Chapter5

973 Kata
“Syukurlah. Akhirnya kamu siuman juga. Aku sempat khawatir dengan kondisi kamu yang tidak juga siuman usai menjalani operasi lima jam yang lalu.” Miya merasa lega. Dia bisa menormalkan pikirannya kembali setelah melihat temannya sadarkan diri. “Memangnya aku ada di mana sekarang?” “Kamu lagi ada di rumah sakit. Baru saja kamu melahirkan bayimu melalui operasi caesar.” “Lalu, di mana bayi kembarku sekarang?” “Mereka sedang dalam perawatan di dalam inkubator karena lahir prematur. Tapi kamu tidak perlu khawatir karena bayi kembarmu akan baik-baik saja setelah menjalani perawatan di inkubator.” “Syukurlah. Aku lega mendengarnya.” “Sofia, kamu harus lebih memperhatikan kesehatanmu, karena kata dokter kamu telah kehilangan banyak darah. Untung saja ada darah yang cocok denganmu yang tersedia cepat untuk didonorkan padamu.” Sofia mengangguk pelan. “Miya, aku mau bertanya sesuatu padamu. Apakah aku bermimpi soal kehadiran Yesaya?” “Tidak. Kamu tidak bermimpi Sofia. Suamimu Yesaya memang benar-benar datang menemui kamu. Dia yang menggendong kamu ke rumah sakit saat ada banyak darah yang mengalir di kakimu. Yesaya juga menunggu kamu sampai selesai menjalani operasi caesar.” “Lalu, di mana Yesaya sekarang?” “Dia sedang pergi sebentar ke kosan kamu untuk mengambil pakaian kamu.” “Oh, begitu...” “Sofia, ternyata Yesaya orang yang baik ya. Tidak seperti yang pernah kamu katakan padaku mengenai dia.” “Entahlah.” Sofia tidak bisa mengatakan hal yang sebenarnya tentang Yesaya pada Miya. “Sudahlah Sofia, kamu jangan menghindarinya lagi. Sekarang kamu sudah melahirkan anak-anaknya dan kamu membutuhkannya. Apa kamu mau kalau anak-anakmu nantinya tidak mendapatkan kasih sayang dari sosok ayahnya?” “Jika ayahnya adalah seorang pembunuh, apa aku bisa meminta Yesaya untuk menjadi ayah yang baik untuk anak-anakku?” Sofia membatin. ** Anya datang ke kediaman rumah orang tua Yesaya. Alih-alih dengan alasan ingin memberikan parsel buah dan sebuket bunga kesukaan Retha. Padahal tujuan utamanya mendekati mamanya Yesaya adalah untuk mendapatkan hati bosnya itu. Anya datang dengan dress berwarna hitam. Semua benda yang melekat di tubuhnya adalah barang-barang branded yang sangat mahal. Untuk mendapatkan penampilannya yang cantik maksimal, Anya rela menghabiskan banyak uang dan juga waktunya untuk pergi ke salon sebelum dia berkunjung ke rumah Retha. Usaha Anya pun tidak sia-sia, Retha terpesona dengan penampilan Anya dan dia langsung memberikan pujian pada perempuan muda itu. “Kamu cantik sekali, Anya.” “Terima kasih, tante.” Balasnya, dengan senyuman manis. “Tante juga cantik.” Anya memuji balik. Retha pun tersenyum dengan pujian yang sama. “Ngomong-ngomong, terima kasih ya untuk buah-buahan dan juga buket bunga yang kamu kasih untuk tante. Pasti ini inisiatif dari kamu sendiri. Karena mana mungkin Yesaya mau memberikan tante bunga kalau tidak disuruh oleh papanya.” “Iya, tante. Saya kan tahu kalau tante sangat menyukai bunga lili, makanya saya berikan bunga lili ini untuk tante. Biar mood tante selalu bagus.” “Hem..., benar. Mood tante memang sedang buruk saat ini, dan itu karena Yesaya. Kamu kan tahu kalau Yesaya selalu saja menolak perjodohan yang tante minta padanya. Entah apa yang Yesaya inginkan soal wanita, tante tidak bisa juga memahami dirinya. Padahal, dia anak tante satu-satunya.” Retha menggeleng heran setiap mengingat kelakuan putranya. “Sabar ya, tante.” “Oh iya, di mana orang tua kamu? Kadang, tante jadi ingin bertemu dengan orang tua kamu.” Anya pun tertegun dengan pertanyaan itu. Dia selalu berusaha menyembunyikan sosok ibunya yang selama ini hanya bekerja disebuah binatu. Entah ibunya itu bekerja di binatu mana, Anya tidak pernah mengetahuinya karena dia sendiri tidak peduli dengan pekerjaan ibunya yang dianggap memalukan untuknya. “Orang tua saya tinggal di luar negeri, tante. Daddy dan mommy mengurus bisnis fashion mereka sudah lama.” “Oh, begitu. Orang tua kamu punya perusahaan?” “Iya, tante.” “Kalau memang orang tua kamu punya perusahaan. Lalu, kenapa kamu masih mau bekerja sebagai sekertaris untuk Yesaya?” “Saya ingin mandiri, tante. Saya tidak mau bergantung pada kekayaan orang tua saya. Lagipula, saya ingin memiliki pengalaman bekerja sebelum nantinya saya yang memegang sendiri perusahaan orang tua saya.” “Tante salut sama kamu, Anya. Pemikiran kamu sangat dewasa. Bahkan, Yesaya saja kalah dewasanya dengan kamu dalam memikirkan soal masa depan.” Anya kembali mengukir senyuman dengan pujian manis yang Retha berikan untuknya. “Ayo, kita mengobrol di taman belakang.” Retha mengajak Anya. Keduanya pun berjalan bersama menuju ke taman halaman belakang rumah. Pemandangan indah dari luasnya rerumputan bukit yang ada di sana sangat menyejukkan mata. Dua wanita itu duduk bersama untuk menikmati secangkir teh hangat dan sepotong cake, yang baru saja diantar oleh seorang ART. Saat Anya hendak menyeruput teh hangat yang baru saja ART itu sajikan, kedua bola mata Anya langsung membesar. Betapa tidak, dia dikejutkan dengan ART yang mengantarkan minuman dan cake untuk dia dan Retha, yang ternyata sosok ART itu adalah Sari, ibu kandungnya sendiri. Anya sampai terbatuk-batuk begitu melihat ibunya yang ternyata bekerja di kediaman rumah orang tua Yesaya. Sari pun tidak kalah terkejutnya saat dia menyadari keberadaan putrinya di rumah majikannya itu. “Kamu kenapa Anya?” Tanya Retha. “Ti-tidak apa-apa, tante.” Anya menjadi gugup. Sekilas dia melirik ke arah ibunya untuk memberi kode, agar ibunya bungkam soal hubungan di antara mereka. Anya tidak mau kalau jerih payahnya yang sudah dia lakukan selama ini untuk menutupi soal kebohongan tentang status sosialnya akan terbongkar begitu saja. Anya pun memberikan isyarat pada ibunya melalui gerakan matanya dan Sari pun langsung bisa menangkap maksud dari isyarat yang putri kandungnya berikan kepadanya. “Anya, kalau nanti daddy dan mommy kamu datang ke Indonesia tolong kasih tahu tante ya. Soalnya, tante ingin berkenalan dengan orang tua kamu, biar bisa akrab.” “I-iya, tante.” Anya dibuat kalang kabut setelah mengetahui tempat ibunya bekerja. Jantungnya jadi tidak bisa berhenti berdebar sepanjang dia berada di rumah mewah tersebut. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN