“Aku tidak bisa, aku tetap harus pergi hari ini.”
Bahkan menjelang detik terakhir keberangkatan untuk ke Korea, Shina masih bimbang. Dia mendapat permohonan dari sang om untuk menemui profesor Ethan. Sementara hatinya tak berkenan, selain karena ia tak kenal baik dengan sang profesor, Shina sendiri sudah tak betah lama-lama di sini.
“Hai, Sayang! Kau butuh bantuan untuk membawa semua ini?” tawar Zul yang baru datang dan melihat koper-koper yang disiapkan oleh sang istri.
“Aku akan membantumu dan mengantarmu sampai naik pesawat. Jam berapa kau terbang nanti?” Zul bertanya lagi.
Akan tetapi, Shina tetap mondar-mandir kebingungan tanpa menjawab satu pun pertanyaan Zul.
“Sayang ...?” panggil Zul sekali lagi.
“Ah, iya! Ada apa, Profesor Ethan memanggilku!” timpal Shina yang membuat Zul agak terkejut.
Tidak hanya Zul, Shina juga ternyata kaget karena telah kelepasan. “Oh, jadi kau, Zul? Maaf, aku hilang fokus dan terus mengingat Profesor Ethan.”
“Jadi ... kau ingat pada pria lain di depan suamimu sendiri?” sindir Zul seakan sedang terluka.
“Apa maksudmu!” timpal Shina yang tak peduli.
“Katakan padaku, kau ada masalah apa dengan Profesor Ethan?” Zul berbaring di atas ranjang yang ada di apartemen studio milik Shina.
Shina menggeleng. Gadis itu berpikir, ini bukan sesuatu yang bisa diselesaikan oleh Zul.
“Katakan saja! Sekalipun aku tidak bisa membantu, setidaknya kau sudah meluapkan uneg-uneg dalam pikiranmu! Kau ini hendak menempuh perjalanan jauh ke Korea sana, jika kau tidak enak hati begini, kau tidak akan menikmati perjalananmu.” Zul berdiri dan menarik tangan istrinya untuk mendekat.
Shina menjauhkan tangannya dari Zul. Entah kenapa, sentuhan yang diberikan oleh Zul di setiap bagian tubuhnya terasa seperti sengatan listrik yang membuat jantungnya berdebar lebih kencang dari biasa.
“Om memintaku untuk mengurus masalah Profesor Ethan agar dia mau bekerja sama dengan rumah sakit kita. Tapi ... aku tidak kenal baik dengannya ....”
“Kalau begitu, kenapa dia memintamu? Kudengar, dia juga mengirim Adi untuk mendekati profesor! Padahal, kalau aku pikir-pikir ... Adi itu orang yang tidak jujur! Dia tidak akan mungkin bisa lolos begitu saja dengan tesis yang buruk itu!” komentar Zul.
“Kenapa kautahu tentang Adi yang diminta mendekati profesor?” tanya Shina yang sudah berhenti mondar-mandir.
“Ah ... itu ....” Zul mendadak kikuk dan menggaruk belakang kepalanya. “Aku hanya ... sering mendengar saat bekerja di rumah sakit. Gosip tentang keluarga Handoko selalu jadi topik hangat untuk mereka bahas!”
Shina pun terkekeh. “Apa-apaan! Kau bicara seakan kau adalah Profesor Ethan.”
Mendengar itu, Zul hanya tertawa. “Ah, iya! Kau jadinya bagaimana? Mau berangkat? Atau tinggal di sini untuk menyelesaikan permintaan keluargamu itu?”
Kali ini Shina hanya mendesahkan napas. Dia mendudukkan diri di ranjang, lalu melepas kembali sepatunya.
Kemudian sepatu itu dilemparkan tidak terlalu jauh darinya. Suara salah satu sepatu yang menghantam lantai itu terlalu keras, tapi mata Zul begitu awas mengikuti bunyi tersebut. Sehingga ketika salah satu sepatu lagi hendak menghantam lantai, dia pun segera menangkapnya.
“Wow! Apa-apaan tadi?” Shina terkejut melihat refleks dari Zul yang begitu baik.
“Ah, ini ... hanya spontan saja! Jadi bagaimana? Aku akan membantumu apa pun pilihan yang akan kamu ambil!” tutur Zul sembari menyimpan sepatu milik Shina dan merapikannya di tepi ruangan.
“Memang kalau aku memilih untuk mendatangi Profesor Ethan, kau akan membantuku seperti apa? Kau tidak mengenalinya! Lagi pula, dia hanya bisa ditemui saat akhir pekan saja! Bahkan tadi ... saat aku coba menghubungi orang rumah sakit, dia mengajukan cuti. Padahal dia hanya bekerja di sana hanya Sabtu dan Minggu, tapi hari Minggunya malah cuti, dia benar-benar sulit ditemui!” keluh Shina yang pada akhirnya dia memilih berbaring lagi di ranjang.
Zul duduk di lantai sambil menekuk kaki. Dia mengangguk seakan mengerti keresahan Shina. “Kalau Sabtu dan Minggu tidak bisa ditemui, kenapa kau tidak temui saja dia di hari lainnya? Mungkin hari Senin?”
“Tidak ada yang tahu, ke mana perginya Profesor Ethan di hari Senin – Jumat!”
“Ah, baiklah-baiklah! Kalau memang sesulit itu! Kau lebih baik menyerah saja dan pulang ke Korea! Aku akan membantumu!”
Shina menoleh dengan posisi tetap berbaring. Dia menatap pada Zul yang duduk di lantai, sementara dirinya ada di ranjang. “Kau mau membantu apa? Aku bisa sendiri.”
“Aku akan mengantarmu! Aku akan mengantarmu sampai ke Korea dengan selamat!” celetuk Zul yang membuat Shina tertawa.
“Kau ... tertawa?” Seketika Zul diam dan menatap betapa manisnya saat Shina sedang berbahagia. “Kau tertawa? Atau menertawakanku?” tanyanya lagi.
Shina pun menutup mulut, mencoba menghentikan tawa yang menggelitik dirinya. “Tidak! Aku tidak menertawakanmu! Hanya saja ... sudah sekian lama aku tidak menerima gombalan dari laki-laki yang benar-benar menggombal dan itu terdengar lucu.”
“Gombal? Menurutmu, aku bicara kebohongan?”
Sambil mengedipkan kedua mata, Shina mengangguk.
“Aku serius! Aku akan menemanimu dan mengantarmu sampai ke Korea! Dan tinggal di sana bila perlu!”
“Zul ... aku tahu kamu orang yang baik. Sementara perempuan sepertiku, tidak pantas untuk mendapatkan cinta yang begitu tulus darimu. Itu kenapa, aku berkata ... agar kita menjaga jarak. Aku tidak akan pernah mencintaimu tapi ... aku sendiri terpaksa tak bisa mengakhiri pernikahan ini. Aku menyiksa perasaanmu, mengikat dirimu, meski kau seharusnya bisa mendapatkan kehidupan yang lebih bahagia daripada menikah denganku ....”
“Ssssst!” Zul langsung menghampiri dan menutup mulut Shina dengan telunjuknya.
“Aku sudah tahu! Tapi ... jangan pernah merasa bersalah dengan semua ini. Mungkin kau terpaksa menjalani pernikahan ini dengan aku, orang yang tidak kaucintai. Tapi kau itu perempuan yang sangat pantas dicintai!” tutur Zul dengan serius sambil memegang tangan Shina.
Perempuan itu mengubah posisinya menjadi duduk di ranjang sementara Zul berlutut di atas lantai menggenggam tangannya.
“Aku berjanji akan membahagiakanmu, aku akan melakukan apa pun untuk membuatmu mencintaiku.” Zul berkata lagi sambil menatap Shina.
Gadis yang sedang mendapat pengakuan cinta itu mendadak gemetar dan berkaca-kaca. Dia gugup sampai bingung dan memalingkan wajah. “Ah, maaf!” ucapnya karena tak bisa menatap Zul lagi.
Semakin dia melihat pria di depannya, semakin tak bisa ia kendalikan detak jantungnya.
Dering ponsel Zul berbunyi. Suara itu akhirnya memecahkan kecanggungan di antara mereka berdua.
“Aku ... harus mengangkat telepon terlebih dahulu!”
Zul permisi untuk pergi ke balkon dan menutup pintunya. Pria itu mengeluarkan ponsel dan mengangkat panggilan dari kontak dengan nama ‘Mama’.
“Halo, Ma?”
“Ethan, papamu ... menghubungi mama. Dia ... ingin kau datang di acaranya. Katanya kau sudah dikirimi pemberitahuan tapi kau tidak membalasnya.”
“Aku akan hubungi mama lagi nanti untuk membahas soal itu. Sampai jumpa!”
Zul menutup kembali ponselnya. Dia tampak merenung dan mengeluarkan sebelah tangannya yang memegang ponsel lain dari dalam saku jas.
Pria itu pun mengetik sebuah pesan dari nomor tersebut.
“Aaaaaa! Benarkah ini?” Dari dalam, Zul mendengar Shina teriak kegirangan.
Saat itu juga, pria itu pun kembali ke kamar dan melihat apa yang sedang dilakukan oleh istrinya. “Ada apa? Kau tampak girang sekali?” tanya Zul.
“Kautahu, Zul? Profesor Ethan mau bertemu denganku! Dia mau kita bertemu dalam satu jam lagi di sebuah restoran yang sepertinya dekat sini!” tutur Shina sambil melompat kegirangan.
Zul mengangguk turut senang. “Benarkah? Bagus sekali! Kalau begitu, kau masih bisa menemui profesor itu dan kemudian pulang ke Korea malam ini!”
“Benar! Kau tidak apa-apa, kalau aku pulang ke Korea hari ini?”
“Tidak apa-apa! Lantas aku harus menahanmu agar kau tidak pergi? Memangnya aku anak-anak!” ucap Zul. “Lagi pula ... dalam waktu dekat kau akan memutuskan untuk tinggal di Indonesia. Lihat saja nanti!”
“Kau sangat percaya diri!” timpal Shina.
“Aku bilang, lihat saja nanti!”
Shina pun terkekeh. “Baiklah, kalau begitu aku balas dulu pesan dari Profesor Ethan, ya!”
Zul tersenyum sambil memasukkan kedua tangan dalam saku jas. Dia merasakan ada sebuah getaran yang berasal dari salah satu ponselnya. Pria itu hanya tersenyum, tanpa membuka pesan yang ia terima saat itu juga.
**
[Baik, Profesor Ethan! Saya akan menemui Anda di waktu dan tempat yang telah ditentukan!] ~ My Wife