“Bi Ijah, segera panggilkan dokter.” Pinta Nyonya Sarah. Yang kebetulan bi Ijah baru saja masuk ke dalam kamar Fina.
“Baik, nyonya.” Bi Ijah, tanpa menolak dia segera pergi.
Sementara Bagas dia berdiri mengamati wajah wanita itu. Teringat dalam pikiranya, untuk menghubungi orang tua Fina diam-diam. Dia juga sudah merencanakan hal yang tak terduga sebelumnya. Membuat heboh keluarganya. Sebelumnya Bagas sudah mengetahui rumah Fina, nomor keluarganya. Asisten pribadinya sudah mencari tahu semua tentang wanita yang sekarang masih berbaring di ranjangnya.
“Sepertinya kita pergi dari sini, biarkan dia tidur sampai dokter datang.” Bagas segera pergi meninggalkan Fina. Sementara Nyonya Sarah dia juga pergi dari sana. Bagas berjalan keluar, tanpa sengaja berpapasan dengan ayahnya. Ayahnya melihat bagas membawa wanita lain. Dia sangat marah.
“Siapa wanita yang akan kamu nikahi itu?” Tanya Ankara ayah, Bagas. Terlihat dari wajahnya jika laki-laki paruh baya itu terlihat sangat marah.
“Anda pasti akan senang dengan apa yang saya lakukan jika anda tahu siapa wanita yang aku nikahi.” Ucap Bagas sinis. Dia dan ayahnya tidak pernah akur sama sekali. Meski dia adalah pewaris tunggal. Dia dan ayahnya punya pikiran yang berbeda, Dan, bagas mempunyai perusahaan dia sendiri yang susah payah dia bangun, dan dia kelola sendiri.
“Apa kamu sudah tidak waras, calon istri kamu baru saja meninggal. Dan ini belum juga genap satu minggu kematiannya kamu menikah dengan wanita lain.” Pekik ayahnya.
“Aku tahu, tapi. Undangan sudah terlanjur di sebar. Tapi, setelah pernikahan aku tetap akan ke rumah Indah. Untuk mengenang kematiannya.” Jawab Bagas tanpa rasa bersalah sama sekali.
“Batalkan semua pernikahan ini, aku tidak mau melihat kamu berbuat keji seperti ini.” Tegas Ankara pada anaknya.
Bagas tersenyum simpul. Dia menarik sudut bibirnya tipis. Melangkah satu langkah ke depan mendekati ayahnya. “Apa anda tahu anak siapa dia?” Tanya Bagas.
“Tidak perduli anak siapapun itu, cepat kembalikan dia pada orang tuanya.” Ankara ayah Bagas semakin murka dengan sikap Bagas.
“Tidak akan, aku akan tetap menikahi dia. Namanya Fina, dia adalah anak dari marcel pemilik peruasahaan IDC Group, perusahaan yang hampir membuat perusahaan ayah bangkrut bulan lalu.”
Mendengar kata itu Ankara terdiam, dia masih mengingat betul gimana Marcel memperlakukan dia seperti gembel. Saat dia mencoba meminjam uang, atau bahkan mencoba untuk bekerja sama. Selalu di tolak mentah-mentah olehnya. Dan, sekarang perusahaannya bersaing ketat dengan perusahaan IDC Group. Tidak ada kata teman dalam persaingan itu. Hanyalah kata musuh yang tertanam di hati dan pikirannya. Perlakuan kasar ayah Fina, bernama Marcel telah membuat malu ayah Bagas, tuan Ankara.
“Aku akan membalas dendam atas kematian calon istriku, dan atas sikap keluarganya yang semena-mena dengan kita dulu.” Ucap Bagas.
“Jika memang dia adalah anak dari Marcel, maka lakukan apa yang ada di pikiran kamu sekarang. Aku tidak suka dia bahagia.” Ucap tuan Ankara penuh dendam. Bayangan otaknya hanya ingin balas dendam pada Marcel.
Bagas tersenyum, dia hanya menganggukkan kepalanya pelan. Dan, segera pergi dari hadapan ayahnya.
----
Setengah jam berlalu, dokter sudah datang. Bagas segera menunjukan dimana Fina sekarang berbaring. Dan, membiarkan dokter itu memeriksa keadaan Fina saat ini. Fina masih belum sadarkan dirinya, saat dokter memeriksanya. Dia melihat tangan Fina memar, dan membiru. Saat dia mengangkat kepalanya dan menatap ke arah Bagas. Laki-laki itu membalas tatapan dokter dengan tatapan tajam dan angkuh.
“Jangan berpikir macam-macam, tugas kamu hanya memeriksa dia. Paham!” pekik Bagas, seolah dia sudah tahu apa maksud dari tatapan tidak suka dokter itu padannya.
“Baiklah, maaf sebelumnya.” Dokter itu segera berdiri. Dia menuliskan sebuah resep obat untuknya.
“Sebenarnya dia baik-baik saja, hanya saja dia kurang tidur. Dan, perutnya juga kosong. Belum menerima makanan sama sekali.”
“Apa dia di penjara tidak makan sama sekali?’ gumam Bagas lirih, dia menatap wajah Fina. Lalu kembali menatap ke arah dokter yang kini sudah berada di depannya.
“Kalau begitu saya pamit pulang lebih dulu. Semua resep obat untuk pereda nyeri kepala atau membuat daya tahan tubuhnya terjaga.” Ucap sang dokter. Dia memberikan satu lembar kertas kecil pada Bagas.
“Baiklah, sekarang cepat pergi.” Pinta Bagas jutek.
“Segera kasih makan dia, tubuhnya benar-benar sangat lemas.”
“Iya.” Jutek Bagas.
Setelah dokter itu pergi, bagas segera memberikan resep itu pada Bi Ijah yang berdiri tak jauh darinya. “Bi.. belikan ini semuanya. Dan, siapkan makanan lebih dulu bawa ke sini segera.” Pinta bagas.
“Baik, tuan” Bi Ijah tertunduk dia segera pergi menyiapkan makanan.
----
Setelah hampir satu jam dia pingsan Fina sudah membuka matanya. Kedua bola matanya berkeliling melihat sekitarnya. Dan, tangan kanan memegang kepalanya yang masih terasa sangat pusing.
“Apa yang terjadi denganku?” ucap lirih Fina.
“Kamu pingsan!” Saut Bagas, berjalan masuk ke dalam kamarnya. Dia duduk di samping ranjang Fina.
“Pingsan?” Tanya Fina bingung.
“Iya… Sekarang lebih baik kamu makan. Sebentar lagi ijab Kabul kita. Aku tidak mau jika semua berantakan hanya karena kamu.” Fina terdiam, mendengar kata ijab Kabul dia terasa sangat berat.
Apa benar aku akan menikah? Aku masih belum siap menikah? Dan, sekarang aku harus terjebak dalam sebuah pernikahan yang sama sekali aku tidak tahu apa maksud dari semuanya… Aku bingung kenapa dia mau menikah denganku, padahal kuburan kekasihnya belum juga kering.
“Cepat makan!” pinta Bagas mengeraskan suaranya. Fina yang terkejut dengan suara keras Bagas, dia segera duduk bersandar di kepala king size miliknya.
“Baiklah!” ucap Fina. Suaranya terdengar sangat lemas.
“Apa yang kamu lakukan?” Tanya Bagas.
“Bukanya kamu memintaku untuk makan?” ucap Fina.
“Baiklah, cepat makan. Dan, segeralah pakai kebaya yang sudah di siapkan untuk kamu. Jangan tunjukan wajah sedih kamu didepan semua orang.” Tegas Bagas.
---
Pesta pernikahan di mulai, semua tamu undangan juga sudah datang di gedung yang sudah disiapkan sebelumnya. Orang tua bagas sebelumnya menyewa gedung megah untuk pesta pernikahan bagas bersama dengan Indah. Saat semua tamu undangan sudah menunggu calon mempelai. Bagas belum juga berangkat dari rumahnya. Dia masih menunggu Fina yang masih make up. Bagas bersandar di dinding menatap ke arah Fina.
“Apa masih belum selesai juga?” Tanya Bagas yang sudah tidak sabar menunggu. Dia terus melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah hamper 15 menit dia menunggu.
“Sebentar lagi, tuan!” ucap perias itu.
“Percepat, tamu sudah pada menunggu.” Ucap Bagas.
“Bagas.. apa masih belum selesai juga?” Tanya Nyonya Sarah, dia sudah terlihat sangat cantik dengan kebaya yang dia pakai begitu pas dengannya.
“Kalian pergi saja dulu, aku dan dia akan segera menyusul nantinya.” Ucap bagas.
“Baiklah, Kita pergi dulu.” Ucap Ankara.
“Iya.. kalian jangan lama-lama, tamu sudah lama menunggu.” Timpal mamanya.
“Iya..”
“Iya, udah. Nanti hati-hati.” Ucap nyonya Sarah. Lalu, beranjak pergi lebih dulu bersama suaminya.
Sementara Fina dia masih saja diam seolah dia sama sekali tidak peduli dengan suara di sekitarnya. Fina sedari tadi terus melamun. Di pikiran dia saat ini adalah orang tuanya dan Kino. Dia merasa bersalah tidak mengundang mereka. Tapi, Fina takut jika melukai mereka nantinya. Pernikahan dadakan ini membuat dirinya merasa bingung. Tapi dia juga terpaksa dengan keadaan.
Fina semakain menatap lekat-lekat bayangan dirinya di depan cermin. Dia mencengkeram kain jarik yang sudah membalut ke dua kakinya. Dia menarik napasnya dalam-dalam, mencoba untuk tetap tenang.
Fina.. kamu harus kuat.. kamu tidak boleh sedih.. Kamu harus kuat, apa yang sudah kamu perbuat. Kamu juga harus menerima kosekuensinya. Ingatlah, jangan pernah menunjukan jika kamu lemah. Apapun yang terjadi kamu harus mampu tegar menghadapi semuanya.
“Mbak, anda terlihat sangat cantik.” Ucap perias itu pada Fina. Membuat Fina tersadar dari lamunannya, dia mengangkat badannya dan menatap dirinya sendiri di depan cermin. Iya, wajahnya terlihat sangat cantik dari biasanya. Fina hanya bisa tersenyum simpul menyimpan kesedihan. Dia memegang pipinya.
“Saat aku sudah terlihat cantik, tetapi aku menikah dengan orang yang sama sekali tidak aku cintai. Dan, orang tuaku tidak bisa melihat betapa paniknya anaknya saat memakai kebaya ini.” Ucap lirih Fina.
“Tuan, sudah selesai!” ucap perias itu.
Bagas yang semula melamun melipat ke dua tangannya di atas dadanya sembari menyadarkan punggungnya di dinding. Mencoba untuk melirik ke arah Fina. Ke dua matanya melebar saat melihat wajah cantik Fina yang sekarang berjalan ke arahnya.
“Ternyata dia cantik juga?” ucap bagas dalam hatinya, dia tidak berhenti menatap kagum wanita di depannya.
“Tidak, Bagas! Kamu harus tetap berpegang teguh pada pendirian kamu. Jangan sampai kamu tergoda olehnya.” Bagas menyadarkan dirinya sendiri. Dia segera berjalan menghampiri Fina.
---
Sampai di sebuah gedung megah tempat dimana dia akan melangsungkan sebuah pernikahan. Bagas memegang tangan Fina. Dia terpaksa melakukan itu agar terlihat pasangan serasi saat berjalan menuju ke sebuah ruangan dimana para tamu sudah menunggunya.
Tak, perlu menunggu lama bagas segera menggandeng Fina ke depan penghulu untuk megucapkan ijab Kabul. Setelah ijab Kabul sudah terucap, dan akhirnya Fina sah untuk menjadi pasangan suami istri. Kino yang melihat dia dari jauh hanya bisa pasrah, meski hatinya sangat terluka. Dan, ke tiga temannya juga merasa sangat sedih saat Fina harus rela mengorbankan dirinya sendiri untuk membalas apa yang sudah dia lakukan.
Pesta yang terlihat sangat meriah. Meski menyimpan kesedihan di antara mereka berdua. Tak lama dua orang pasangan paruh baya berjalan masuk ke dalam pesta. “Apa-apaan ini?” teriak seorang laki-laki itu dengan lantangnya, membuat suasana tenang, semua mata tertuju ke arahnya. Wajah laki-laki itu terlihat sangat marah, dia berjalan cepat menghampiri Fina, dan. Plaakkk…
Sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. Fina melotot tajam, dia memegang pipinya yang memerah. “Anak tidak tahu diri, apa yang kamu lakukan?” pekik papa Fina.
“Sudah, jangan lakukan ini pada Fina. Kasihan dia.” Ratih mama Fina mencoba meredakan emosi suaminya.
“Minggir kamu, jangan halangi aku. Aku tidak mau punya anak tidak tahu di untung seperti dia.” Marcel semakin mengeraskan suaranya. Para tamu hanya bisa diam menatap pertunjukan mengejutkan itu.
“Dia sudah membunuh orang, hingga beritanya menyebar di seluruh stasiun tv hingga Koran, dan internet. Sekarang bikin skandal heboh lagi dengan pernikahannya. Apa dia mau membuat orang tuanya malu.” Marcel semakin emosi. Dia hampir saja menampar anaknya lagi. Tetapi dengan segera ke tiga teman laki-laki Fina, Gio, dan Virgo yang ada di sana menarik tubuh ayahnya menjauh dari Fina.
“Lepaskan aku… Aku akan menamparnya lagi agar dia sadar..”
“Sudah hentikan!” ucap ratih pada suaminya.
Fina yang merasa bersalah dia hanya diam, tak terasa air matanya menetes membasahi pipinya. “Maafkan aku!” ucap Fina, mengusap air matanya.
“Mulai sekarang jangan anggap aku papa kamu lagi,” teriak Marcel.
“Sudah, lebih baik kita pergi. Jangan huat kekacauan disini.” Ratih mencoba memohon pada Marcel. Melihat anaknya yang menangis, Ratih tidak tega dengan apa yang di alami oleh Fina.
“Fina, kamu sabar ya. Mama akan mencoba untuk meredakan emosi ayah kamu.” Ucap Ratih, sebelum dia melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Fina.
Melihat orang tuanya sudah pergi menjauh, Fina hanya tersenyum tipis. Menyembunyikan kesihannya. “kalian masih saja tidak mau menganggap aku anak.” Gumam Fina lirih. Sementara Bagas hanya diam tidak perdulikan apa yang terjadi. Setelah ijab Kabul selesai. Bagas tiba-tiba pergi dari samping Fina saat kerusuhan terjadi. Dia pergi menaiki mobil menuju ke rumah Indah. Kino melihat Bagas pergi, dia mengertakkan giginya kesal.
“Apa dia tidak waras di saat pernikahannya berlangsung pergi meninggalkan istrinya.” Gerut kesal Kino.
“Ada apa?” Tanya Vivi.
“Suami Fina pergi meninggalkan dia setelah ijab Kabul. Apa dia sedang merencanakan sesuatu?” Tanya Kino mulai curiga.