4. Zulius Dan Istrinya! Siapa Mereka?

1322 Kata
Shina pun memutuskan untuk tidak kembali ke Korea terlebih dahulu. Meski dalam hatinya ragu dan tak percaya bila semua hadiah itu pemberian dari Zul. Pasalnya, mungkin nama bisa sama ‘Zulius’ tapi ... mana mungkin itu Zul? Dari mana Zul dapat semua itu? “Shina kenapa kau tidak sumbangkan suara emasmu di panggung? Sudah lama kami tidak mendengarkan suara merdumu menyanyi!” ujar Doni Suryana Handoko, si anak sulung pimpinan. Shina sebenarnya sedang gugup, tapi dari kejauhan Zul memberinya semangat. Sehingga dia pun akhirnya menuruti permintaan sang keluarga untuk menyanyikan lagu di acara ini. Ini adalah pertama kalinya bagi Zul melihat Shina menyanyi secara langsung sedekat ini. Bagi Zul, Shina adalah perempuan sempurna yang telah ia pilih untuk dijadikan istri. Ia tidak menyesal, walau Shina butuh waktu seumur hidup untuk belajar mencintainya. Tapi Zul berjanji dalam hatinya sendiri, jika di ujung hidupnya nanti, dia pasti mendapat kesempatan untuk merasakan cinta dari Shina, walau hanya satu detik sebelum ia mengembuskan napas terakhir. Semua tamu undangan menatap pada Shina dan merasa takjub oleh perempuan itu. Shina sangat cantik, satu-satunya cucu perempuan di keluarga Handoko. Selama ini keluarga tersebut selalu melahirkan anak laki-laki dan Shina adalah keturunan perempuan pertama yang telah lahir. “Sayang sekali, anak secantik Shina tidak menjadi menantu di keluarga kita!” ujar salah seorang tamu undangan yang berada di depan Zul. Meski terdengar, Zul mencoba mengabaikan. “Iya, dia memilih pasangan hidupnya sendiri!” “Padahal dari yang kudengar, suaminya itu hanya petugas kebersihan rendahan yang bekerja di rumah sakit. Bukan dari keluarga terhormat!” “Ah, yang benar! Tapi tadi aku mendengar selentingan jika hadiah tiga buah air ambulance itu adalah hadiah dari suami Shina.” “Tidak! Tanya saja pada Doni! Tadi Doni sendiri yang mengatakan jika hadiah itu tidak mungkin dari Zul si orang miskin.” Doni yang dimaksud adalah Doni Suryana Handoko, si anak sulung dari pimpinan saat ini. “Tapi tadi aku dengar, nama pengirimnya adalah ‘Zulius’. Bukankah itu nama dari suaminya Shina?” “Iya, benar! Namanya adalah Zulius!” “Ah, benar juga, sih, namanya Zulius! Tapi Zul suaminya Shina itu ... hanya orang miskin! Nama bisa sama, tapi orangnya pasti berbeda!” Zul yang kebetulan berada di dekat mereka pun berjalan melewati mereka. Menunjukkan wajah dengan tersenyum lebar pada orang-orang yang baru saja membicarakan dirinya. “Oh, astaga!” Salah satu dari mereka terkejut. “Santai saja! Saya terlalu fokus melihat istri saya menyanyi! Saya tidak mendengar dengan jelas pembicaraan kalian!” tutur Zul yang kemudian langsung pergi. Semua tamu yang tadi membicarakannya langsung merasa kebakaran jenggot karena telah terciduk menggosipkan Zul. Sementara itu, Zul langsung menghampiri istrinya ke dekat panggung. Dia menyodorkan tangannya untuk Shina dan membantu perempuan itu untuk turun. “Aku bisa sendiri!” tolak Shina tanpa menatap ke arah Zul sama sekali. Dia melangkah meniti tangga kecil sambil mengangkat gaunnya. “Aduh!” Bagaimanapun juga, tangga itu terlalu kecil sementara Shina memakai sepatu hak tinggi dan juga gaun yang panjangnya menutup betis. “Hati-hati, Sayang!” Beruntung, Zul tetap ada di dekat Shina walau perempuan itu telah menolaknya. Setidaknya ada yang menangkap Shina saat perempuan itu terjatuh. Shina sempat berdegup dengan kencang saat bertatapan mata dengan Zul. Tapi perempuan itu dengan cepat menyadarkan dirinya kembali dan dia pun segera bangkit untuk menjauh dari sang suami. “Aku ... tidak apa-apa! Seharusnya kau biarkan aku terjatuh begitu saja!” gerutu Shina sambil berjalan terlebih dahulu. “Kau telah menyanyi dengan baik. Aku suka mendengarnya!” puji Zul terhadap istrinya. ** Acara pesta pun berakhir dan semuanya telah kembali ke rumah masing-masing. Meski sebenarnya di benak semua tamu undangan, termasuk juga benak keluarga pimpinan sendiri, mereka bertanya-tanya terhadap kedatangan hadiah fantastis pemberian Zulius dan Istrinya. Apa yang dimaksud dengan nama ‘Zulius dan Istri’ adalah Zul dan Shina? Semua orang memungkiri itu. “Kalian bisa tinggal di rumah Om dan Tante untuk sementara. Karena bagaimanapun juga kontrakan Zul itu hanya satu petak, mana mungkin bisa digunakan sebagai tempat tidur dua manusia!” tutur sang om saat mereka hendak pergi. “Emmm ... tidak perlu, Om, saya sudah menyewa apartemen untuk tinggal sementara selama di sini.” Shina menolak. “Begitu, ya! Ya sudah!” Tidak ada perkataan apa-apa lagi di antara mereka. Shina dan Zul masih berada di lobi gedung sementara keluarga Handoko telah meninggalkan mereka dengan mobil mewahnya. Di dalam mobil Doni Sunarya Handoko, si anak sulung, dia masih memikirkan hadiah fantastis yang baru saja diterima saat acara ulang tahun hari jadi rumah sakit. “Pak, bisa kau periksa lagi uang yang dikirimkan itu masih ada atau tidak?” titah Doni pada asistennya. Dia masih tak percaya ada donatur yang tidak mereka kenal mengirim uang donasi sebesar itu di acara ulang tahun rumah sakit yayasan. “Uang itu masih ada, Tuan! Sebesar dua milyar rupiah dan masuk ke saldo rekening kas milik yayasan.” Sang asisten menjawab dengan gamblang. Doni masih tak percaya jika ini adalah nyata. “Bagaimana dengan Air Ambulance?” “Pesawat-pesawat itu akan tiba dua hari lagi dan akan memiliki basis parkir di Bandara Halim. Sepertinya si pengirim sudah memperhitungkan semuanya! Status pengiriman pesawat ambulans tersebut semuanya dapat diperiksa di sini!” Sang asisten yang duduk di bagian depan menyerahkan tablet kepada Doni. Pria itu memeriksa kebenaran mengenai ambulans udara untuk rumah sakit mereka. Tidak hanya Doni, bahkan istrinya yang duduk di samping Doni ikut memeriksa. Dadanya sungguh panas jika memang benar Shina mengirim tiga pesawat ambulans yang itu artinya lebih banyak dari pemberiannya. “Ah, tidak mungkin! Tidak mungkin ini hadiah dari Shina! Tidak mungkin!” Sama seperti yang lain, mereka juga memungkiri jika Zulius yang dimaksud adalah Zul yang mereka kenal. Pasti ada orang dermawan lain dengan nama Zulius yang mengirimkan semua itu untuk yayasan mereka. ** Di dalam lift menuju ke apartemen, Shina tidak sendiri. Dia berdua dengan Zul yang terpaksa ia ajak. “Emm, maaf masih berantakan! Aku belum sempat membersihkan saat berangkat tadi pagi!” tutur Shina begitu mereka sampai di apartemen. Dia langsung memunguti barang-barang yang berserakan dan juga sampah makanan yang ada di dekat pintu masuk. Zul hanya mengangguk-angguk sambil membantu memungut barang dan menyimpannya. “Kau sampai di Indonesia kapan?” tanya Zul sambil menggulung kabel bekas pengering rambut. “Emmm ... kemarin sore! Aku baru selesai menangani pasien yang sedang ingin dilaser, lalu aku langsung terbang kemari. Jadi aku belum sempat istirahat dan aku baru bisa tidur setelah tiba di apartemen ini. Makanya ... semuanya berantakan,” ucap Shina agak malu-malu meski sepertinya Zul sama sekali tidak mempermasalahkan itu. “Ah, iya! Kau atau aku yang mandi duluan?” tawar Shina. “Kau saja! Aku nanti mandi di tempatku saja!” jawab Zul sambil lanjut membereskan tempat tidur milik Shina. “Ah, begitu? Jadi kau mau kembali lagi ...?” “Ya, kenapa?” Wajah Shina kembali merah padam. “Ah, tidak! Tidak! Bukan berarti aku mengharapkan kamu tidur di sini! Tidak begitu! Aku ... hanya mengira kau ingin menginap! Jika tidak ya, tidak apa-apa!” Zul menggembungkan pipi karena menahan tawa. Tapi dia senang, karena hari ini dirinya banyak bicara dengan istrinya. “Rasanya masih seperti mimpi saat melihatmu di sini!” ucap Zul. Shina tak menggubris, dia masih merasa malu oleh kata-katanya sendiri sebelumnya, jadi perempuan itu langsung menuju ke kamar mandi. Apartemen telah kembali rapi, bahkan Zul memasang wangi aroma terapi sehingga wangi vanila menguar di kamar ini. Setelah usai membereskan kamar, sementara Shina masih belum juga keluar dari kamar mandinya, Zul pun duduk seorang diri di balkon. Dia mengeluarkan ponsel dan membaca pesan-pesan yang ia terima. Lalu ada satu buah pesan yang sebenarnya telah ia terima sejak siang tadi, akan tetapi oleh Zul baru dibuka malam ini. [Aku harap kau mengerti dengan ketulusanku untuk mengajakmu kembali, Ethan! Semua yang kuberikan itu bukan cuma-cuma!] Pesan itu datang dari nomor baru yang tak diberi nama oleh Zul. Zul pun mengetik sebuah balasan pesan untuk nomor tersebut. [Aku akan memikirkannya kembali, Papa! Terima kasih hadiahnya!]
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN