dyrga yang mulai sibuk dengan ponselnya. Dia yakin kedua putranya pasti memiliki kesibukkan yang sangat padat, sehingga dirinya harus memahami itu dan tidak menuntut banyak waktu luang kepada kedua putranya.
Karena baginya, kedua putranya selalu pulang ke rumah setiap hari, walau tengah malam atau dini hari sekali pun. Itu sudah cukup membuatnya bernafas lega. Itu berarti mansion ini lebih nyaman dari pada tempat persinggahan mereka di luar sana.
Dan Anta tahu, kedua putranya pasti memiliki tempat persinggahan sebagai tempat utama mereka. Sama seperti kelakuan suaminya dulu.
Terutama putra bungsunya, Dyrta. Yang dia yakin, kalau putra bungsunya itu pasti memiliki pekerjaan lain di luaran sana yang dia tidak tahu apa.
Anta, mendengar kalimat izin dari putra bungsunya, Dyrta. Dia lalu membuka suaranya.
“Hey anak Mommy…” Ucap Anta sambil menaikkan tangan kanannya, dan memencet ujung hidung putra bungsunya yang selalu lihai membuat mood nya membaik.
Dia kembali melanjutkan kalimatnya.
“Kalau mau mencoba romantis itu jangan sama Mommy dong, Sayang. Tapi sama calon istrimu…” Ucap Anta menggoyang-goyangkan pencetan tangannya pada ujung hidung mancung putra bungsunya, Dyrta.
Dyrta ? Mendapat perlakuan seperti itu dari Mommy nya, dia hanya diam tersenyum kekeh sambil memejamkan kedua matanya seakan menahan rasa sakit pada ujung hidungnya.
Setelah Mommy nya, Anta selesai dari kegiatan favoritnya yang memencet ujung hidungnya. Dia kembali membuka suaranya.
“Mom, itu urusan nanti…” Ucapnya lalu mengambil kedua tangan Mommy nya. Dan menciuminya secara bergantian.
Dyrta kembali melanjutkan kalimatnya.
“Aku pasti akan memberi Mommy menantu dan cucu yang lucu dan tampan seperti ku…” Ucap Dyrta membanggakan ketampanannya dan direspon picingan kedua mata oleh Anta.
Dengan sedikit terkekeh, Dyrta kembali melanjutkan kalimatnya kembali.
“Cucu yang manis dan cantik seperti mu, Mom…” Ucapnya lagi merayu Mommy nya, dan direspon mata malas dan helaan nafas oleh Mommy nya, Anta.
Dan Dyrta ? Dia kembali terkekeh melihat Mommy nya yang selalu bersikap sama saat dirinya mencoba untuk menggodanya.
Anta, dia kembali membuka suaranya.
“Dan Mommy ingin, tahun ini Mommy bisa mendapatkan cucu dari kalian berdua.” Ucap Anta seraya memutuskan, dan direspon tawaan sinis dari Dyrta.
Dyrta sigap memeluk Mommy nya lagi, sambil bergumam pelan.
“Mommy ku sudah merasa tua, sampai tidak sabar mau menimang cucu.” Gumam Dyrta pelan dan masih bisa di dengar oleh Mommy nya, Anta.
Anta langsung menepuk pelan punggung putra bungsunya.
“Hey! Anak manja! Kalau bicara yang benar!” Ucap Anta bernada sebal, lalu segera melepas pelukan mereka karena mendengar suara Dyrga.
Dyrga berjalan mendekati mereka.
“Mom, aku harus pergi sekarang.” Ucap Dyrga masih berada di samping Dyrta dan Mommy nya, Anta.
Mendengar ucapan sang Abang, Dyrta melepas pelukannya dari tubuh sang Mommy. Dia dan sang Mommy melihat ke arah Dyrga yang berjalan mendekati mereka.
Anta tersenyum mendengar ucapan putra sulungnya barusan. Yang mengingatkan dirinya untuk tetap menyediakan makan malam untuknya. Dia sungguh tahu bagaimana kebiasaan makan putra sulungnya, Dyrga.
Mendengar kedua putranya yang seakan tengah menghindari percakapan mereka mengenai menantu dan cucu, dan ingin segera pergi. Dia lantas membuka suaranya lagi untuk sekedar mengingatkan kembali kedua putranya.
Dia tahu kalau kedua putranya memiliki jaringan dan interaksi sosial yang sangat luas. Tidak menutup kemungkinan kedua putranya mendapat kolega yang bisa menghasut mereka untuk terjun dalam dunia bisnis yang tidak halal.
Tentu saja, dia sebagai seorang Ibu tidak akan membiarkan kedua putranya untuk bergelut dalam dunia hitam. Walau untuk selebihnya, dia hanya bisa berpasrah dalam doanya.
Amanah dari keluarganya yang terdahulu, masih sangat dia ingat dalam memori ingatannya. Pesan dari Grandpa dan Grandmanya yang harus selalu mengarahkan keluarganya dan terus memantau mereka agar tidak salah arah. Mengingatkan mereka dalam segala hal yang menurutnya tidak baik.
---**---
Beberapa tahun yang silam.,
Presbyterian New York Hospital of Columbia and Cornell, New York, USA.,
Ruangan Inap VVIP.,
Siang hari.,
Beberapa orang yang dia sayangi tengah menjalankan aktivitas mereka masing-masing. Dan pria itu, dia hanya bisa berbaring di ranjangnya yang penuh dengan peralatan medis. Begitu juga dengan beberapa selang yang masih setia menempel di tubuhnya, demi membantunya untuk tetap bernafas.
Dia masih tersenyum memandangi wajah cucu menantu kesayangannya, Adyanta Nawwar Rizky. Cucu menantunya yang masih mengelap kedua tangannya dengan kain basah.
Dia kembali membuka suaranya.
“Aku bersyukur cucuku mendapatkan istri seperti mu, Anta.” Ucapnya tersenyum, tetap membiarkan Anta melakukan kegiatannya.
Mendengar kalimat sang Grandpa, dia mengulum senyumannya.
“Anta juga bersyukur, Grandpa…”
“Karena bisa menjadi istri dari Mas Azur.” Jawabnya dengan seuntai senyuman manis di wajahnya.
Abraham, dia mengangguk iya. Dan kembali membuka suaranya.
“Anta…” Ucapnya dan membuat Anta meliriknya sekilas.
“Iya, Grandpa ?” Ucap Anta seraya bertanya ada apa, dengan kedua tangannya mulai membersihkan sisa air yang menempel di tangan kanan sang Grandpa.
Abraham, dia mencekal kedua tangan sang cucu menantu. Seraya menyuruhnya untuk berhenti dan fokus menatap serta mendengarkan kalimatnya.
Anta, dia menghentikan gerakan kedua tangannya. Dan semakin membenarkan posisi duduknya, semakin mendekati sang Grandpa.
Dia mulai memasang wajah seriusnya. Dia yakin, Grandpanya ingin mengatakan hal penting padanya.
Abraham, dia kembali melanjutkan kalimatnya.
“Terima kasih karena sudah melahirkan dan mengurus keturunan ku dengan sehat.” Ucapnya tersenyum tulus dibalik wajahnya yang sudah penuh dengan keriput.
Anta terdiam. Sejenak dia langsung teringat pada suami dan kedua putranya, Dyrga dan Dyrta.
“Terima kasih, karena kau mau menerima cucuku menjadi suamimu…”
Dia menggelengkan pelan kepalanya, kemudian tertawa ringkih.
“Aku tidak tahu…”
“Apakah ada wanita lain, setelah kau menolaknya…”
“Yang ingin menjadi pendamping hidup cucuku, dengan perilaku dan masa lalunya yang mungkin kau sendiri tidak mampu menerimanya.” Ucapnya seraya membuat sang cucu menantu diam seribu bahasa.
Anta, kemudian dia tersenyum tipis. Dan membalas genggaman erat sang Grandpa.
“Kau tahu, Anta…”
Dia menatap lekat Anta. Seakan tengah memuaskan dirinya untuk menatap sang cucu menantu di sisa umurnya.
“Walau kami tidak tahu, bagaimana pertemuan awal kalian…”
“Tapi pertemuan mu dengan Zizil…”
“Membuat kami yakin…”
Dia tersenyum tulus. Dan mulai meneteskan satu tetes air mata di salah satu sudut matanya.
“Bahwa kau memang wanita yang tepat, yang Allah kirimkan…”
“Untuk menjadi pendamping hidup cucuku, Azzura…”
“Terima kasih sudah memilih dia sebagai suamimu.” Ucapnya lalu mengambil kedua tangan Anta dan mengecupnya lama.
Anta terdiam. Sesungguhnya dia juga memiliki masa lalu yang buruk. Dan hal itu yang membuat dirinya acuh tak acuh dulunya. Dengan perjanjian kotor yang dia buat dengan suaminya, di awal mereka kenal dulu.
Jika membahas masa lalu, sungguh dia bersyukur berkali-kali lipat. Karena mendapatkan pria yang mau menerima dirinya apa adanya, dengan segala kekurangan yang dia punya.
Abraham, dia kembali membuka suaranya.
“Anta…”
“Ini adalah pesan terakhir Grandpa untukmu…”
Anta mengangguk iya, dengan kedua mata mulai memerah.
“Jaga nama baik keluarga kita…”
“Dan tetap awasi suamimu…”
“Tegur dia, jika dia melakukan kesalahan…”
Anta kembali mengangguk iya dalam senyuman yang dibarengi dengan setetes air mata yang jatuh di sudut mata kanannya.
“Dan untuk kedua buyutku…”
Abraham kembali memberikan senyuman hangatnya untuk cucu menantu kesayangannya itu. Yang rela bertukar nyawa demi melahirkan kedua buyutnya, yang mewarisi darahnya.
“Selalu ingatkan mereka untuk hal-hal kebaikan…”
“Dan ingatkan mereka untuk kesalahan-kesalahan yang tidak boleh dilakukan…”
Anta mengangguk iya. Sesekali dia menyapu air mata yang jatuh di kedua sudut mata sang Grandpa.
“Aku berharap padamu, Anta…”
“Kakakmu, Asyafa…”
“Cerita lah padanya jika kau merasa tidak sanggup menanggung semua beban mu sendirian.” Ucapnya dan menarik kedua lengan sang cucu menantu. Seraya ingin memeluknya.
Anta paham, dia langsung memeluk Grandpanya, Abraham. Dan dia tahu, tugasnya sebagai putri dan menantu di keluarga Abraham Althaf.
Karena apa yang dia miliki saat ini, harus dia jaga dengan baik. Dan dia sadar akan satu hal. Bahwa sesuatu yang besar yang dimiliki, akan memiliki resiko tanggung jawab yang besar pula.
‘Aku akan menjaga keluargaku dengan baik, Grandpa. Aku berjanji…’
---**---
Beberapa tahun yang silam.,
Mansion Al-Bakhri, Dubai, Uni Emirat Arab.,
Kamar Abraham Althaf.,
Malam hari.,
Beberapa tahun setelah meninggalnya suaminya, Abraham. Uzma memilih untuk tinggal di Dubai bersama dengan cucu perempuannya, Asyafa.
Dan sesekali Zu dan Anta beserta dengan kedua putranya menjenguknya disana. Zharif dan Syarifah juga masih tinggal dia mansion yang sama dengan Zu dan Anta.
Mengingat kedua cucu mereka yang sedang aktif-aktifnya. Mereka juga paham, kalau Anta tidak mungkin mengurusnya seorang diri. Karena mereka juga tidak mau memakai jasa babysitter.
Saat ini, Uzma tengah beristirahat bersama dengan cucu menantunya, Anta. Dan entah kenapa, dia sangat ingin tidurnya mala mini ditemani oleh Anta.
Anta, dia merapikan selimut menutupi tubuh mereka. Dan membuka suaranya.
“Grandma ?”
“Memikirkan apa ?”
“Kenapa senyum-senyum seperti itu ?” Ucap Anta seraya bertanya, dan sedikit membenarkan bantal sang Grandma sebagai sandaran punggungnya.
Uzma, dia tersenyum. Mengelus pelan lengan sang cucu menantu.
“Tidak ada, Anta…”
“Grandma mau bicara sesuatu sama kamu…” Ucapnya lalu menghela panjang nafasnya.
Anta, dia memposisikan duduknya sedikit menghadap sang Grandma. Dan mulai memandangnya serius, dengan senyuman tipis di kedua sudut bibirnya.
Uzma, dia menangkup kedua tangan sang cucu menantu. Dan kembali melanjutkan kalimatnya.
“Grandma bahagia…” Ucap Uzma mengungkapkan kalimat yang selalu menghiasi perasaannya setiap hari.
Anta tersenyum dan mengangguk iya. Dia mencium tangannya. Dan juga menyelanya.
“Bahagia sebab apa, Grandma ?”
Uzma kembali membuka suaranya.
“Kamu mau bertahan untuk cucuku, Azur.” Ucapnya sedikit tersenyum tipis.
Deg!
Anta kembali mengenang masa-masa sulitnya membangun hubungan seriusnya dengan suaminya, Zu dulu. Haruskah dia mengingat semua kenangan manis bercampur pahit itu lagi, pikirnya.
“Tolong jaga cucuku…” Ucapnya seraya meminta pada Anta.
“Aku tahu Azur sangat mencintaimu…”
“Dan hanya kau yang bisa membuatnya mengerti…”
“Menegurnya walau sebatas perihal kecil…”
“Juga tolong jaga buyut kami…”
“Keturunan kami.” Ucapnya lagi meminta.
Anta kembali tersenyum tipis. Dan merundukkan pandangannya ke bawah.
“Anta…”
Seketika dia kembali mendongakkan kepalanya.
“Grandma tahu…”
“Kau sangat bijak…”
Dia menatap lekat cucu menantunya. Dia tahu, kalau Anta sudah sering mendapatkan pesan-pesan dari keluarganya yang lain. Mengingat Anta adalah wanita satu-satunya yang akan membimbing keturunan resmi Abraham Althaf.
Karena cucunya, Asyafa sudah menolak untuk menerima warisan dari mereka. Sebab suaminya juga memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keluarga mertuanya.
“Jangan pernah Lelah memberikan nasehat kecil untuk suamimu…”
“Juga untuk kedua putramu, Dyrga dan Dyrta…”
“Tolong jangan pernah lelah…”
Anta mengangguk iya.
“Karena hanya kau yang mereka punya…”
“Hanya kau yang akan mereka dengar…”
“Hanya kau rumah mereka untuk mengeluh dan berbagi rasa lelah.” Ucapnya membelai wajah sang cucu menantu.
Anta kembali mengangguk iya. Dia lalu mendekati sang Grandma, dan memeluknya.
“Anta berjanji, akan selalu mengingat semua pesan-pesan, Grandma…”
‘Anta janji, Grandma…’
‘Akan menjaga nama baik keluarga kita…’
‘Anta janji…’
…
Mengingat semua pesan-pesan itu, membuatnya selalu ingat dan selalu membiasakan diri untuk tetap mengingatkan kedua putranya. Agar tetap menggenggam sang putra sampai mereka benar-benar mendapatkan pendamping hidup yang sesuai dengan harapan dia sebagai seorang Ibu.
Setelah sang Mommy selesai memberikan nasehat seperti biasanya. Dyrga dan Dyrta, kemudian mereka mengangguk iya seraya paham dan ingat dengan ucapan Mommy mereka.
Dyrta masih diam, mendengar abang nya Dyrga masih berbicara kepada Mommy nya. Saat kalimat abang nya Dyrga selesai diucapkan, dia mulai membuka suaranya sambil membelai lembut pipi kanan sang Mommy.
“Mom, aku tidak bisa menjanjikan apapun padamu…” Ucap Dyrta melempar senyuman tulusnya sebagai seorang anak kepada sang Mommy.
Zu yang mendengar itu, tentu saja dia tahu makna dari kalimat itu. Dia juga mengerti kalau putra bungsunya itu pasti berkelakuan b***t di luaran sana.
Meskipun hingga saat ini, dia masih belum bisa mencari tahu apa pekerjaan sampingan putra bungsunya itu selain balapan liar. Dan dia juga mengakui kalau putra bungsunya, Dyrta persis seperti dirinya.
Menutup rapat pekerjaan liarnya tanpa diketahui sedikit pun oleh dia dan keluarganya yang lain.
Anta ?
Tentu saja dia juga paham. Kalau putra bungsunya itu tidak pernah mengiyakan ucapannya. Sebagai kalimat tidak langsung, kalau putra bungsunya itu pasti melakukan hal yang tidak pernah dia sukai.
Dyrga ?
Dia tentu tahu segalanya tentang saudara kembarnya itu. Apapun pekerjaan haramnya, dia selalu tahu seluk beluknya.
Mereka bertiga masih diam mendengarkan kalimat Dyrta.
“Aku hanya bisa mengatakan kalau aku akan selalu mengingat pesan-pesan mu, Mom. Dan aku berjanji…” Ucap Dyrta semakin merundukkan tubuhnya. Hingga wajahnya tepat berada di telinga kanan sang Mommy.
Zu dan Dyrga saling mengernyitkan kening mereka.
“Menantu mu akan secantik dan seseksi dirimu, Mom…” Ucapnya berbisik pelan dan direspon pukulan kecil di d**a bidangnya oleh Mommy nya, Anta.
Zu dan Dyrga tersenyum sambil menggelengkan kepala mereka melihat tingkah Dyrta yang selalu sukses membuat wanita yang mereka sayangi itu terhibur dan tertawa.
Dyrta lalu tersenyum dan mengecup singkat pipi kanan sang Mommy.
“Dasar!” Ucap Anta lagi dengan wajah sebalnya. Karena putra bungsunya itu, lagi-lagi berhasil menggodanya.
Dyrga dan Dyrta lalu mengecup tangan kanan Mommy mereka. Dan mencium kembali keningnya.
Mereka lalu berpamitan kepada sang Mommy dan Daddy mereka. Dan tidak heran jika Daddy mereka hanya menyapa mereka hanya dengan dehemannya saja.
Mereka masuk ke dalam mobil masing-masing. Melajukan mobil mereka dengan membunyikan klakson mobil mewah mereka sebagai tanda pamitan mereka dari mansion mewah dan megah itu.
Zu hanya diam melihat kepergian mobil kedua putranya yang berperawakan sama seperti dirinya. Mungkin hanya berbeda sifat dan perilakunya saja.
Berbeda dengan Anta, dia tentu saja tersenyum melepas kepergian kedua putranya untuk menjalankan aktivitas mereka seperti biasa. Karena bagi seorang Ibu, Anta merasa senyuman pagi bisa membawa dampak positif untuk hari yang akan dilalui oleh kedua putranya. Mengingat kedua putranya sama sekali belum pernah mengenalkan kekasih mereka kepada mereka berdua.
Saat mobil mewah kedua putranya sudah melaju dengan kencang dan terlepas dari pandangan mereka. Sang suami langsung membalik tubuhnya, dan merampas bibirnya begitu saja.