PART 6

2532 Kata
"Kak Rafa? Kamu di sini? Bukannya ketemu client?" Mendengar suara Syela dari belakang, Sasa tersentak dengan wajah kaget. "Syela?" bisiknya. Rafa mengangguk sekali. Ia menatap Syela yang berjalan ragu menghampirinya. Menatap lama mata gadis itu yang akhirnya melihat keberadaan Sasa di meja yang sama dengan sang tunangan. "Loh, Sa?" Syela menatap Rafa dan Sasa bergantian. Merasa bingung dengan keberadaan keduanya di sana. Ia menatap lama wajah Sasa yang terlihat tanpa emosi. Gadis itu bisa mengontrol ekspresi, meskipun pikirannya sudah ribut dan panik. 'Bisa aja sih gue ngaku hubungan gue sama Rafa sekarang. Tapi waktunya belum tepat. Gue belum tau banyak tentang Rafa dan keluarganya selama hampir 5 tahun ini gak ketemu,' gumam Sasa dalam hati. "Gue---" "Kalian gak ada affair di belakang aku, kan?" Tubuh Sasa menegang. Begitupun Rafa yang terlihat khawatir melihat Sasa. Syela terkekeh pelan. "Ya ampun, kalian tegang banget, sih." Kening Sasa mengerut bingung. Heran dengan tingkah Syela. "Ngapain ke sini?" Rafa akhirnya membuka suara. Syela mengalihkan pandangannya ke arah Rafa. Ia langsung menarik kursi di samping Rafa dan duduk di sana tanpa permisi. "Aku mau jalan-jalan aja. Habis ke kantor kamu tapi katanya kamu lagi ketemu client," jawab Syela. "Terus kalian berdua?" tambahnya. Rafa berdehem pelan. "Kita berdua--" "Ah! Jangan bilang kak Rafa mau tanya Sasa tentang gaun pernikahan yang aku pengen ke Sasa? Kan aku pengen Sasa yang rancang designnya," Syela menyela ucapan Rafa. Ia menatap tunangannya dan Sasa sumringah. "Padahal aku belum bilang sama kak Rafa. Ih, kak Rafa mau kasi kejutan ya buat aku?" Syela tersenyum malu-malu. Sasa yang melihat tingkah Syela menjadi jengah sendiri. Dari tadi gadis itu bertanya dan menjawab sendiri. Meskipun menguntungkan juga karena mereka tidak perlu mencari alasan bohong. Sasa tidak kaget dengan keinginan Syela yang katanya ingin Sasa yang mendesain gaun pernikahannya. Karena dulu memang Syela kerap kali menginginkan Sasa yang melakukannya. Katanya Sasa sangat keren dalam merancang busana, dan Sasa pun menyetujuinya. 'Ya itu sebelum gue tau kalau calon yang lo maksud itu ternyata cowok gue.' Sasa hanya bisa menggerutu kalimat itu dalam hati. Rafa menatap intens pada Sasa yang mengodenya untuk menyetujui ucapan Syela dengan anggukkan kecil. Pria itu menghela nafas pelan. "Iya," jawabnya singkat. Syela semakin sumringah. "Ya ampun! Maaf, ya! Aku muncul tiba-tiba gini, jadi niat kamu yang mau suprise-in aku jadi gagal," ucapnya sedih. Sasa berdehem pelan. "Kalau gitu gue balik duluan. Untuk permintaan lo tadi, nanti gue buat sketsanya dulu." Ia beranjak, dan bersiap untuk pergi. Jengah juga melihat tingkah Syela pada kekasihnya. "Bareng aja." Syela memandang Rafa dan Sasa bergantian. "Sasa bisa bawa mobil kok, Kak. Iya kan, Sa?" Lagi-lagi Syela. Sasa mendengus pelan. "Iya. Gue bisa pulang sendiri." Rafa hanya bisa menatap lama punggung Sasa yang menjauh. Ia sedikit memberi jarak dari Syela dan diam-diam mengirimkan pesan pada Sasa untuk menunggunya di basement. "Ayo jalan-jalan dulu, Kak. Kita kencan gitu," usul Syela tampak senang. Ia merangkul cepat lengan Rafa yang sontak menepisnya pelan. "Gue masih ada pertemuan sama client." Rafa kemudian berdiri. "Nanti Dion yang anter lo pulang." Ia langsung pergi dari sana tanpa mengindahkan panggilan Syela. Rafa melangkah cepat agar tidak keburu oleh Syela yang melangkah cepat ingin menyusulnya. Tak lupa ia menghubungi Dion agar datang menjemput Syela di Mall. "Maaf, sayang." Sasa yang sedari tadi bersandar pada mobil Rafa yang terparkir pun menoleh. Ia melihat kedatangan Rafa yang tampak cemas. Sasa tersenyum tipis. "It's oke." Rafa cepaf-cepat membawa Sasa masuk kembali ke mobil. Takut ada yang melihat mereka berdua. "So, gimana rasanya kucing-kucingan di belakang tunangan kamu?" Sasa tertawa kecil mengejek situasi mereka barusan. Rafa menghela nafas pelan. Ia merasa bersalah pada Sasa. "Maaf--" "Ya ampun Rafa!" Sasa tertawa kecil. "Aku gak ada permasalahin ini loh." Rafa mendengus. Ia langsung mengemudikan mobilnya menuju Apartemen miliknya. "Nginep lagi, ya?" Sasa menatap Rafa intens. "Kalau aku nolak?" Rafa mengerut. "Gak bisa ditolak." Sasa terkekeh pelan. "Itu tau jawabannya." Senyum tipis langsung merekah di wajah Sasa. Selama ini Syela tidak pernah bisa membuat Rafa tersenyum seperti Sasa. Bahkan senyum kecil pun, tidak pernah tertoreh di bibir Rafa selama perjodohannya dan Syela terjadi. Sejak semalam di apartemen, Rafa mulai merasa hidupnya menyenangkan selama Sasa ada di dekatnya. Padahal baru setahun ia rutin tidur di apartemen ini setelah pindah dari apartemen sebelumnya. Baru setahun juga apartemen ini berhasil berdiri atas nama Rafandra Ganendra. Namun, selama itu, baru kali ini ia merasa nyaman di sana. Ia baru bisa merasa betul-betul pulang ke rumah. Tatapan Rafa tak pernah beralih dari punggung Sasa yang sibuk menyiapkan makan malam. Seperti dimasakin istri, pikirnya. Sebenarnya ia sempat membantu Sasa tadinya, tapi tangannya itu selalu mengacau. Jadi ia berakhir kena marah Sasa dan berakhir berdiri di pojokan. Dilarang menyentuh dapur oleh kekasihnya itu. Ia hanya bisa melihat seperti anak kecil yang dihukum ibunya. 'Sasa selalu bisa bikin nyaman. Isi perut pun dibuat nyaman sama masakan-masakan enaknya,' batin Rafa tersenyum bodoh. "Ngapain?" Lamunan Rafa buyar. Ia tidak sadar sejak kapan Sasa selesai menghidangkan masakannya di atas meja. "Udah?" tanyanya bodoh. "Belum. Masih dimasak," ketus Sasa meninggalkan Rafa. Sasa menyiapkan makanan untuk Rafa sepiring. Lalu menyiapkan untuk dirinya sendiri. Rafa semakin kesemsem. Ia mengulum bibir menahan senyum lebar yang ingin merekah. Gengsi dia. Setelah perut mereka kenyang, peralatan dapur serta meja pun sudah dibereskan, Rafa memaksa Sasa ke kamar. "Kan bisa nontonnya di luar aja," ucap Sasa ketika Rafa mengajaknya nonton movie. "Mau sambil tiduran," elak Rafa. Ia menepuk sisi ranjang di sampingnya. Mengode agar kekasihnya segera bergabung. Belum juga Sasa duduk dengan benar, Rafa langsung menempeli gadis itu seperti lintah. "Bilang aja mau modus-modus," ucap Sasa sinis. "Enggak!!" Rafa menentang cepat. "Dih. Gengsi banget." Sasa bergidik. Tapi membiarkan saja Rafa yang menempelinya. Memeluk layaknya guling. Saat Sasa fokus menonton, Rafa malah menatap wajah Sasa. Wajah kekasihnya lebih menarik. Padahal pria itu yang mengajak Sasa nonton bersama. "Filmnya di sana. Gak ada layar di wajah aku," sindir Sasa. "Wajah cantik kamu lebih menarik," bisik Rafa. Karena jaraknya yang begitu dekat, bibir Rafa beberapa kali menempel di pipi mulus Sasa. Sasa tertawa kecil. Ia membiarkan saja Rafa melakukan semaunya. Lebih baik fokus menonton. Tapi saat Sasa melirik Rafa, ternyata pria itu sudah tertidur lelap dengan mudahnya. "Ngantukan banget, sih." Sasa tertawa lagi. Ia membiarkan Rafa tidur sembari mengelus rambutnya. Rafa yang merasa nyaman, meringsek masuk ke dalam pelukan Sasa. Ia tanpa sadar menenggelamkan wajahnya di d**a Sasa dan semakin pulas. "Emang tukang modus," gerutu Sasa pelan. Ia menghentikan tontonannya dan memilih menyusul Rafa. "Pelukan Rafa selalu nyaman. Bikin ngantuk," gumamnya sebelum ke alam mimpi. *** Di sebuah apartemen mewah, dua orang berbeda gender tengah tertidur nyenyak dengan posisi saling berpelukan. Rafa dan Sasa. Keduanya begitu menikmati posisi mereka. Hingga sang gadis membuka mata lebih dulu. Netranya langsung menangkap wajah polos Rafa yang tertidur nyenyak. Wajah yang biasanya tampak kaku dan dingin itu kini terlihat polos dan menggemaskan. Tersenyum tipis, Sasa mengelus pelipis Rafa kemudian turun ke pipi. Hal itu membuat Rafa sedikit terusik. Tapi laki-laki itu semakin masuk ke dalam pelukan Sasa dengan wajah yang tenggelam di leher gadis itu. Sasa terkekeh tanpa suara. Dengan hati-hati, ia berusaha melepaskan diri dari Rafa untuk membasuh wajahnya. Rafa tidak terbangun, ia hanya menggeliat dan mengubah posisi tidurnya menjadi tengkurap. Sedangkan Sasa langsung masuk ke kamar mandi. Selang beberapa menit, Sasa keluar dengan wajah yang segar. Ia belum mandi karena memang rasanya tidak mungkin untuk mandi di apartemen Rafa. Mata Sasa mengarah pada meja di samping ranjang. Dengan pelan, ia membuka laci paling atas kemudian mengambil ponselnya yang ada di atas nakas sejak semalam. Sasa memotret botol obat itu untuk ia tanyakan pada orang yang mengerti. Ia tidak sempat memotretnya kemarin. Menghela nafas gusar, Sasa kemudian keluar kamar setelah menaruh benda itu ke tempat semula. Ia tidak bisa membawa benda itu, Rafa bisa tau akan perbuatan Sasa nantinya. Setelah mengambil gambar botol obat itu, Sasa segera ke dapur. Bersikap normal agar Rafa tidak curiga jika Sasa melihat obat milik pria itu di laci. "SAYANG!" Sasa sedikit tersentak saat Rafa berteriak dari dalam kamar. Sasa bahkan hampir menjatuhkan pisau yang ia gunakan untuk memotong bawang. "SASA!!” Tidak mendapatkan jawaban dari yang dipanggil, rupanya Rafa tak menyerah. Mau tak mau, Sasa akhirnya melepaskan kegiatannya untuk menghampiri Rafa. Jika tidak, pria itu tidak akan berhenti berteriak memanggilnya di pagi hari ini. Saat membuka pintu kamar, Sasa langsung menemukan Rafa yang masih berbaring tengkurap. Seketika tangan Sasa bersidekap di depan d**a. "Apa?" tanya gadis itu datar. "Hmm." Sasa mendengus jengah. Rafa belum sepenuhnya terbangung. Lihat saja! Pria itu malah bergumam dengan mata terpejam. "Raf," panggil Sasa yang tidak disahuti Rafa. Dengan malas, Sasa berjalan ke sisi ranjang dan menyentuh pundak Rafa. Berniat membangunkan pria itu. "Bangun. Mau ke kantor, kan?" Rafa berdecak masih dengan mata terpejam. Pria itu malah beralih menutup wajahnya dengan bantal. Mencegah suara Sasa terdengar di telinganya. "Kalau gak mau bangun, aku pergi--" "IYA! Ini bangun. Rafa udah bangun!" Sasa sedikit terlonjak kaget saat Rafa tiba-tiba bangun duduk dan mengurung Sasa yang masih berdiri di pinggir ranjang dengan kakinya. Tangan Rafa juga memeluk pinggang Sasa, sedangkan wajahnya bersandar pada perut Sasa dengan mata yang masih terpejam. "Makanya, dibangunin sekali itu langsung bangun," gerutu Sasa ketus ketika tersadar dari kekagetannya. Rafa bergumam malas, tapi ia menuruti ucapan Sasa. Laki-laki itu segera ke kamar mandi, sedangkan Sasa kembali ke dapur dan melanjutkan kegiatannya tadi yang sempat tertunda. Rafa keluar dari kamar dengan penampilan yang rapi. Jas yang melekat di tubuhnya, membuat laki-laki itu terlihat dewasa. Ia segera menghampiri Sasa yang sudah menunggunya di meja makan. Gadis itu telah selesai memasak. "Pasangin," titah Rafa menyerahkan dasi yang ia pegang ke tangan Sasa. Sejujurnya Rafa bisa memasangnya sendiri. Tapi jika ada kekasihnya, lebih baik begini, kan? Manja sedikit tidak masalah. Yang penting harus stay cool. Sasa menuruti permintaan Rafa. Memasangkan dasi dan membiarkan Rafa memeluk pinggangnya. Setelah selesai, Sasa kemudian mengambil piring untuk Rafa dan menyiapkan makanan untuk pria itu. "Pulang jam berapa?" tanya Sasa di sela-sela aktivitas makan mereka. Rafa berdehem pelan. "Sore," jawabnya singkat. "Oke. Aku mau istirahat aja," ucap Sasa menimpali. Rafa melirik Sasa sekilas. "Butik?" "Enggak. Aku gak masuk hari ini, males," jawab Sasa yang mengerti arti pertanyaan singkat Rafa. "Hm." Sasa membereskan piring kotor setelah mereka selesai makan, kemudian mencucinya. Sedangkan Rafa masih duduk menatap setiap pergerakan gadis itu. Sasa kembali ke kamar Rafa untuk mengambil ponselnya setelah dirasa kegiatannya di dapur selesai. Ia juga harus pulang ke apartemennya. Meskipun jaraknya sangat dekat sih. Rafa tiba-tiba menarik pinggang Sasa hingga tubuh keduanya menempel. Mata Sasa mengerjap bingung, sedangkan Rafa menatap lama wajah Sasa. "Ke sini lagi ntar malem," gumam Rafa tanpa mengalihkan pandangannya. Sasa mengernyit, tapi ia terkekeh kecil. "Iya," jawabnya pasrah. Rafa membawa Sasa keluar dengan tangannya yang masih merangkul pinggang gadis itu. Mereka berhenti tepat di depan unit apartemen Sasa. "Kabarin kalau mau keluar," tukas Rafa datar. Sasa mengulum bibir, kemudian mengangguk tanpa menjawab. Hal itu membuat Rafa menghela nafas pelan. Ia mendekati Sasa dan menunduk untuk mencapai wajah gadis itu yang tinggi badannya memang hanya sebatas dadanya. Cup! Mata Sasa mengerjap ketika Rafa mengecup keningnya cukup lama. "Aku berangkat," bisik Rafa di telinga Sasa, berpamitan. Sasa bahkan tidak sadar jika Rafa telah berjalan meninggalkannya. 'Sejak kapan dia jadi sweet gini?' Gadis itu masih berdiri mematung hingga Nanda tiba-tiba saja keluar dari Apartemen. "Ngapain lo?" Sasa sedikit tersentak. Tapi ia cepat-cepat mengontrol ekspresi wajahnya sebelum berbalik menatap Nanda. "Gak ada," jawabnya singkat. Sasa langsung menerobos masuk, membuat Nanda mendengus. Terbiasa dengan kebiasaan gadis itu. Ia pun juga menyusul masuk untuk bersiap. Ia tetap akan ke butik, tidak dengan Sasa yang katanya ingin istirahat. Sasa langsung masuk ke kamar, bersih-bersih diri kemudian langsung duduk di atas ranjang dan mulai fokus pada ponselnya. “NANDA!” teriak Sasa memanggil Nanda. Ceklek! Pintu kamar Sasa terbuka, memunculkan Nanda yang sudah siap dengan pakaian formalnya. Pasti gadis itu ingin ke butik. Berbeda dengan Sasa yang malah memakai baju rumahan, membuat Nanda bisa menebak jika Sasa tidak akan ke butik, lagi. “Ngapain manggil-manggil?” Sasa terlihat berpikir sejenak sebelum menjawab. “Lo ada temen dokter, gak? Atau perawat gitu, atau anak farmasi?” tanya Sasa agak ragu. Nanda mengernyit. “For what? Lo sakit?” Sasa menggeleng cepat. “Enggak. Gue cuma.... lagi ada perlu,” elaknya. Mata Nanda memicing. Tapi ia tak ada hak untuk tau jika Sasa tidak cerita sendiri. “Ada sih temen gue. Tapinya Dokter psikolog. Dia di---“ “Bagi kontaknya!” Sasa menyela cepat. “Ck, santai ajalah. Nih gue kirimin!” ketus Nanda sembari mengirimkan kontak dari temannya. Bukan teman dekat, mereka hanya saling kenal. Sementara itu di lain tempat, Rafa bertemu dengan Zergio. Padahal saat pamit pada Sasa, ia mengatakan ingin ke kantor. Padahal Ia malah melajukan mobilnya ke arah gedung perusahaan Zergio, sahabat Rafa sekaligus adik ipar Sasa. "Kenapa?" tanya Zergio dengan mata yang fokus pada laptop di depannya. Sedari Rafa masuk ke ruangan Zergio, Laki-laki itu terus saja diam dengan wajah tanpa ekspresi. Wajahnya tidak menyiratkan apa-apa. Tapi sebagai seseorang yang sudah begitu dekat dengan Rafa, Zergio tau jika Rafa ingin mengatakan sesuatu. Mungkin perihal, apa yang terjadi padanya ketika Sasa tidak di sisinya. Sudah sering jika Rafa dan Zergio nonkrong entah di kantor Zergio atau di kantor Rafa. Mereka sering saling mengunjungi. Terlebih sahabat yang paling mengerti mereka dari yang lain, ya mereka sendiri. Sejak dulu Zergio sudah seperti tempat curhat Rafa, begitu pun sebaliknya. Mereka sama-sama kaku dan tidak banyak bicara. Jika cerita pada kelima temannya yang lain, mereka pasti heboh berlebihan. Cukup lama berbincang, ponsel Rafa tiba-tiba berdenting. Ia segera menatap ponselnya yang memunculkan sebuah pesan. _____ Syela | Kak Rafa, aku di kantor kamu. | ____ Dengusan keras Rafa membuat Zergio meliriknya malas. Mengganggu sekali. "Kenapa lagi?" ketus Zergio kesal. "Syela." Singkat, tapi juga berhasil mengundang dengusan kasar Zergio. "Itu cewek nyebelin banget. Gak usah bawa dia kalau kita-kita lagi ngumpul." "Gue juga gak pernah ajak dia." "Dianya aja yang suka ngekor kek anak anjing," sahut Zergio. Jangan kira Zergio dan Rafa bercanda dengan disertai wajah tengilnya seperti Fano. Mereka berdua berbicara seolah bercanda tapi dengan wajah datar tanpa ekspresi. Iya, sekaku itu kedua orang ini. Tapi dua orang kaku plus dingin ini luluh oleh pasangan masing-masing. Di mana pasangan mereka adalah suadari kembar. Untung saja hanya mereka berdua di sana. Jika ada Fano, Angga, Bryan, Azka dan Agra. Maka mereka akan berteriak frustasi di depan kedua manusia es itu. "Pulang sana. Temuin tunangan lo," usir Zergio. Menekan kata tunangan pada kalimatnya. Rafa mendengus, ia tidak tersinggung karena Rafa memang berniat ke kantornya sekarang. "Siang ketemu tunangan. Malemnya tidur ditemenin mantan." Zergio tersenyum miring saat langkah Rafa terhenti. "Bukan mantan lagi." Rafa kembali melanjutkan langkahnya dengan tangannya yang berada di saku celana. Jangan heran kenapa bisa Zergio tau jika Rafa ditemani Sasa saat tidur. Selama bertahun-tahun Sasa tidak ada di sisi Rafa, Zergio tau apa yang terjadi oleh pria itu. Tapi Zergio tidak punya hak untuk ikut campur. Ia mungkin akan memaksa bertindak jika disuruh atau dipaksa istrinya. Sayangnya, Ghea yang adalah saudari kembar Sasa itu, tidak tau banyak tentang apa yang terjadi pada Rafa. Zergio hanya melihat wajah segar Rafa tadi pagi ketika menemuinya, ia langsung tau jika hubungan Rafa dan Sasa sepertinya telah membaik. Karena ya, selama beberapa tahun ini. Rafa tidak pernah terlihat se-fresh tadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN