Aletha 2

1337 Kata
Tepuk tangan bergema di salah satu kelas XII IPA, seorang siswi baru saja selesai menjawab pertanyaan dari seorang guru dengan cepat dan tepat. Guru matematikanya saja sampai terpukau mendengar jawaban lantang yang diucapkan oleh salah satu siswinya. "Bagus Aletha, saya bangga sama kamu," ucap Rizal--Guru matematika kelas XII IPA. Aletha hanya tersenyum tipis sambil mengetatkan kuciran rambutnya yang melorot.  Pelajaran kembali dilanjutkan, kelas kembali tenang dan semua siswa-siswi memperhatikan dengan baik materi yang tengah diterangkan oleh Pak Rizal. Tentu saja semua siswa-siswi kelas XII IPA 1 berlomba untuk mendapatkan pemahaman dalam belajar mereka agar lulus SNMPTN maupun SMBPTN nantinya. Tidak lama bel istirahat berbunyi, beberapa siswa-siswi berlalu meninggalkan kelas namun tidak dengan Aletha, ia tidak punya uang untuk makan di kantin walaupun perutnya sudah keroncongan menahan lapar sejak kemarin malam.  Aletha mengambil air mineral yang sengaja ia bawa dari rumah, sementara ia hanya bisa minum air saja, ketika sampai di rumah nanti baru ia akan membeli satu bungkus mie instan untuk mengganjal perutnya. Ia meneguk airnya, tatapannya tidak sengaja tertuju kepada seorang cowok yang tengah melewati kelasnya, ia bisa melihat dengan jelas cowok itu dari balik jendela. Sempat tatapan mereka bertemu, namun segera dialihkan cowok itu. Aletha mendesah pelan, bahkan ia sangat jarang bertatap muka dengan cowok itu walau hanya beberapa detik. Ponselnya bergetar, tanda satu notif masuk, senyumnya mengembang. Bukan karena ia dapat balasan chat dari doi, sama sekali bukan! Namun, ia telah dapat beberapa soal try out yang dikirim dari salah satu grup yang ia ikuti di WhattsApp.  Aletha langsung menyambar buku serta pena dan mulai mengerjakan soal-soal try out nya dengan teliti.  "Leth, lo nggak ke kantin?" tanya Mita seraya duduk di kursi kosong yang berada di sebelahnya. "Gue nggak laper, Mit," jawabnya, berbohong. "Oh iya, tadi gue ketemu sama Pak Ganif, katanya dia nyuruh lo buat temuin dia di ruangannya pulang sekolah nanti." Aletha mengernyit, menyudahi kegiatannya dan menatap Mita serius. "Ngapain?" Mita hanya mengedikkan bahunya, tanda tidak tahu. Aletha langsung merapikan buku-bukunya dan memasukkan ponsel ke saku roknya, lalu ia beranjak dari duduknya membuat Mita kebingungan melihatnya. "Eh, lo mau kemana?" "Ketemu sama Pak Ganif." "Disuruh kan pas pulang sekolah, bukan sekarang zheyeng!" Tidak menjawab ucapan Mita, Aletha langsung berlalu pergi meninggalkan kelas. Bukan apa-apa, hanya saja ia bisa sekarang juga bertemu dengan kepala sekolahnya itu dan kenapa harus nanti? Aletha berjalan di sepanjang koridor, sesekali ia meneguk ludahnya ketika tidak sengaja melihat beberapa siswa-siswi yang berlalu lalang sambil memakan roti isi mereka. Aletha menghela nafas pelan, menyakinkan diri jika ia akan makan sepulang sekolah nanti. Tidak sengaja tatapannya jatuh kepada seorang siswi dengan seragama serta rok yang super ketat tengah berdiri di depan tiang bendera sambil hormat. Aletha memicingkan matanya lalu mendengus kesal, ternyata siswi itu adalah Alasya. Kesalahan apalagi yang diperbuat Alasya kali ini?  Tidak ingin ambil pusing, Aletha mempercepat langkahnya menuju ruang kepala sekolah. *** Motor matic Aletha berhenti tepat di depan sebuah warung sederhana yang menjual sembako. Sepulang sekolah ia langsung ngebut hingga ugal-ugalan di jalanan hanya demi secepat mungkin tiba di warung itu. Sebelum turun dari motor, Aletha melirik beberapa pembeli yang masih berada di warung itu. Setelah dirasa sepi, barulah ia turun dari motor dan melangkah memasuki warung dengan lambat. Aletha mengedarkan pandangannya, mencari mie instan yang ia inginkan sejak kemarin. "Mau beli apa, dek?" tanya seorang wanita paruh baya yang ia ketahui adalah pemilik warung itu. Aletha mengigit bibir bawahnya sambil memainkan jari-jari tangannya. "Hm, Mbak, saya mau beli mie instan satu, tapi... Bayarnya nanti. Boleh nggak?" Aletha langsung menangkap ekspresi terkejut di wajah wanita itu, ia menghela nafas pelan, sepertinya niatnya untuk makan hari ini harus ia tunda dulu. Tidak kunjung mendapat jawaban, Aletha langsung bersuara, "Nggak boleh ya, Mbak? Maaf udah ganggu," ucap Aletha pelan, memberikan senyum tipis sesaat dan berlalu pergi dengan rasa malu dan kecewa yang menggerogoti dirinya. Aletha kemudian menaiki motornya dan melaju menuju kost-annya. Ketika telah sampai di dekat kost-an ia langsung mematikan mesin motornya dan mulai mendorong motornya, bukan karena bensinnya habis, tetapi karena takut Ibu kost nya menyadari keberadaannya dan mungkin akan langsung menyerbunya dengan semburan pedas karena lagi-lagi ia telat membayar uang bulanan kost-annya. Perut lapar, dimarahain pula, bisa-bisa Aletha mati berdiri di hadapan pemilik kost-annya itu. Dengan hati-hati tanpa bunyi Aletha mendorong motornya melewati rumah pemilik kost-annya, namun tepukan di bahunya membuat Aletha tertegun dan langsung membalikkan tubuhnya. "Kaget gue, Kirian siapa," cetus Aletha, kemudian berlalu mendorong motornya dengan cepat menuju halaman kost-an khusus perempuan dan kembali lagi menemui orang yang sukses membuatnya hampir jantungan tadi. "Lo ngapain tadi?" tanya Zio dengan suara beratnya seraya memasukkan kedua tangan di saku celana. "Ssttt! Pelanin suara lo, kak!" Zio terkekeh pelan sambil menggeleng kecil melihat tingkah Aletha. "Kenapa hm? Telat bayar kost-an lagi?" Aletha mendesah pelan lalu mengangguk samar. "Temenin gue yuk!" ucap Zio sambil menarik pergelangan tangan Aletha. "Ih, mau kemana? Gue sibuk, jadi nggak bisa kemana-mana." "Sibuk apa lo? Minum banyak air biar kenyang?" Aletha terdiam, ia menunduk dalam sambil membenarkan letak kacamatanya.  "Emang air rasanya apa sih, sampai bikin lo ketagihan gitu?" "Kak!" ketus Aletha kesal, di dalam hati ia sangat merasa malu luar biasa. "Ck! Udah ikut aja." Aletha menghela nafas pasrah. Zio Fernando, mahasiswa fakultas psikologi semester 1. Cowok bertubuh tinggi dan memiliki wajah yang tidak terlalu tampan itu adalah teman laki-laki Aletha satu-satunya. Entah mengapa seorang Zio mau berteman dengan cewek cupu sepertinya, ia sama sekali tidak tahu.  Aletha dan Zio berjalan beriringan di tengah langit sore yang mulai memancarkan kehangatan sinar matahari yang akan tenggelam. Hari ini Aletha tidak bekerja karena supermarket--tempat ia berkerja--tengah tutup sementara untuk pengisian stok barang secara besar-besaran. Tentu saja ia sangat kecewa karena ia jadi tidak bisa membawa pulang beberapa mie instan dari tempat ia bekerja, bukan mencuri tetapi Aletha memang diizinkan jika setiap kali ingin membawa pulang beberapa makanan. Ia bersyukur mempunyai bos yang sangat baik dan mengerti dengan keadaaannya. Kruuykkk Aletha mengumpat kesal. Ia menatap Zio yang tengah tersenyum entah kepada siapa, Aletha mengigit bibir bawahnya sambil menunduk malu, pasti Zio mendengar suara berisik dari perutnya. Sial! Aletha menatap Zio lagi, seperti biasa pembawaan tenang dan kalem selalu melekat di diri cowok itu. Ia jadi penasaran, apa yang sedang Zio pikirkan saat ini, Aletha lagi-lagi menatap Zio namun cowok itu langsung menyerbunya dengan senyuman. "Jangan baca pikiran gue, itu privasi." Aletha cengengesan, di dalam hati ia mengumpat, sepertinya ia telah melupakan jiwa psikologi di diri Zio, cowok itu pasti sudah tahu semua gerak-gerik yang ia lakukan sedari tadi. Tubuh Aletha kian melemas, ia tidak sanggup berjalan lebih jauh lagi. Aletha meneguk ludahnya, ia menatap punggung Zio yang menjauh. "Kak," lirihnya sambil mencengkram perut bagian atasnya, sepertinya maag nya kambuh lagi. Zio membalikkan badan lalu menatap Aletha dengan senyum tipis di wajahnya. Zio berjalan mendekati Aletha lalu mengulurkan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya ia biarkan bersembunyi di saku celananya. "Ayo, sebentar lagi kita sampai." Aletha hanya diam, ia menatap Zio lalu menatap uluran tangan cowok itu. Karena tidak kunjung bergerak ataupun bersuara, Zio seketika mengulum senyum. "Apa mau gue gendong?" "Eh?"  Aletha langsung membalas uluran tangan Zio tanpa berpikir panjang lagi.  Kini mereka telah sampai di salah satu kafe kecil yang nyaman. Zio menarik salah satu kuris dan mendudukinya, begitu pula dengan Aletha. Tidak lama seorang pelayan datang sambil membawa daftar menu, Aletha menatap Zio yang tengah memilih makanan.  Aletha mendesah pelan, Zio pasti akan meneraktirnya lagi, ia jadi tidak enak hati karena sudah beberapa kali Zio membayar makanannya. "Kak, gue-." "Mbak, nasi goreng dua, pakai ayam, pakai telur sama pakai tomat. Minumannya, hm, air mineral aja dua," ucap Zio yang diangguki oleh si pelayan kafe. Zio mengubah posisi duduknya agar lebih nyaman lalu menatap Aletha sambil tersenyum. Aletha mendengus, sepertinya tebakannya benar jika hobi Zio adalah tersenyum.  "Jadi gimana sekolah lo hari ini?" "Ya gitu, baik-baik aja." "Lo serius pengen ambil adm perkantoran?" Aletha mengangguk mantap, ia sangat yakin dengan pilihannya itu. "Kenapa nggak ngambil psikologi aja? Lo kan... Suka baca pikiran orang," kekeh Zio. "Ih apaan sih, kak!" *** Share cerita ini ke teman-teman kalian ya dan jangan lupa untuk tap Love:)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN